Banyak orang menganggap seni itu hal yang sepele. Sikap seperti itu terjadi karena pengaruh pandangan hidup masyarakat kapitalis yang kecenderungan utamanya hanyalah kemajuan ekonomi dan kelimpahan duniawi yang bersifat materiil belaka. Maka, ada sebagian orang beranggapan bahwa tanpa kesenian orang bisa hidup. Tapi, sastrawan Indonesia Sapardi Djoko Damono, justru berpikir sebaliknya.
Dalam salah satu artikelnya—berjudul "Nasib Sastra di Sekolah" (dalam Sindhunata [ed], Pendidikan: Kegelisahan Sepanjang Zaman, [Yogyakarta: Kanisius, 2001], h. 210)—Sapardi menjelaskan dengan cukup baik.
"Manusia seperti kita ini," katanya, "sudah terlanjur tidak akan bisa tahan menghadapi hidup tanpa kesenian. Saya tidak bisa membayangkan kehidupan kita tanpa seni rupa, seni suara, seni kata, dan seni-seni lainnya. Pakaian, rumah, perabotan, dan kendaraan kita, diciptakan berdasarkan prinsip seni rupa. Kita tidak akan bisa berkomunikasi dengan baik jika tidak memiliki kemampuan menciptakan dan mengapresiasi pepatah, metafor, atau idiom yang ada dalam bahasa kita. Bahkan, saya tidak bisa membayangkan apa yang akan terjadi jika selama seminggu (saja) penduduk negeri ini dilarang berseni suara—artinya, tidak ada lagi musik, singsot, rengeng-rengeng, tambur, gitar, piano, dan lain-lain." Mungkin kita semua akan menjadi gila, kata Sapardi Djoko Damono. Kita semua akan kehilangan akal sehat jika dilarang berbasa-basi, bermain kata, berpepatah-petitih, memakai lambang-lambang dalam berbahasa, katanya.
Sastra juga, menurut Djoko Damono, adalah jenis seni, yakni seni bahasa.
Di Kota Jambi, beberapa tahun lalu, saya pernah mendengar dari salah seorang yang pernah saya kenal, bahwa kalau tanpa seni katanya, rumah dan mobil yang ada sekarang ini mungkin hanya dibuat seperti kotak-kotak saja. Tak ada banyak model rumah maupun model mobil. Cukup sekedar berfungsi untuk bisa didiami dan dikendarai saja. Artinya, hanya mengutamakan asas fungsi saja. Betapa mandeknya peradaban manusia jika seperti itu. Di saat itulah saya merenungkan kata-katanya: betapa besarnya peran seni dalam kehidupan manusia. Keindahan dan kemajuan peradaban yang kita saksikan saat ini adalah peran dari seni (imajinasi).
Maka, lebih lanjut Sapardi Djoko Damono menjelaskan, "Tidak semua kita ini seniman, tapi seni bukan hanya milik seniman. Seni milik kita semua; kita semua berhak berkesenian, bahkan wajib berkesenian agar tetap beradab. Itu sebabnya kita mengajar anak-anak kita—bahkan sejak bayi—mengenal suara, rupa, dan bahasa yang bagus. Itu sebabnya—entah sejak kapan—
kita sepakat untuk memasukkan berbagai jenis kesenian ke dalam pendidikan formal."
Tapi kelirunya pula, pendidikan formal kita saat ini juga tak menganggap seni sebagai hal yang penting dalam kehidupan. Yang dipentingkan hanyalah mata pelajaran atau mata kuliah tertentu saja yang semata-mata hanya untuk mengejar nilai-nilai ujian belaka. (Nani Efendi)
0 komentar:
Posting Komentar