MANAJEMEN DAN KEPEMIMPINAN
Apa itu manajemen? Suatu rumusan yang sering dikemukakan tentang manajemen ialah: "suatu proses pencapaian tujuan organisasi lewat usaha orang-orang lain". Manajer ialah orang yang senantiasa memikirkan kegiatan untuk mencapai suatu tujuan organisasi. Tidak dijelaskan apakah kegiatan tersebut untuk organisasi industri atau perusahaan. Yang jelas, manajemen dapat diterapkan pada setiap organisasi: organisasi perusahaan, pendidikan, organisasi politik, rumah sakit, dan bahkan keluarga. Agar organisasi-organisasi tersebut dapat berhasil mencapai tujuan, maka diperlukan manajemen. Dengan kata lain, agar dapat mencapai tujuan organisasi, harus melalui suatu proses kegiatan kepemimpinan. Kegiatan pencapaian tujuan organisasi lewat kepemimpinan itu dapat dinamakan manajemen.
Manajemen merupakan jenis pemikiran yang khusus dari kepemimpinan di dalam usahanya mencapai tujuan organisasi. Kunci perbedaan antara manajemen dan kepemimpinan terletak pada istilah organisasi. Kepemimpinan dapat terjadi setiap saat di manapun asalkan ada seseorang yang berusaha mempengaruhi perilaku orang lain atau kelompok, tanpa mengindahkan bentuk alasannya. Dengan demikian, kepemimpinan bisa saja terjadi karena berusaha mencapai tujuan seseorang atau tujuan kelompok, dan itu bisa saja sama atau tidak selaras dengan tujuan organisasi. Dalam arti yang luas, kepemimpinan dapat dipergunakan setiap orang dan tidak hanya terbatas berlaku dalam suatu organisasi atau kantor tertentu. Seperti yang dikemukakan oleh beberapa rumusan pengertian di atas dan beberapa rumusan lain, bahwa kepemimpinan adalah kegiatan untuk mempengaruhi orang lain, atau seni mempengaruhi perilaku manusia, baik perorangan maupun kelompok. Kepemimpinan tidak harus dibatasi oleh aturan-aturan atau tata krama birokrasi. Kepemimpinan tidak harus diikat terjadi dalam suatu organisasi tertentu. Kepemimpinan bisa terjadi di mana saja, asalkan seseorang menunjukkan kemampuannya mempengaruhi perilaku orang-orang lain ke arah tercapainya suatu tujuan tertentu. Contohnya, seorang kiai atau ulama, besar pengaruhnya, sehingga mampu mempengaruhi tingkah laku seorang bupati dalam memimpin daerahnya. Kepemimpinan mempunyai ciri tidak harus terjadi dalam suatu organisasi tertentu. Tak dibatasi oleh jalur komunikasi struktural, melainkan bisa menjalin jalur network yang merembes secara luas melampaui jalur struktural. Apabila kepemimpinan itu dibatasi oleh tata krama birokrasi atau dikaitkan terjadinya dalam suatu organisasi tertentu, maka dinamakan manajemen. Fungsi-fungsi seperti planning, organizing, actuating/motivating, controlling, evaluating (POACE), adalah fungsi-fungsi pokok dalam manajemen (lihat Miftah Toha, Perilaku Organisasi: Konsep Dasar dan Aplikasinya, Jakarta: PT. RajaGrafindo Persada, 2003, h. 260-261)
Menurut Rensis Likert, pemimpin itu dapat berhasil jika bergaya 'participative management'. Gaya ini menetapkan bahwa keberhasilan pemimpin adalah jika berorientasi pada bawahan, dan mendasarkan pada komunikasi. Selain itu, semua pihak dalam organisasi--bawahan maupun pimpinan--menerapkan tata hubungan yang mendukung (supportive relationship) (Miftah Toha, Perilaku Organisasi: Konsep Dasar dan Aplikasinya, Jakarta: PT. RajaGrafindo Persada, 2003, h. 314).
Salah satu tindakan yang efektif untuk membangun harga diri adalah cara bagaimana mendengarkan anak buah. Manajer diharapkan mampu menguasai diri dan menunjukkan perilaku sebagai pendengar efektif, bukan pendengar reaktif. Pendengar efektif menunjukkan minat dan perhatian di samping menguasai keterampilan mendengarkan. Sedangkan perilaku pendengar reaktif cenderung emosional menanggapi tampilan orang dan cara berkomunikasi, bukan isi pesan. Ia cenderung reaktif dan mau mengintervensi ucapan sehingga ia hanya melihat penggalan-penggalan persoalan dan kehilangan makna secara keseluruhannya (Nichols dan Stevens, 1999: 1-24). Menurut hasil eksperimen Ralph Nichols dan Leonard Stevens, "Kegagalan komunikasi diadik, terutama tidak terletak pada bagaimana orang (anak buah) bicara atau mengungkapkan pikiran dan perasaan, melainkan dan terutama oleh bagaimana orang (manajer) mendengarkan ucapan orang lain yang ada di hadapannya." Kesimpulan tentang perilaku pendengar efektif dan pendengar reaktif ini tidak hanya berlaku untuk komunikasi diadik (antara atasan-bawahan), melainkan juga untuk kegiatan wawancara lisan tatap muka (Andre Hardjana, Komunikasi Organisasi: Strategi Interaksi dan Kepemimpinan, Depok, Rajawali Pers, 2021, h.57).
PUBLIC SPEAKING
Hal pertama yang mungkin terbayangkan saat hendak bicara di depan umum adalah pendapat atau penilaian orang lain terhadap performa-mu. Penilaian negatif menjadi suatu yang ditakutkan. Untuk mengatasi hal ini, Powell memberikan insights baru, yakni audiens datang itu untuk mendapatkan informasi darimu, mendapatkan hiburan, dan inspirasi.
Gaya kepemimpinan paling ideal menurut Blake dan Mouton, sebagaimana dikutip Andre Hardjana dalam bukunya Komunikasi Organisasi: Strategi Interaksi dan Kepemimpinan (Depok:Rajawali Press, 2021, h. 196-197), adalah 'gaya tim (9.9)'. Menurut gaya ini, pemimpin menunjukkan kepedulian tinggi pada tugas produksi maupun kesejahteraan anak buah. Ia memotivasi karyawan agar selalu mengejar prestasi, sedangkan karyawan merasa puas melakukan tugas, karena mereka percaya bahwa pimpinan memerhatikan kebutuhan mereka maupun penyelesaian tugas. Karyawan memeroleh kepuasan tinggi saat pekerjaan selesai. Pemimpin melakukan komunikasi partisipasi dalam pembuatan keputusan dan ia percaya bahwa tujuan personal karyawan maupun organisasi dapat dicapai bersama dengan diselaraskan--bukan dipertentangkan.
