alt/text gambar

Rabu, 05 Januari 2022

Topik Pilihan:

PERJANJIAN PRIMORDIAL

 

"Menurut Cak Nur, pada dasarnya, manusia itu diciptakan Allah dalam keadaan suci, cenderung kepada kebenaran atau hanif karena adanya perjanjian primordial. Tapi, manusia juga adalah makhluk yang bersifat lemah, yang mudah tergoda dengan dosa-dosa. Dosa itu selalu dirumuskan sebagai godaan. Manusia juga senang dengan hal-hal yang bersifat segera atau dalam Al Quran disebut sebagai makhluk yang tergesa-gesa. Melakukan dosa membuat hati manusia menjadi gelap. Dalam al Quran, dosa itu disebut zhulm, yang berarti kegelapan. Orang yang melakukan dosa disebut zhalim: melakukan kegelapan. Maksudnya: menggelapi hati yang dalam bahasa Arab, terutama dalam literatur kesufian, disebut nurani (bersifat cahaya). Hati adalah modal primordial manusia untuk mengetahui benar dan salah. Maka ada hadits: "Tanyalah kepada hati kecilmu." Bandingkan juga dengan pemikiran filosof besar Jerman dalam bidang etika, Immanuel Kant. Kata Kant, "Langit berbintang di atas saya dan hukum moral di dalam saya." 

Dalam surat Ar Ruum/30:30, menerima agama itu dikaitkan dengan menerima agama yang hanif, menuruti kecenderungan alami kita sendiri untuk mencari kebenaran dan kebaikan sesuai dengan fitrah Allah yang telah menciptakan manusia atas fitrah itu. Tidak ada perubahan ciptaan Allah itu. Artinya, fitrah itu abadi. Jadi, agama yang benar dan lurus adalah agama kemanusiaan primordial, ajaran ketundukan kemanusiaan universal, yakni kesucian asal kita. Namun, tidak banyak orang yang mengetahui. Jadi, sesuatu yang abadi dalam diri kita adalah kecenderungan akan hal-hal yang baik, dan kecenderungan untuk kembali kepada Allah. Itu sudah given, sudah fitrah kita. Akan tetapi, karena manusia juga bersifat "lembek", maka kita melakukan dosa yang menimbulkan efek membuat hati menjadi gelap. Ada stadium ketika kita mengalami "kebangkrutan spiritual", yaitu, seperti disebutkan dalam Al Quran, sebagai orang yang dihiaskan kepadanya kejahatannya sendiri, sehingga dosa sudah dipandangnya baik. Nah, untuk membimbing manusia agar tetap berada dalam fitrahnya, kesuciannya, maka Allah memberikan wahyu sebagaimana yang kita baca dalam Kitab-kitab Suci. Dalam Kitab Suci, terdapat berbagai aturan, termasuk juga di antaranya adalah perintah berpuasa. Puasa, salah satunya, adalah bertujuan agar manusia kembali kepada fitrahnya atau kepada perjanjian primordialnya. (Lihat Ahmad Gaus AF [ed.], Dialog Ramadlan Bersama Cak Nur, Jakarta: Paramadina, 2000).

0 komentar:

Posting Komentar