Setelah dinamika tentang UU Pemilu tahun 2014 lalu, saya baru mengamati dengan seksama sepak terjang Profesor Ahli Tata Negara Yusril Ihza Mahendra. Saya tertarik pada sebuah video di YouTube yang menanyakan mengapa Prof Yusril, atau yang sering disapa Bang Yusril ini sering memenangkan perkara di pengadilan. Saya tersentak dan sedikit mencondongkan kepala saya dan memasang kuping baik baik ketika beliau Profesor sekaligus advokat cum ketua Partai Bulan Bintang ini mengatakan bahwa perihal tersebut karena latar belakang studi sarjana beliau yang pernah bergelut di Fakultas Sastra dan Filsafat waktu masih di Universitas Indonesia (UI) dulu.
Prof Yusril mengakui bahwa filsafat — dan juga Sastra — memungkinkan kita melihat sebuah persoalan yang tidak dilihat orang. Selain mengajarkan cara berpikir yang benar, filsafat dalam hemat penyusun pidato kenegaraan era Soeharto dan Mensesneg serta Menkumham di era awal Reformasi ini mengatakan bahwa filsafat mengajarkan pula bagaimana melihat celah argumen lawan ketika menyampaikan pendapatnya. Mungkin yang dimaksud Prof Yusril adalah mengenai hukum logika dan dialektika. Ilmu dan metode ini memang, ketika dikuasai, akan mampu membuat lawan berdebat terkapar dan terkunci mati. Dalam istilah catur dan politik wacana yang sering dipakai di judul video YouTube, sering ditulis “skakmat”, skak mati alias terkurung mati.
Masih soal latar belakang beliau, di beberapa sumber dan terutama hasil wawancara beliau yang juga bisa diakses di video YouTube, Prof Yusril mengakui bahwa beliau sebelum mendalami dan kuliah di Fakultas Hukum, selain beliau adalah mahasiswa di Fakultas Sastra dan Filsafat, juga pernah menjalani studi Teater. Beliau adalah aktor yang bisa dibilang baik pada zamannya, terutama pada beberapa naskah teater yang pernah dipentaskannya. Dalam hal ini, ilmu Dramaturgi dan Retorika Prof Yusril bisa jadi berasal dari sini. Kompleks memang.
Masih soal latar belakang studi, Prof Yusril juga dalam sebuah kesempatan membuat banyak pihak sedikit bertanya soal studi Master dan Doktoral beliau. Ilmu Perbandingan Agama dan Ilmu Perbandingan Politik adalah bidang yang digelutinya untuk mencapai gelar Master dan Doktor di Punjab India/Pakistan dan Malaysia adalah pilihan nya. Jadi, kita, dan terutama saya tidak begitu heran jika argumentasi hukum, diskusi dan debat mengenai agama dan politik serta kemampuan penyusunan argumen, bantahan, serta retorika dan kemampuan dramaturgi begitu lihai dilakonkan oleh sosok yang seringkali mengagumkan sekaligus tak jarang dicibir oleh publik ini.
Meski demikian, keteguhan dan keberanian Prof Yusril dalam menyampaikan kebenaran yang diyakininya tak jarang membuat publik mengangkat topi juga. Sikap tak gentar namun fair dan taat asas dalam bernegara sembari memegang prinsip yang diyakininya membuat banyak pihak termasuk saya selalu menunggu dan menyimak manakala sebuah persoalan publik yang lagi hanya melibatkan sosok Prof Yusril ini. Termasuk polemik mengenai pembubaran ormas HTI dan juga persoalan hak Angket KPK.
Banyak hal yang bisa dipelajari secara langsung maupun tidak langsung dari sepak terjang sosok ini. Terlepas beliau disukai atau tidak oleh pendapat umum publik yang menilainya. Terlepas pula hasil akhir !enang atau tidaknya perkara atau persoalan yang sedang dihadapi oleh Putra Melayu asal Belitung ini. Sepertinya tradisi bersilat lidah ala orang Melayu melekat erat pada diri Profesor Tata Negara yang bernama lengkap Yusril Ihza Mahendra ini.