--------
"Membangun dan memelihara sistem komunikasi efektif adalah tanggung jawab utama seorang eksekutif." (Barnard, 1938: 218). Eksekutif yang sukses tahu bahwa sistem komunikasi efektif adalah faktor penentu dalam pencapaian tujuan organisasi. Sebaliknya, kekisruhan komunikasi adalah sumber segala petaka organisasi. "Semua persoalan besar dalam organisasi--baik organisasi bisnis, publik, maupun sosial--bila ditelusuri praktis mengait pada kekisruhan atau ketidakefektifan komunikasi." (Johnson, 1953: 56) (Andre Hardjana, Komunikasi Organisasi: Strategi Interaksi dan Kepemimpinan, Depok: Rajawali Press, 2021, h. 359)
Organisasi bisnis, menurut dokumen resmi didirikan untuk memenuhi kebutuhan dan mengabdi kepentingan masyarakat (Andre Hardjana, Komunikasi Organisasi: Strategi Interaksi dan Kepemimpinan, Depok: Rajawali Press, 2021, h. 127)
"Proses komunikasi intrapersonal berkat rangsangan lingkungan fisik tentu berbeda dengan proses yang dirangsang melalui teknologi, seperti bacaan koran, siaran audio (radio), siaran audio visual (TV), atau data komputer." (Andre Hardjana, Komunikasi Organisasi: Strategi Interaksi dan Kepemimpinan, Depok: Rajawali Press, 2021, h. 155)
Plato, dalam bukunya The Republic, membagi jiwa manusia itu menjadi tiga: 1. Philosophic (merupakan suatu alat untuk mencapai ilmu pengetahuan dan pemahaman; 2. Spirited (aspek dari jiwa manusia yang berusaha mencari kekuasaan dan ambisi; 3. Appetite (keinginan untuk memenuhi selera, seperti makan, minum, seks, uang). Plato percaya, bahwa satu dari tiga bagian ini bisa mendominasi tingkah laku manusia. Karenanya, Plato menggolongkan manusia ke dalam tiga tipe: filosofis, ambisius, dan lovers of gain (pecinta keberuntungan). Analisis Plato ini berpengaruh besar terhadap perkembangan ilmu organisasi (Miftah Toha, Perilaku Organisasi: Konsep Dasar dan Aplikasinya, Jakarta: PT. RajaGrafindo Persada, 2003, h. 11-12)
"Tidak peduli seberapa pintar dirimu, jika kamu tidak tahu cara bekerja sama dengan orang lain, kamu tidak akan pernah bisa sukses." -Jack Ma
------------++++++++-------+++
KOMUNIKASI ORGANISASI
Hampir setiap orang setuju bahwa komunikasi merupakan sumber kehidupan dan kedinamisan organisasi. Kata Chester Barnard, "Setiap teori organisasi yang tuntas, komunikasi akan menduduki suatu tempat yang utama, karena susunan, keluasan, dan cakupan organisasi secara keseluruhannya ditentukan oleh teknik komunikasi." Selanjutnya Katz dan Khan menegaskan, "Komunikasi adalah suatu proses sosial yang mempunyai relevansi terluas di dalam memfungsikan setiap kelompok, organisasi, atau masyarakat." Herbert Simon yang meninjau dari keputusan yang diambil dalam organisasi menyatakan: "Suatu pertanyaan yang harus dipertanyakan dalam setiap proses administrasi ialah bagaimanakah suatu keputusan itu dapat mempengaruhi setiap orang? Jawabnya: tanpa komunikasi, keputusan tidak bisa mempengaruhi mereka." Dari pendapat-pendapat tersebut, jelaslah bahwa komunikasi sangat berperanan dalam suatu organisasi. Organisasi sendiri merupakan kumpulan orang-orang yang selalu membutuhkan berkomunikasi dengan sesamanya. Organisasi, menurut Everett Rogers adalah suatu sistem individu yang stabil yang bekerja bersama-sama untuk mencapai tujuan bersama lewat suatu struktur hierarki dan pembagian kerja. (Miftah Toha, Perilaku Organisasi: Konsep Dasar dan Aplikasinya, Jakarta: PT. RajaGrafindo Persada, 2003, h. 185-186)
-----++++++++--------
PERANAN MANAJER
Menurut Henry Mintzberg, sebagaimana dikutip oleh Miftah Toha dalam bukunya Perilaku Organisasi: Konsep Dasar dan Aplikasinya, ada tiga peranan utama yang dimainkan oleh setiap manajer. Dari tiga itu dirinci lagi menjadi 10 peranan, antara lain:
1. Peranan hubungan antar pribadi (interpersonal role)
Aktivitas yang sering dilaksanakan dalam peranan ini antara lain kegiatan-kegiatan seremonial. Status menghendaki manajer harus mau menerima undangan-undangan, mendatangi upacara-upacara, dan lainnnya yang bersifat seremonial. Karena manajer mempunyai jabatan yang tinggi, maka eksesnya manajer tersebut harus mau mengadakan kontak dengan pihak-pihak luar.
Peranan ini dibagi lagi menjadi tiga peranan:
a. Peranan sebagai figurhead. Yakni peranan yang dilakukan untuk mewakili organisasi yang dipimpinnya dalam setiap kesempatan dan persoalan yang timbul secara formal. Manajer dianggap sebagai simbol dan berkewajiban melaksanakan tugas-tugas. Semua itu melibatkan aktivitas-aktivitas interpersonal. Menghadiri upacara-upacara pembukaan, peresmian, pengguntingan pita, pemukulan gong, dll, dalam rangka mewakili organisasi yang ia pimpin, termasuk ke dalam peranan figurhead.
b. Peranan sebagai leader (pemimpin). Yakni manajer bertindak sebagai pemimpin. Ia melakukan hubungan interpersonal dengan yang dipimpin, dengan melakukan fungsi-fungsi pokoknya, di antaranya: memimpin, memotivasi, mengembangkan, dan mengendalikan. Dalam organisasi informal, biasanya pemimpin diikuti karena karisma kekuasaan fisik. Sedangkan dalam organisasi formal, yakni pemimpin yang diangkat dari atas, seringkali tergantung pada kekuasaan yang melekat pada jabatan tersebut.
c. Peranan sebagai "liaison manajer" (pejabat penghubung). Manajer melakukan peranan mendapatkan informasi dengan cara berinteraksi dengan teman sejawat, staf, dan dengan banyak orang-orang di luar organisasi. Homans menyebut peranan ini sebagai hubungan pertukaran (exchange relationship), yakni manajer memberikan sesuatu agar dapat sesuatu pula.
2. Peranan yang berhubungan dengan informasi (Informational Role)
Hubungan-hubungan keluar membuat manajer mendapat informasi, dan kegiatan kepemimpinan membuat manajer sebagai pusat informasi bagi organisasinya. Sebagai kelanjutan dari peranan interpersonal (interpersonal role), Mintzberg merancang peranan kedua, yakni yang berhubungan dengan informasi. Peranan ini terdiri dari:
a. Sebagai monitor. Manajer sebagai penerima dan pengumpul informasi, agar ia mampu mengembangkan suatu pengertian yang baik dari organisasi yang dipimpinnya, dan mempunyai pemahaman yang komplit tentang lingkungannya. Manajer mencari informasi agar ia mampu mendikte perubahan, mengidentifikasi persoalan-persoalan dan kesempatan-kesempatan yang ada, untuk membangun pengetahuan tentang lingkungannya, menjadi tahu kapan suatu informasi harus diberikan untuk keperluan pembuatan keputusan. Manajer mesti memperoleh informasi seluas mungkin dari berbagai sumber, baik dari luar maupun dari dalam organisasi.
Informasi yang diterima oleh manajer dapat dikelompokkan ke dalam lima kategori:
- internal operations, yakni informasi tentang kemajuan pelaksanaan pekerjaan dalam organisasi, dan semua peristiwa yang ada hubungannya dengan pelaksanaan pekerjaan tersebut;
- external events, yakni peristiwa-peristiwa di luar organisasi, seperti informasi dari pelanggan, hubungan pribadi, pesaing, asosiasi, dan semua perkembangan ekonomi, politik, dll;
- informasi dari hasil analisis. Bawahan bisa menyediakan dalam bentuk kliping koran yang memuat artikel dari subjek yang dikehendaki oleh manajer. Dan seringkali manajer membutuhkan laporan atau briefing tentang hal-hal yang bertalian dengan keputusan yang bakal dibuat olehnya.
