alt/text gambar

Rabu, 27 Agustus 2025

Topik Pilihan:

Dilthey: Bahasa dan Hermeneutika


Tugas hermeneutika menurut Wilhelm Dilthey adalah untuk melengkapi teori pembuktian validitas universal interpretasi agar mutu sejarah tidak tercemari oleh pandangan yang tidak dapat dipertanggungjawabkan. 

Sebelum interpretasi yang sesungguhnya dapat dimulai, maka dituntut adanya suatu latar belakang pengetahuan. Pengetahuan tersebut harus bersifat gramatikal kebahasaan serta bersifat sejarah maksudnya agar kita mempunyai alat dalam mempertimbangkan karya, yang ada mengenai lingkungan munculnya karya dan bahasa yang dipakai dalam karya tersebut. Dengan pengetahuan tersebut kita mendekati tugas interpretasi. Interpretasi nampaknya niscaya berupa suatu proses yang melingkar, yaitu setiap bagian dari suatu karya sastra misalnya dapat ditangkap lewat keseluruhannya. Sebaliknya, keseluruhannya hanya dapat ditangkap lewat bagian-bagiannya. Setiap bagian suatu karya sastra hanya dapat mempunyai arti yang tidak terbatas. Setiap kata selain istilah-istilah teknik tertentu, senantiasa lebih dari satu. Ekuivokasi kata atau arti bermacam ragam yang ditimbulkan kata dapat memberi berbagai macam kemungkinan. Sebuah kamus dapat bercerita tentang ruang lingkup kemungkinan arti, tapi di dalam ruang lingkup tersebut arti suatu kata dapat bergerak dengan bebas. Dilthey menyebutnya sebagai pasti secara tidak pasti. Arti suatu kata di dalam suatu kesempatan tertentu ditentukan arti fungsionalnya oleh sesuatu konteks. Demikian juga keadaannya dengan kata, juga kalimat, paragraf, bab, dan seluruh bagian struktural dari suatu karya. Interpretasi yang setepatnya dari masing-masing bagian dari keseluruhan tersebut bergantung pada struktur logis keseluruhan serta maksud tujuannya yang dapat bersifat ilmiah, polemis, oratoris dan seterusnya. 

Selanjutnya, keseluruhan terdiri atas bagian-bagian dan dapat dipahami hanya dengan membaca keseluruhannya secara berturut-turut dan membangun menjadi suatu gambaran yang bersifat saling bertautan (koheren). Dengan demikian, kita dihadapkan pada suatu lingkaran logis. Lingkaran yang sama juga dijumpai manakala kita mencoba memahami pengaruh-pengaruhnya yang dialami oleh pengarang atas suatu karyanya. Kita dapat memahami situasi apa yang terdapat di benaknya hanya jikalau kita telah mengetahui apa yang sudah dipikirkan. Lingkaran tersebut secara logis berpautan tidak terpecahkan, tapi dalam praktek dapat kita pecahkan setiap saat kita memahaminya. Dengan singkat secara garis besar kita memahami pada bagian-bagian, dan dari bagian-bagian itu kita memperoleh kesan yang pertama tentang keseluruhan tersebut. Dalam pengertian inilah kita mendapat suatu pemahaman, kita menangkap struktur atau bentuk dalam suatu karya, makna secara keseluruhan dan signifikansinya dalam setiap bagian. 

Proses hermeneutika selanjutnya bahwa arti suatu karya dapat terungkap secara lebih penuh lewat karya-karya lain si pengarang, dan arti karya-karya lain tersebut dapat dibaca lewat hidup dan watak si pencipta. Dari pengertian inilah dapat diperoleh suatu pemahaman kedaan-keadaannya sewaktu dia masih hidup, kemudian dipahami tulisan-tulisannya sebagai suatu kejadian dalam suatu proses sejarah budaya atau sejarah sosial yang jauh melampaui dirinya dan merupakan suatu bagian besar kisah umat manusia. Dengan demikian terlihat bahwa interpretasi suatu karya dapat berkembang dan meluas sehingga menjadi suatu studi sejarah. Pemahaman pada hakikatnya tidak dapat dipisahkan dengan apresiasi dan penentuan sehingga interpretasi secara perlahan-lahan berkembang menjadi kritik. Sejauh ini proses interpretasi hanya dipahami sebagai suatu proses logis namun sebenarnya lebih jauh dari itu yaitu proses interpretasi bertumpu pada suatu proyeksi diri kepada orang lain (Poespoprodjo, Interpretasi, Bandung: CV. Remadja Karya, 1987: 64). 

Berdasarkan prinsip-prinsip hermeneutika sebagaimana dikemukakan Dilthey tersebut nampak pada kita bahwa bahasa memiliki peranan yang sentral, karena proses dan dimensi hidup manusia tercover oleh bahasa. Kompleksitas kehidupan manusia dapat dipahami dan diinterpretasi melalui kacamata bahasa, yang diungkapkan oleh Dilthey bahwa keseluruhan dapat dipahami melalui bagian-bagiannya, sedangkan bagian-bagiannya dapat dipahami melalui keseluruhannya. 

(Lihat Prof. Dr. Kaelan, Filsafat Bahasa: Hakikat dan Realitas Bahasa, Yogyakarta: Paradigma, 2017, h. 191-193).


0 komentar:

Posting Komentar