Soal HTI, selain masalah hukum dengan UU Ormas sebagai bahan kajian dan rujukan formil pembelaan terhadap kasus yang menimpa HTI ini, karena memang Yusril adalah ahli di bidang hukum sekaligus pengacara di Kantor Pengacara miliknya, seperti sudah dikatakan sebelumnya, beliau adalah lulusan Studi Perbandingan agama. Jika pembubaran ormas Islam Hizbut Tahrir Indonesia (HTI) ini adalah ingin dikaitkan dengan masalah politik Nasional dan Global, Prof Yusril juga bisa dibilang ahli di bidang itu. Yusril, seperti dikatakan sebelumnya adalah lulusan Studi Perbandingan Politik.
Dalam suatu kesempatan, beliau paham dan ingat betul ajaran Profesornya yang mengajarkan kuliah mengenai “Propaganda Politik dan Perang Urat Syaraf”. Olehnya, soal opini publik dan penggiringan wacana di media massa, di media sosial, maupun di aksi massa, Prof Yusril bisa dikatakan telah mendalami dan sekaligus telah menjalani dinamikanya. Dari masa Soeharto sampai masa Reformasi.
Olehnya itu, arus berlawanan yang sedang dijalani oleh Prof Yusril perihal pembubaran HTI dan Polemik DPR vs KPK menjadi menarik dengan hadirnya Prof Yusril. Saya adalah orang yang termasuk tersedot untuk memperhatikannya. Yang saya simak betul bukan soal siapa benar siapa salahnya. Bukan pula ingin membela serta merta posisi dan argumen Prof Yusril, saya tidak kapabel soal itu. Saya benar-benar ingin mengamati sekaligus belajar bagaimana polemik dan dinamika dihadapi oleh sosok yang kompleks namun fair serta gigih ini. Mengamatinya menjadi kuliah tersendiri bagi saya.
Mungkin banyak orang yang seperti saya, namun karena Prof Yusril melawan arus dan sering distigmatisasi secara kontroversial, maka tidak mengakui secara terbuka. Saya mengakui itu, terlepas apa dibalik Lakon Lakon yang sedang dimainkan oleh Profesor Tata Negara ini yang katanya pernah menghadapi dan mengalahkan 100 pengacara reformasi di pengadilan persoalan keabsahan proses berhentinya Soeharto menjadi Presiden. Pun sekarang, Prof Yusril sedang menghadapi puluhan dan mungkin ratusan Profesor sekaligus rekan seprofesinya dalam asosiasi ahli Hukum Tata Negara se Indonesia yang konon diketuai oleh Prof Machfud MD ini.
Kita nantikan, apakah Prof. Yusril kembali mengukir sejarah dengan mengungguli ratusan Profesor di polemik Hak Angket KPK ini? Juga, apakah Yusril juga akan mengalahkan pemerintah dalam persoalan sah tidaknya pembubaran ormas HTI? Kita, publik, dan terutama saya secara pribadi harus sabar menanti keberlanjutannya. Yang pasti, saya percaya dan angkat topi soal pernyataan beliau bahwa sebagai negara hukum, hukum harus menjadi panglima di Negeri ini. Kita terlanjut menyepakatinya, olehnya kita harus secara fair pula menjalaninya. Itu adalah prinsip penting yang saya dapatkan dari statemen Prof Yusril baru baru ini di forum ILC (Indonesia Lawyers Club).
Pengajar di FIB UNMUL Samarinda, Pegiat Skolastra (Sekolah Sastra dan Budaya)
Sumber: https://lawunhas.wordpress.com/2017/07/17/prof-yusril-hti-dan-hak-angket-kpk/
Sumber: https://lawunhas.wordpress.com/2017/07/17/prof-yusril-hti-dan-hak-angket-kpk/
Terima kasih sudah membagikan tulisan saya
BalasHapusSemoga bermanfaat.
Salam kenal.