- buah pikiran dan kecenderungan. Manajer memerlukan suatu sarana untuk mengembangkan suatu pengertian yang baik atas kecenderungan-kecenderungan yang tumbuh dalam masyarakat, dan mempelajari tentang ide-ide atau buah pikiran yang baru. Caranya antara lain: menghadiri seminar, konferensi, memperhatikan surat saran dari masyarakat (kalau sekarang ada WA, misalnya. NE), membaca laporan-laporan singkat, menerima pendapat-pendapat dari bawahan, dsb.
- tekanan-tekanan. Manajer juga perlu mengetahui informasi yang ditimbulkan dari tekanan-tekanan dari pihak-pihak tertentu. Informasi yang berusaha mempengaruhi kebijakan manajer. Misalnya, bawahan-bawahan yang mengajukan usul-usul perbaikan, lapangan yang mencoba mempengaruhi perubahan cara kerja, dan serikat buruh yang mendesak pembaruan sistem kerja dan pengupahan.
b. Sebagai disseminator. Peranan ini dijalankan manajer dalam bentuk menyampaikan informasi dari luar ke dalam internal organisasi yang dipimpin. Dan informasi yang berasal dari bawahan atau staf ke bawahan atau staf lainnya. Informasi ini ada dua tipe: yakni "fakta" dan "nilai". Fakta contohnya undangan seminar. Ia harus sampaikan ke bagian umum untuk ditindaklanjuti. Sedangkan nilai adalah informasi yang berhubungan dengan referensi atau acuan-acuan tertentu yang perlu diketahui oleh staf atau bawahan, seperti tentang integritas, kejujuran, dsb.
c. Sebagai juru bicara (spokesman). Peranan ini dilakukan manajer untuk menyampaikan informasi ke luar lingkungan organisasi. Berbeda dengan disseminator yang hanya ke dalam internal organisasi, spokesman ialah pemberian informasi ke luar organisasi. Manajer mengetahui tentang organisasinya dan merupakan pusat informasi. Karena itu, ia bertindak mewakili organisasi. Mungkin sewaktu-waktu manajer melakukan lobbying untuk kepentingan organisasinya, mungkin pula melakukan hubungan masyarakat (humas), atau mungkin bertindak sebagai ahli di bidang tertentu.
3. Peranan Pembuat Keputusan (Decisional Role). Menurut sebagian orang, manajer justru dibayar mahal adalah untuk membuat keputusan. Ada empat peranan manajer yang dikelompokkan ke dalam pembuatan keputusan:
a). Peranan sebagai entrepreneur. Artinya, manajer bertindak sebagai pemrakarsa dan perancang dari banyak perubahan dalam organisasi. Peranan entrepreneur dimulai dari aktivitas melihat atau memahami secara teliti persoalan-persoalan organisasi yang mungkin bisa digarap. Kemudian manajer merancang suatu kegiatan untuk mengadakan perubahan-perubahan.
b). Peranan sebagai peng-handle gangguan (disturbance handler). Manajer bertanggung jawab terhadap organisasi ketika organisasinya terancam bahaya, seperti: akan dibubarkan, terkena gosip, isu-isu kurang baik, dsb. Manajer bertanggung jawab mengatasinya, karena manajer berkewajiban membawa organisasi ke keadaan bebas gangguan. Jika terjadi gangguan, tindakan koreksi diharapkan datang dari manajer.
c). Peranan sebagai pembagi sumber (resource allocator). Membagi sumber dana adalah suatu proses pembuatan keputusan. Manajer berperan memutuskan ke mana sumber dana akan didistribusikan ke bagian-bagian dari organisasinya. Sumber daya ini meliputi sumber yang berupa uang, waktu, perbekalan, SDM, dan reputasi.
d). Peranan sebagai negosiator. Dari waktu ke waktu, organisasi akan mendapatkan dirinya selalu terlibat dalam kancah negosiasi dengan pihak lain, baik di luar organisasi maupun di dalam organisasi. Manajer bertindak sebagai pimpinan kontingen untuk membicarakan atau mendiskusikan segala perkara yang diagendakan dalam negosiasi. Manajer berperan untuk menyusun strategi yang menguntungkan organisasinya (Miftah Toha dalam bukunya Perilaku Organisasi: Konsep Dasar dan Aplikasinya, (Jakarta: PT. RajaGrafindo Persada, 2003, h. 264-275).
***
BEDA PEMIMPIN DAN PEJABAT
Seorang pemimpin bisa memimpin dengan dan tanpa jabatan. Jadi, tak mesti pemimpin itu memegang jabatan tertentu. Artinya, ada seseorang yang memegang jabatan formal yang tinggi, tapi ia bukan pemimpin. Ia berada dalam bayang-bayang sosok lain yang lebih berpengaruh dari dirinya, yang mendiktekan kebijakan-kebijakan strategis kepadanya. Jadi, kepemimpinan adalah pengaruh. Oleh karena itu, adakalanya sosok yang tanpa jabatan lebih berpengaruh ketimbang pemimpin formal. Kesimpulannya: pemimpin itu bisa punya jabatan formal, bisa juga tak punya jabatan (lihat M Alfan Alfian, Wawasan Kepemimpinan Politik: Perbincangan Kepemimpinan di Ranah Kekuasaan, Bekasi: PT Penjuru Ilmu Sejati, 2016, h. 117-118).
Kepemimpinan adalah kegiatan untuk mempengaruhi orang lain, atau seni mempengaruhi perilaku manusia, baik perorangan maupun kelompok. Kepemimpinan tidak harus dibatasi oleh aturan-aturan atau tata krama birokrasi. Kepemimpinan tidak harus diikat terjadi dalam suatu organisasi tertentu. Kepemimpinan bisa terjadi di mana saja, asalkan seseorang menunjukkan kemampuannya mempengaruhi perilaku orang-orang lain ke arah tercapainya suatu tujuan tertentu. Contohnya, seorang kiai atau ulama, besar pengaruhnya, sehingga mampu mempengaruhi tingkah laku seorang bupati dalam memimpin daerahnya. Kepemimpinan mempunyai ciri tidak harus terjadi dalam suatu organisasi tertentu. Tak dibatasi oleh jalur komunikasi struktural, melainkan bisa menjalin jalur network yang merembes secara luas melampaui jalur struktural (lihat Miftah Toha, Perilaku Organisasi: Konsep Dasar dan Aplikasinya, Jakarta: PT. RajaGrafindo Persada, 2003, h. 260)
"Konsep kekuasaan (power) erat sekali hubungannya dengan konsep kepemimpinan. Dengan kekuasaan, pemimpin memperoleh alat untuk mempengaruhi perilaku para pengikutnya." --Miftah Toha, Perilaku Organisasi, h. 329.
Kebudayaan dan lingkungan masyarakat tertentu juga merupakan salah satu faktor yang kuat dalam mempengaruhi sikap, nilai, dan cara seseorang memandang dan memahami keadaan di dunia ini (Miftah Toha, Perilaku Organisasi: Konsep Dasar dan Aplikasinya, Jakarta: PT. RajaGrafindo Persada, 2003, h. 148)
***
"Akademi militer rasanya itu sebuah lembaga yang dikenal sampai dengan hari ini mencetak kader-kader patriot, pemimpin, tak hanya di militer, tapi juga di semua lini profesi dan pengabdian." (AHY)
"Sebetulnya tidak pernah ada kata-kata dipersiapkan untuk menjadi jenderal di masa depan. Lembah Tidar mempersiapkan para pemimpin masa depan." (AHY)
***
Tiga Sifat yang Menentukan Keberhasilan dalam Kepemimpinan dan Manajerial
1. Kemampuan untuk melakukan supervisi
2. Inteligensi
3. Inisiatif
Tiga hal ini berhubungan erat dalam menentukan keberhasilan pemimpin dalam proses manajerial. Kemampuan supervisi adalah kemampuan untuk memimpin pihak lain, mengorganisir, serta mengintegrasikan aktivitas-aktivitas sehingga tujuan kelompok dapat dicapai.
Ini merupakan hasil riset dari Edwin E. Chiselli sebagaimana dikutip Dr Winardi SE dalam bukunya Kepemimpinan dalam Manajemen (Jakarta: PT Rineka Cipta, h. 51)
**
Seorang pemimpin "memimpin", bukan "memaksa". Ia memimpin pengikutnya untuk mencapai apa yang awalnya dianggap tak mampu dicapai. Seorang pemimpin, oleh karena itu, harus mengenal sifat-sifat individual pengikut-pengikutnya, dan ia mesti mengetahui kualitas-kualitas apa yang akan merangsang pengikutnya untuk bekerja sebaik mungkin. Seorang pemimpin harus memiliki kemampuan untuk membangkitkan kekuatan emosional maupun rasional para pengikutnya. Oleh karena itu, kepemimpinan itu lebih bersifat emosional ketimbang intelektual ataupun rasional (Dr Winardi SE, Kepemimpinan dalam Manajemen, Jakarta: PT Rineka Cipta, h. 57-58).
**
MEMIMPIN ADALAH MEMPENGARUHI
Memimpin adalah mempengaruhi: mempengaruhi orang lain untuk mencapai tujuan organisasi. Karena itu, jika Anda tak punya "pengaruh", Anda tak dapat memimpin. Tapi apa itu "pengaruh"?
Istilah "pengaruh" (influence)—menurut Dr Winardi SE, dalam bukunya Kepemimpinan dalam Manajemen, (Jakarta: PT Rineka Cipta, h. 71-72)—kerapkali digunakan bersama-sama dengan istilah lain seperti misalnya "kekuasaan" (power) dan atau otoritas (authority). Di penjelasan Winardi ini, kita mulai bisa memahami apa sebenarnya yang dimaksud "pengaruh" dalam proses kepemimpinan dan manajemen.
Jadi, sumber-sumber power ada banyak. Dalam manajemen, sumber-sumber kekuasaan (power) dapat dikategorikan menjadi tiga jenis: kekuasaan posisi (position power), kekuasaan pribadi (personal power), dan kekuasaan politik (political power).
Kekuasaan posisi (position power), misalnya, jabatan atau posisi formal seseorang dalam organisasi.
Kekuasaan personal (personal power) adalah yang berasal dari personal seseorang, seperti: keterampilan, pengetahuan, keahlian, pengalaman, kharisma, atau kualitas lain yang dimiliki seseorang.
Sedangkan kekuasaan politis (political power) bersumber dari dukungan politis yang dimiliki seseorang.
Dan otoritas adalah hak dan kekuasaan yang dimiliki seseorang untuk membuat keputusan, memberikan perintah, dan mengarahkan orang lain dalam suatu organisasi. Otoritas ini juga didapatkan oleh seseorang karena posisi tertentu. Jabatan, misalnya. Otoritas (authority) adalah kekuasaan yang dilembagakan pada organisasi-organisasi formal.
***
Teori Sifat dalam Leadership
Dalam kajian tentang leadership (kepemimpinan), ada teori kepemimpinan yang dinamakan "teori sifat" (Trait Theory)/the traitist theory of leadership. Teori ini merupakan hasil dari meneliti sejumlah pemimpin dengan mempelajari sifat-sifat mereka.
Menurut teori ini, pemimpin-pemimpin yang berhasil dan sukses dalam memimpin itu memiliki sifat-sifat tertentu.
Ada tiga ahli yang mengemukakan "teori sifat" ini, yaitu: Ordway Tead, Edwin H. Schell, dan Chester I. Barnard.
Menurut Ordway Tead, dalam bukunya The Art of Leadership, ada 10 sifat yang dianggap perlu dimiliki seorang pemimpin:
1. Memiliki fisik dan mental yang kuat (physical and nervous energy);
2. Memahami tujuan dan arah (A sense of purpose and direction);
3. Antusiasme (enthusiasm);
4. Ramah dan afeksi (friendliness and affection);
5. Integritas (integrity; keutuhan, kejujuran,ketulusan hati);
6. Kemampuan teknis (technical mastery);
7. Dapat mengambil keputusan (decisiveness);
8. Inteligensi (intelligence);
9. Kemampuan mengajarkan sesuatu (teaching skill);
10. Kepercayaan (faith).
Menurut Edwin H. Schell, dalam bukunya The Technique of Executive Control, ada tiga sifat penting yang dimiliki oleh pemimpin yang membuatnya sukses dalam memimpin, yaitu:
1 Perhatian dan afeksi pada manusia;
2 Kekuatan kepribadian;
3 Pikiran ilmiah.
Sedangkan menurut Chester I. Barnard, dalam bukunya The Function of The Executive, kepemimpinan memiliki dua macam aspek:
1 Seorang yang 'menonjol' (outstanding) dalam segi fisik, skill, teknologi, persepsi, pengetahuan, ingatan, dan imajinasi, akan menimbulkan perasaan "kagum" pada orang lain, dan ia dapat memimpin pihak bawahan;
2 Determinasi, persistensi, ketahanan (endurance) dan keberanian (courage).
(Lebih jelas, lihat Dr Winardi SE, Kepemimpinan dalam Manajemen, Jakarta: PT Rineka Cipta, 2000, h. 82-84. Lihat juga Dr. Kartini Kartono, Pemimpin dan Kepemimpinan: Apakah Kepemimpinan Abnormal Itu?, Jakarta: PT RajaGrafindo Persada, 2010, h. 43-47).
***
Pemimpin Harus Memahami Kebutuhan Bawahan
Masalah dasar kepemimpinan adalah pengembangan skill yang secara konstruktif mempengaruhi pihak bawahan untuk mencapai tujuan, tujuan yang dispesifikasi. Seorang manajer yang ingin memperbaiki kemampuannya guna mempengaruhi pihak lain, perlu mengerti dirinya sendiri, bawahannya, situasi di mana kelompok bekerja dan teknik-teknik komunikasi dengan apa dilaksanakan pengaruh.
Kebutuhan Pihak Atasan dan Bawahan.
Sejak dahulu orang sudah mengetahui bahwa manusia mempunyai kebutuhan-kebutuhan pribadi dan para ahli ilmu jiwa dewasa ini telah mengklasifikasinya sebagai berikut:
1. kebutuhan fisik;
2. kebutuhan psikis;
3. kebutuhan sosial.
Contoh kebutuhan-kebutuhan di atas:
- Kebutuhan fisik: perlindungan, perumahan, komfort
- Kebutuhan psikis: Sifat ingin tahu dan prestasi intelektual
- Kebutuhan sosial: berkawan, itikad baik (goodwill), dan penghargaan (apreciation).
Para manajer akan menjadi pemimpin yang tidak efektif jika tak memperhatikan kebutuhan-kebutuhan tersebut dalam proses "mempengaruhi pihak lain" (Dr Winardi SE, Kepemimpinan dalam Manajemen, Jakarta: PT Rineka Cipta, 2000, h. 84-85).
***
SYARAT-SYARAT KEPEMIMPINAN
Persyaratan kepemimpinan selalu dikaitkan dengan tiga hal penting:
1. Kekuasaan. Kekuasaan ialah kekuatan, otoritas dan legalitas yang memberikan wewenang kepada pemimpin guna mempengaruhi untuk menggerakkan bawahan untuk berbuat sesuatu.
2. Kewibawaan. Kewibawaan ialah kelebihan, keunggulan, keutamaan, sehingga orang mampu "mbawani" atau mengatur orang lain, sehingga orang tersebut patuh pada pemimpin, dan bersedia melakukan perbuatan-perbuatan tertentu.
3. Kemampuan. Kemampuan ialah segala daya, kesanggupan, kekuatan dan kecakapan/keterampilan teknis maupun sosial, yang dianggap melebihi dari kemampuan anggota biasa.
Stogdill dalam bukunya Personal Factor Associated with Leadership yang dikutip oleh James A. Lee dalam bukunya Management Theories and Prescriptions, menyatakan, bahwa pemimpin itu harus memiliki beberapa kelebihan, yaitu:
1. Kapasitas: kecerdasan, kewaspadaan, kemampuan berbicara atau verbal facility, keaslian, kemampuan menilai.
2. Prestasi/achievement: gelar kesarjanaan, ilmu pengetahuan, perolehan dalam olah raga dan atletik dan lain-lain.
3. Tanggung jawab: mandiri, berinisiatif, tekun, ulet, percaya diri, agresif, dan punya hasrat untuk unggul.
4. Partisipasi: aktif, memiliki sosiabilitas tinggi, mampu bergaul, kooperatif atau suka bekerja sama, mudah menyesuaikan diri, punya rasa humor.
5. Status: meliputi kedudukan sosial-ekonomi yang cukup tinggi, populer, tenar.
Sedang Earl Nightingale dan Whitt Schult dalam bukunya Creative Thinking: How to win Ideas, (1965), menuliskan kemampuan pemimpin dan syarat yang harus dimiliki ialah:
1) Kemandirian, berhasrat memajukan diri sendiri (individualism);
2) Besar rasa ingin tahu, dan cepat tertarik pada manusia dan benda-benda (curious);
3) Multiterampil atau memiliki kepandaian beraneka ragam;
4) Memiliki rasa humor, antusiasme tinggi, suka berkawan;
5) Perfeksionis, selalu ingin mendapatkan yang sempurna;
6) Mudah menyesuaikan diri, adaptasinya tinggi;
7) Sabar namun ulet, serta tidak "mandek" berhenti;
8) Waspada, peka, jujur, optimistis, berani, gigih, ulet realistis;
9) Komunikatif, serta pandai berbicara atau berpidato;
10) Berjiwa wiraswasta;
11) Sehat jasmaninya, dinamis, sanggup dan suka menerima tugas yang berat, serta berani mengambil risiko;
12) Tajam firasatnya, tajam, dan adil pertimbangannya;
13) Berpengetahuan luas, dan haus akan ilmu pengetahuan;
14) Memiliki motivasi tinggi, dan menyadari target atau tujuan hidupnya yang ingin dicapai, dibimbing oleh idealisme tinggi;
15) Punya imajinasi tinggi, daya kombinasi, dan daya inovasi.
Yang jelas, pemimpin itu harus memiliki beberapa kelebihan—dibanding dengan anggota-anggota biasa lainnya. Sebab karena kelebihan-kelebihan tersebut dia bisa berwibawa dan dipatuhi oleh bawahannya.
Terutama sekali ialah:
kelebihan di bidang moral dan akhlak, semangat juang, ketajaman inteligensi, kepekaan terhadap lingkungan, dan ketekunan-keuletan (Ausdauer). Dan yang penting lainnya ialah memiliki integritas kepribadian tinggi, sehingga dia menjadi dewasa-matang, bertanggung jawab, dan susila. (Dr. Kartini Kartono, Pemimpin dan Kepemimpinan: Apakah Kepemimpinan Abnormal Itu?, Jakarta: PT RajaGrafindo Persada, 2010, h. 36-38).
***
George R. Terry dalam bukunya Principles of Management, (1964), menuliskan sepuluh sifat pemimpin yang unggul, yaitu:
1) Kekuatan.
Kekuatan jasmani dan rohani merupakan syarat pokok bagi pemimpin yang harus bekerja lama dan berat pada waktu-waktu yang lama serta tidak teratur, dan di tengah-tengah situasi-situasi yang sering tidak menentu. Oleh karena itu ausdauer atau daya-tahan untuk mengatasi pelbagai rintangan adalah syarat yang harus ada pada pemimpin.
2) Stabilitas emosi.
Pemimpin yang baik itu memiliki emosi yang stabil. Artinya dia tidak mudah marah, tersinggung perasaan, dan tidak meledak-ledak secara emosional. Ia menghormati martabat orang lain, toleran terhadap kelemahan orang lain, dan bisa memaafkan kesalahan-kesalahan yang tidak terlalu prinsipiil. Semua itu diarahkan untuk mencapai lingkungan sosial yang rukun damai, harmonis, dan menyenangkan.
3) Pengetahuan tentang relasi insani.
Salah satu tugas pokok pemimpin ialah memajukan dan mengembangkan semua bakat serta potensi anak buah, untuk bisa bersama-sama maju dan mengecap kesejahteraan. Karena itu pemimpin diharapkan memiliki pengetahuan tentang sifat, watak, dan perilaku anggota kelompoknya, agar ia bisa menilai kelebihan dan kelemahan/keterbatasan pengikutnya, yang disesuaikan dengan tugas-tugas atau pekerjaan yang akan diberikan pada masing-masing individu.
4) Kejujuran.
Pemimpin yang baik itu harus memiliki kejujuran yang tinggi, yaitu jujur pada diri sendiri dan pada orang lain (terutama bawahannya). Dia selalu menepati janji, tidak "selingkuh" atau munafik, dapat dipercaya, dan berlaku adil terhadap semua orang.
5) Objektif.
Pertimbangan pemimpin itu harus berdasarkan hati nurani yang bersih, supaya objektif (tidak subjektif, berdasar prasangka sendiri). Dia akan mencari bukti-bukti nyata dan sebab-musabab setiap kejadian dan memberikan alasan yang rasional atas penolakannya.
6) Dorongan pribadi.
Keinginan dan kesediaan untuk menjadi pemimpin itu harus muncul dari dalam hati sanubari sendiri. Dukungan dari luar akan memperkuat hasrat sendiri untuk memberikan pelayanan dan pengabdian diri kepada kepentingan orang banyak.
7) Keterampilan berkomunikasi.
Pemimpin diharapkan mahir menulis dan berbicara; mudah menangkap maksud orang lain, cepat menangkap esensi pernyataan orang luar dan mudah memahami maksud para anggotanya. Juga pandai mengkoordinasikan macam-macam sumber tenaga manusia, dan mahir mengintegrasikan pelbagai opini serta aliran yang berbeda-beda untuk mencapai kerukunan dan keseimbangan.
8) Kemampuan mengajar.
Pemimpin yang baik itu diharapkan juga menjadi guru yang baik. Mengajar itu adalah membawa siswa (orang yang belajar) secara sistematis dan intensional pada sasaran-sasaran tertentu, guna mengembangkan pengetahuan, keterampilan/kemahiran teknis tertentu, dan menambah pengalaman mereka. Yang dituju ialah agar para pengikutnya bisa mandiri, mau memberikan loyalitas dan partisipasinya.
9) Keterampilan sosial.
Pemimpin juga diharapkan memiliki kemampuan untuk "mengelola" manusia, agar mereka dapat mengembangkan bakat dan potensinya. Pemimpin dapat mengenali segi-segi kelemahan dan kekuatan setiap anggotanya, agar bisa ditempatkan pada tugas-tugas yang cocok dengan pembawaan masing-masing. Pemimpin juga mampu mendorong setiap orang yang dibawahinya untuk berusaha dan mengembangkan diri dengan cara-caranya sendiri yang dianggap paling cocok. Dia bersikap ramah, terbuka, dan mudah menjalin persahabatan berdasarkan rasa saling percaya-mempercayai. Dia menghargai pendapat orang lain, untuk bisa memupuk kerja sama yang baik dalam suasana rukun dan damai.
10) Kecakapan teknis atau kecakapan manajerial.
Pemimpin harus superior dalam satu atau beberapa kemahiran teknis tertentu. Juga memiliki kemahiran manajerial untuk membuat rencana, mengelola, menganalisis keadaan, membuat keputusan, mengarahkan, mengontrol, dan memperbaiki situasi yang tidak mapan. Tujuan semua ini ialah tercapainya efektivitas kerja, keuntungan maksimal, dan kebahagiaan-kesejahteraan anggota sebanyak-banyaknya (Dr. Kartini Kartono, Pemimpin dan Kepemimpinan: Apakah Kepemimpinan Abnormal Itu?, Jakarta: PT RajaGrafindo Persada, 2010, h. 47-50).
***
"Keberhasilan kepemimpinan itu bergantung pada kemampuan pemimpin menjabarkan kebijakan (policy) organisasi dan ide-ide sendiri ke dalam pengertian-pengertian praktis, yang bisa dipahami dan dapat dilaksanakan oleh para pengikut atau bawahannya." (Dr. Kartini Kartono, Pemimpin dan Kepemimpinan: Apakah Kepemimpinan Abnormal Itu?, Jakarta: PT RajaGrafindo Persada, 2010, h. 138)
***
KOMUNIKASI DALAM ORGANISASI
Keberhasilan kepemimpinan itu bergantung pada kemampuan pemimpin menjabarkan kebijakan (policy) organisasi dan ide-ide sendiri ke dalam pengertian-pengertian praktis, yang bisa dipahami dan dapat dilaksanakan oleh para pengikut atau bawahannya.
Maka komunikasi yang efektif dan terbuka akan memudahkan penjabaran kebijakan tersebut, sekaligus juga memberikan fasilitas kelancaran kerja. Komunikasi ini juga menjadi sarana primer untuk mengubah tingkah laku, dengan jalan mempengaruhi dan meyakinkan para pengikut.
Maka ada dua bentuk komunikasi dalam kepemimpinan organisasi, yaitu komunikasi satu arah atau one way communication, dan komunikasi dua arah atau two way communication.
Keuntungan dari komunikasi searah antara lain ialah sebagai berikut:
Dapat berlangsung cepat dan efisien, berlangsung top-down;
Dapat melindungi pemimpin, sehingga orang atau para pengikut tidak dapat melihat dan menilai kesalahan-kesalahan dan kelemahan pemimpin.
Sedangkan kelemahan pada komunikasi satu arah ialah:
- Kepemimpinannya bersifat otoriter;
- Dapat menimbulkan ketidakjelasan, salah paham, penafsiran yang keliru, sentimen dan banyak ketegangan.
Selanjutnya, keuntungan, dan kerugian dari komunikasi dua arah dapat disebutkan di bawah ini.
Keuntungan Komunikasi dua arah ialah:
- Semua perintah dapat diterima dengan lebih akurat-tepat, karena dapat ditanyakan dan didiskusikan apabila pesan-pesan yang diberikan kurang dapat dimengerti.
- Bisa dikurangi salah paham dan salah interpretasi.
- Suasananya lebih demokratis.
Sebaliknya, beberapa segi kelemahan dari komunikasi dua arah ialah:
- Komunikasi dan kepatuhan berlangsung lebih lambat.
- Kemungkinan besar muncul sikap "menyerang" pada pengikut/anak buah, dan terdapat sikap bertahan pada diri pemimpin.
- Setiap saat bisa timbul masalah-masalah baru yang tidak terduga-duga dengan adanya dialog terbuka. Artinya, dapat muncul satu seri permasalahan kepemimpinan (manajemen) baru, yang bisa menyulitkan posisi pemimpin.
Sehubungan dengan pembagian tugas pekerjaan dalam struktur organisasi, khususnya organisasi-organisasi formal, modern, dan maha-kompleks, maka masalah "koordinasi" merupakan masalah yang sangat pelik; lalu masalah paling gawat dalam koordinasi tersebut ialah komunikasi. Sebab, tanpa komunikasi yang efisien dan terkoordinasi dengan baik, tidak mungkin orang mengadakan kerja sama yang baik. Juga tidak mungkin terjalin relasi manusiawi yang menyenangkan.
Komunikasi yang tidak lancar dapat menimbulkan banyak dampak buruk, antara lain ialah:
(1) Timbulnya sentimen-sentimen, prasangka-prasangka, dan ketegangan-ketegangan di kalangan para anggota organisasi.
(2) Memunculkan konflik-konflik di antara bermacam-macam tingkatan dalam organisasi garis atau organisasi model piramidal. (Dr. Kartini Kartono, Pemimpin dan Kepemimpinan: Apakah Kepemimpinan Abnormal Itu?, Jakarta: PT RajaGrafindo Persada, 2010, h. 138-140).
***
Pengambilan Keputusan dalam Kepemimpinan
H.A. Simon dalam bukunya Administrative Behaviour (1947), mengemukakan tiga proses dalam pengambilan keputusan, yaitu:
1) Inteligence activity, yaitu proses penelitian situasi dan kondisi dengan wawasan yang inteligent.
2) Design activity, yaitu proses menemukan masalah, mengembangkan pemahaman dan menganalisis kemungkinan pemecahan masalah serta tindakan lebih lanjut; jadi ada perencanaan pola kegiatan.
3) Choice activity, yaitu memilih salah-satu tindakan dari sekian banyak alternatif atau kemungkinan pemecahan.
Teori lain yang dikemukakan oleh Stuart Chase dalam bukunya The propers Study of Mankind (1956”), mengemukakan pendapat sebagai berikut. Untuk memecahkan macam-macam permasalahan hidup yang dihadapi setiap hari, terutama masalah yang rumit, manusia selalu diharuskan melakukan pilihan dari sekian banyak alternatif. Untuk sampai pada satu keputusan, manusia menggunakan enam cara, yaitu:
1) Memohon petunjuk kepada Tuhan Yang Maha Kuasa.
2) Memohon restu dan petunjuk dari orang-orang bijaksana (semakin tua penasihat tersebut, makin baik atau makin arif petuah-petuahnya).
3) Mendasarkan diri pada firasat dan intuisi sendiri.
4) Menggunakan akal sehat atau common sense.
5) Melandaskan diri pada daya pikir yang logis (logika).
6) Menggunakan cara-cara penyelesaian ilmiah (yaitu disertai penelitian, data faktual, analisis, verifikasi, bukti-bukti).
Enam cara ini dapat diterapkan secara tunggal murni, akan tetapi seringkali orang menggunakan kombinasi dari beberapa atau keenam cara tersebut. (Dr. Kartini Kartono, Pemimpin dan Kepemimpinan: Apakah Kepemimpinan Abnormal Itu?, Jakarta: PT RajaGrafindo Persada, 2010, h. 146-147).
***
"Kepemimpinan adalah kemampuan untuk memberikan pengaruh yang konstruktif kepada orang lain untuk melakukan satu usaha kooperatif mencapai tujuan yang sudah dicanangkan." (Dr. Kartini Kartono, Pemimpin dan Kepemimpinan: Apakah Kepemimpinan Abnormal Itu?, Jakarta: PT RajaGrafindo Persada, 2010, h. 153).
***
KUALITAS-KUALITAS YANG MESTI DIMILIKI SEORANG PEMIMPIN
1) kemampuannya untuk mempengaruhi orang-orang lain;
2) sifat dan sikapnya yang "unggul", sehingga mempunyai kewibawaan terhadap penganut-penganutnya;
3) memiliki informasi, pengetahuan, dan pengalaman luas yang lebih banyak kaya-kaya;
4) pandai bergaul dan berkomunikasi, memiliki kemahiran human relation yang baik. (Dr. Kartini Kartono, Pemimpin dan Kepemimpinan: Apakah Kepemimpinan Abnormal Itu?, Jakarta: PT RajaGrafindo Persada, 2010, h. 159).
***
Beberapa Definisi Kepemimpinan
1) Ordway Tead (dalam The Art of Leadership): Kepemimpinan adalah kegiatan mempengaruhi orang-orang, agar mereka bekerja sama dalam mencapai tujuan yang diinginkan.
2) George R. Terry (dalam Principle of Management): Kepemimpinan adalah kegiatan mempengaruhi orang-orang agar mereka suka berusaha mencapai tujuan-tujuan kelompok.
3) Howard H. Hoyt (dalam Aspect of Modern Public Administration): Kepemimpinan adalah seni untuk mempengaruhi tingkah laku manusia, kemampuan untuk membimbing orang. (Dr. Kartini Kartono, Pemimpin dan Kepemimpinan: Apakah Kepemimpinan Abnormal Itu?, Jakarta: PT RajaGrafindo Persada, 2010, h. 160).
***
BEBERAPA PENDEKATAN TENTANG SYARAT KEPEMIMPINAN
Untuk menentukan persyaratan-persyaratan seseorang menjadi pemimpin, William G. Scott mengemukakan beberapa pendekatan, yaitu:
a) The "Great Man" approach (pendekatan "Orang Besar").
b) The trait approach (pendekatan ciri atau sifat).
c) The modified trait approach (pendekatan ciri yang sudah diubah).
d) The situasional approach (pendekatan situasional).
Scott menyatakan, bahwa semua kelompok, baik yang formal maupun yang informal, selalu membutuhkan pelaksanaan fungsi-fungsi kepemimpinan karena semuanya akan menentukan siapakah pemimpinnya, dan siapa pula yang akan dipimpin dalam satu gerakan/kegiatan organisasi.
Pendekatan "orang besar" menyatakan adanya kemampuan yang luar biasa dari seorang pemimpin, sehingga dengan segenap kualitas unggulnya dia dapat membawa para pengikut kepada sasaran yang ingin dicapai. Sifat-sifat utamanya antara lain ialah inteligensi tinggi, kemampuan berkomunikasi, dan kepekaan terhadap iklim psikis kelompoknya.
Pendekatan "trait atau sifat-sifat", menyatakan sederetan sifat-sifat unggul, sehingga pemimpin mampu mempengaruhi para pengikutnya melakukan tugas-tugas tertentu, sesuai dengan prinsip pembagian tugas (prinsip diferensiasi).
Sedangkan pendekatan "modified trait approach" menyatakan, bahwa sifat-sifat unggul itu dapat diubah, diganti secara luwes, atau dibatasi, sesuai dengan tuntutan situasi dan kondisi.
Selanjutnya, pendekatan "situasional" menyatakan, bahwa sifat-sifat pribadi pemimpin itu bukan satu-satunya hal yang menentukan derajat dan kualitas pemimpin, melainkan situasi dan lingkunganlah merupakan faktor penentunya. Maka, mungkin terjadi, bahwa seorang pemimpin yang efisien pada saat sekarang ini, belum tentu mampu menjabat tugas kepemimpinan pada saat lain dengan kondisi-kondisi yang berbeda. Contohnya, seorang kapten pilot pesawat terbang yang mengalami pendaratan darurat di daerah rawa-rawa atau daerah hutan belukar, belum tentu mampu menjadi pemimpin dan penunjuk jalan/pemandu di daerah hutan dan rawa tersebut. Dia akan rela menyerahkan kepemimpinan "ke luar dari daerah paya dan hutan" kepada seseorang yang terbiasa hidup di daerah sedemikian itu. (Dr. Kartini Kartono, Pemimpin dan Kepemimpinan: Apakah Kepemimpinan Abnormal Itu?, Jakarta: PT RajaGrafindo Persada, 2010,
h. 160-161).
***
DUA TEORI TENTANG "TERCIPTANYA" PEMIMPIN
Sifat-sifat fungsional kepemimpinan itu erat berkaitan dengan situasinya. Keadaan darurat dan kondisi lingkungan dapat mendorong seseorang—siapapun juga—untuk menjadi pemimpin, karena dia mampu melakukan tindakan-tindakan yang tepat dalam menanggapi tantangan situasinya. Apabila organisasi ada dalam keadaan kritis menghadapi ancaman dan bahaya, maka biasanya secara spontan akan muncul seorang pemimpin yang mampu mengatasi kemelut, yang sehari-harinya justru berfungsi sebagai anggota biasa. Dalam hal ini ada kepercayaan yang datang dari luar/lingkungan untuk mengangkat pribadi yang bersangkutan sebagai pemimpin. Tampaknya memang ada pendapat-pendapat yang bertentangan antara para situasionis (penganut faktor situasi yang dominan) dan para penganut traitist (yang dominan adalah sifat-sifat dari pemimpin), karena masing-masing akan menekankan variabel yang diminatinya. Memang sulit untuk memutuskan variabel mana yang lebih dominan, yaitu apakah sifat-sifat dan kemampuan seseorang pemimpin, ataukah situasi dan keinginan kelompok itulah yang "mencetak" seorang pemimpin. Kedua-duanya bisa dituntut secara bergantian atau bersamaan. (Dr. Kartini Kartono, Pemimpin dan Kepemimpinan: Apakah Kepemimpinan Abnormal Itu?, Jakarta: PT RajaGrafindo Persada, 2010,h. 162).
***
MANAJER ADALAH JUGA SEORANG PEMIMPIN
Seorang manajer adalah juga seorang pemimpin. Tapi seorang pemimpin belum tentu adalah juga seorang manajer, terutama pemimpin informal.
Setiap fungsi manajemen memerlukan pemimpin dan kepemimpinan. Tanpa kepemimpinan yang baik, organisasi akan kacau balau dan terhambat. Dalam pelaksanaan managing (manajemen), seorang manajer adalah juga merupakan seorang pemimpin yang memancarkan kepemimpinannya, sesuai asas-asas kepemimpinan yang baik. Sebab, seorang manajer yang bukan pemimpin, pasti tidak akan memiliki keterampilan memimpin untuk melaksanakan tugas-tugas managing yang baik (lihat Dr. Kartini Kartono, Pemimpin dan Kepemimpinan: Apakah Kepemimpinan Abnormal Itu?, Jakarta: PT RajaGrafindo Persada, 2010, h. 175 dan 182-183).
***
"Tidak ada prajurit yang buruk; yang ada hanyalah perwira-perwira yang buruk." —Napoleon Bonaparte, dalam Dr. Kartini Kartono, Pemimpin dan Kepemimpinan: Apakah Kepemimpinan Abnormal Itu?, h. 198.
***
PROGRAM LATIHAN KEPEMIMPINAN
Untuk dapat menyusun suatu program latihan kepemimpinan yang tepat dan sukses, maka perlu diambil langkah-langkah sebagai berikut:
1. Menentukan tujuan latihan yang akan diprogramkan. Tujuan harus jelas dan tegas, karena tujuan menjadi pedoman bagi penentuan kebijakan pengadaan training dan pendidikan kepemimpinan.
2. Menentukan kebutuhan latihan, yaitu segi-segi dan keterampilan apa yang amat dibutuhkan oleh seseorang untuk dapat menjadi pemimpin yang efektif. Dengan kata lain, keterampilan dan pengetahuan apa yang masih belum dikuasai oleh (calon-calon) pemimpin dan perlu terus dilatihkan. Teknik survei kebutuhan latihan atau training needs survey dapat dilakukan dengan pengamatan, wawancara, angket dan sebagainya.
3. Memilih mata pelajaran-mata pelajaran yang tepat dan dapat memberikan motivasi untuk mengadakan perubahan sikap, dapat meningkatkan keterampilan komunikasi, serta membangun kerja sama dengan semua pihak, yaitu dengan atasan, teman sejawat yang sederajat, dan dengan bawahan.
Bila semua kebutuhan latihan telah ditemukan, maka tinggal menentukan kurikulum, metode, dan teknik latihannya. Baru kemudian dipilih para pelatihnya yang mampu memberikan training sesuai dengan kurikulum yang ditetapkan. Kebutuhan lain yang harus dipersiapkan ialah fasilitas tempat pendidikan, perlengkapan, alat-alat bantu latihan, biaya, buku-buku pelajaran dan lain-lain.
Perlu ditambahkan, bahwa usaha mempersiapkan calon-calon pemimpin dan mengembangkan kemampuan para pemimpin itu tidak selalu harus melalui latihan-latihan khusus yang formal (pendidikan khusus) saja, melainkan juga dapat dilaksanakan sambil bekerja di tengah lingkungan kerja melalui:
1) pemberian koreksi dan petunjuk;
2) memberikan tugas-tugas dan latihan tambahan;
3) melalui diskusi-diskusi, seminar-seminar, dan rapat-rapat;
4) in-service training.
Pada latihan kepemimpinan ini banyak difokuskan latihan berkomunikasi dan melakukan pendekatan secara manusiawi/ human relations, dengan bantuan belajar dalam sindikat, study kasus, metode diskusi, permainan peranan (role playing), dan latihan kepekaan. Dengan bantuan metode tersebut orang dipaksa belajar berbicara, bertukar pikiran, ikut merasakan, dan memecahkan masalah. (Dr. Kartini Kartono, Pemimpin dan Kepemimpinan: Apakah Kepemimpinan Abnormal Itu?, Jakarta: PT RajaGrafindo Persada, 2010,
h. 230-231).
IKHTISAR
Kualifikasi calon pemimpin antara lain:
1. Berani memikul tanggung jawab;
2. Perseptif atau peka;
3. Kreatif dan inovatif;
4. Komunikatif;
5. Bersikap ambeg paramarta.
Maka usaha melatih dan mempersiapkan para kandidat itu harus mempunyai landasan, yaitu:
1. ideologi (Pancasila)
2. konstitusional (UUD 1945)
3. kultural
4. strategis,
5. dan operasional.
Kegagalan-kegagalan dalam pemilihan calon-calon pemimpin antara lain disebabkan oleh:
1) Sistem penerimaan yang keliru (nepotisme, katabelletje, kruwagen, penyuapan, penyogokan, dan lain-lain);
2) Penempatan yang tidak tepat (ingat prinsip: the right man on the right place, --NE)
3) Kurang matangnya persiapan dan masa training, sehingga pemimpin muda yang baru dilatih itu tidak mampu menjabat tugasnya. (Dr. Kartini Kartono, Pemimpin dan Kepemimpinan: Apakah Kepemimpinan Abnormal Itu?, Jakarta: PT RajaGrafindo Persada, 2010, h. 240-241)
***
Kepemimpinan Militer
(baca: https://catatannaniefendi.blogspot.com/2025/07/kepemimpinan-militer.html?m=1)
***
Kepemimpinan Pancasila
Agar mampu melaksanakan tugas kewajibannya, pemimpin harus dapat menjaga kewibawaannya. Dia harus memiliki kelebihan-kelebihan tertentu bila dibandingkan dengan kualitas orang-orang yang dipimpinnya. Kelebihan itu terutama meliputi segi teknis, moral, dan semangat juang. Beberapa kelebihan tersebut antara lain ialah faktor-faktor sebagai berikut:
1. Sehat jasmaninya, dengan energi yang berlimpah-limpah, keuletan dan ausdauer tinggi;
2. Memiliki integritas kepribadian, sehingga dia matang, dewasa, bertanggung jawab, dan susila;
3. Rela bekerja atas dasar pengabdian dan prinsip kebaikan, serta loyal terhadap kelompoknya;
4. Memiliki inteligensi tinggi untuk menanggapi situasi dan kondisi dengan cermat, efisien-efektif, memiliki kemampuan persuasi (komunikasi), dan mampu memberikan motivasi yang baik kepada bawahan;
5. Mampu menilai dan membedakan aspek yang positif dari yang negatif dari setiap pribadi dan situasi, agar mendapatkan cara yang paling efisien untuk bertindak. (Dr. Kartini Kartono, Pemimpin dan Kepemimpinan: Apakah Kepemimpinan Abnormal Itu?, Jakarta: PT RajaGrafindo Persada, 2010, h. 313-314).
***
SIFAT-SIFAT UNGGUL KEPEMIMPINAN
1. Berani
2. Tegas
3. Kaya akan inisiatif
4. Luas pengetahuan dan pengalaman
5. Peka terhadap lingkungan dan bawahan
6. Mampu menjalin komunikasi yang akrab
7. Berani mengambil keputusan dan risiko
8. Rela berkorban
9. Mau bermusyawarah dan mufakat
10. Bertanggung jawab dan konsekuen
11. Bersikap terbuka
12. Jujur, dan mempunyai prinsip-prinsip yang teguh.
Sedangkan karakteristik kepemimpinan Indonesia, di samping karakteristik umum tersebut di atas, setiap pemimpin Indonesia perlu memiliki dan mencerminkan kepemimpinan Pancasila. Hal ini sesuai dengan penerapan filsafat bangsa Indonesia, serta filsafat negara, yaitu kepemimpinan Pancasila yang berasaskan hal-hal tersebut di bawah ini:
1) Ke-Tuhanan Yang Maha Esa
2) Hing ngarsa sung tulada
3) Hing madya mangun karsa
4) Tut wuri handayani
5) Waspada purba wisesa
6) Ambeg paramarta
7) Prasaja
8) Satya
9) