alt/text gambar

Minggu, 25 Mei 2025

Topik Pilihan:

Alimin: Tokoh Komunis di Makam Pahlawan Kalibata

Alimin Prawirodirdjo dianugerahi gelar Pahlawan Nasional berdasarkan Surat Keputusan Presiden RI No. 163 Tahun 1964, dimakamkan di Taman Makam Pahlawan Kalibata, Jakarta. 


Partai Komunis Indonesia (PKI) terlahir sebagai sempalan ormas Islam bernama Sarekat Islam (SI). Pada mulanya lebih dikenal dengan sebutan "SI Merah", pimpinan Haji Semaoen, sempalan ini menyingkir mendirikan markas sendiri di Semarang untuk kemudian mendirikan Perserikatan Komunis Hindia Belanda dan pada tahun 1924 berganti nama menjadi Partai Komunis Indonesia (PKI).

Sementara itu lawannya, yaitu "SI Putih" pimpinan Haji Agus Salim, Suryopranoto, Sekarmadji Maridjan Kartosoewirjo, tetap bermarkas di Yogyakarta Hadiningrat. Pada mulanya posisi HOS Tjokroaminoto menjadi penengah di antara kedua kubu tersebut, belakangan condong ke Putih.

Alimin Prawirodirdjo dengan cepat menjadi tokoh berpengaruh di Sarekat Islam yang dirintis oleh Haji Samanhudi di Surakarta pada 1905. Dalam perpecahan itu Alimin berada di kubu SI Merah bersama Tan Malaka dan Darsono. 

Pada era 1920-an itu terjadi banyak pemogokan buruh kereta api, buruh pelabuhan, dan buruh-buruh lainnya. Melihat itu PKI berinisiatif mengorganisir aksi-aksi pemogokan tersebut sekaligus memanfaatkan kemarahan massa untuk melakukan pemberontakan terhadap rejim kolonial Hindia Belanda. 

Pada Natal 25 Desember 1925 di Candi Prambanan (Konferensi Prambanan) PKI mendirikan CP (Commite Pemberontakan), di situ mereka melatih dan mempersiapkan massa untuk melakukan perlawanan terhadap pemerintahan Hindia-Belanda yang kala itu bertindak bengis dan keras memberangus pemogokan.

Karena PKI merupakan bagian dari jaringan Komunis Internasional (Komintern) yang dipimpin Uni Soviet, PKI menugaskan Alimin dan Musso ke Moskow menemui Joseph Stalin untuk minta ijin melakukan pemberontakan. Dalam rangka itu Alimin dan Musso menemui Ketua Komintern Timur Jauh di markasnya di Manila, namanya Datuk Sutan Malaka (Tan Malaka). 

Tan Malaka tidak setuju dengan ide pemberontakan hasil Konferensi Candi Prambanan. Menurut Tan Malaka massa belum kuat, sedangkan ekonomi Hindia-Belanda sedang stabil. Kecewa dengan jawaban Tan Malaka, Alimin langsung ke Moskow melalui Kanton, Tiongkok. Sampai di sana rupanya Joseph Stalin pun sependapat dengan Tan Malaka. Stalin mengatakan rencana pemberontakan hasil Konferensi Candi Prambanan harus dibatalkan.

Karena pada waktu itu transportasi dan informasi tidak secepat sekarang, sebelum kabar ini sampai "tanah air", pihak PKI keburu melakukan pemberontakan.

Maka pada tahun 1926 PKI pun menjadi organisasi politik pertama di abad ke-20 yang melakukan pemberontakan melawan rejim kolonial Hindia Belanda. Pemberontakan para muslim komunis ini akhirnya dihancurkan dengan brutal oleh rejim Kolonial. Ribuan dibunuh, sekitar 13 ribu orang ditahan, 4.500 dipenjara, sejumlah 1.308 yang umumnya kader-kader partai diasingkan, dan 823 dikirim ke Boven Digul, sebuah kamp tahanan di Papua. 

Pada 1927 PKI diberangus, dibubarkan, dinyatakan terlarang oleh pemerintahan Kolonial Belanda. 

Alimin dan Musso diberi pilihan oleh Belanda, dibuang ke Boven Digul bersama komunis lainnya atau diusir dari kawasan Hindia Belanda. Keduanya pilih opsi kedua, pergi meninggalkan "tanah air". Alimin sempat ke Tiongkok bergabung dengan Kuomintang pimpinan Sun Yat-sen, lalu pindah untuk berkuliah ke Universitas Lenin, Uni Soviet.

Alimin di Universitas Lenin satu kelas dengan Ho Chi Minh (Paman Ho), bapak bangsa Vietnam, dan Zhou Enlai, Perdana Menteri Tiongkok era Mao Zedong. Saat Jepang melakukan agresi militer ke China, Alimin pun ikut bergabung bersama Tentara Merah di daerah basis perlawanan di Yenan.

Setelah hampir 20 tahun berada di "luar negeri" Alimin baru kembali setahun setelah Indonesia diproklamirkan merdeka oleh Soekarno-Hatta dan pada 1946 itu sempat duduk dalam Dewan Konstituante dalam menetapkan UUD sebagai Negara Kesatuan Republik Indonesia (NKRI).

Usai Pemberontakan Madiun 1948, Alimin pada tahun 1950 di Yogyakarta berusaha mendirikan kembali PKI. Pada saat itu PKI versi DN Aidit di Jakarta lebih populer sehingga Alimin harus ikut gerbong Aidit meskipun di sana tidak diberi wewenang penting di Sekretariat Propaganda.

Perjalanan Alimin berakhir pada 24 Juni 1964, meninggal dunia di RS Ciptomangunkusumo Jakarta. Duet Soekarno - Hatta dan beberapa tokoh nasionalis sempat menjenguknya sebagai bentuk penghormatan kepada generasi perintis jalan kemerdekaan. 

Alimin Prawirodirdjo dianugerahi gelar Pahlawan Nasional berdasarkan Surat Keputusan Presiden RI No. 163 Tahun 1964, dimakamkan di Taman Makam Pahlawan Kalibata, Jakarta.

HUBUNGAN ALIMIN DAN "ORANG BELANDA" YANG MENGUBAH HIDUPNYA.

Orang Belanda pertama yang mengubah hidupnya adalah orang tua angkatnya. Ketika masih anak-anak, Alimin diangkat anak oleh seorang Belanda bernama G.A.J. Hazeu. Dia kemudian disekolahkan ke sekolah Eropa di Batavia sehingga fasih berbahasa Perancis, Inggris, dan Belanda. G.A.J. Hazeu berharap nantinya Alimin akan bekerja sebagai pegawai pemerintah, tapi Alimin pilih dunia politik dan jurnalisme.

Sebagai wartawan koran Djawa Moeda, Alimin bergabung dengan Budi Utomo. Ketika Sarekat Islam (SI) berdiri, Alimin bergabung dan sempat tinggal (indekos) di kediaman HOS Tjokroaminoto bersama Soekarno, Sekarmadji Maridjan Kartosoewirjo, Semaoen, dan Musso.

Orang Belanda kedua yang mengubah hidup Alimin adalah Henk Sneevliet si pembawa ideologi komunis masuk Hindia Belanda melalui organisasi yang didirikannya yaitu Indische Sociaal-Democratische Vereeniging (ISDV). Alimin Prawirodirjo terlibat dalam ISDV dan dipengaruhi oleh paham sosialis komunis yang dibawa oleh Sneevliet.


Sumber: https://www.facebook.com/share/p/1AWDAMDvod/


0 komentar:

Posting Komentar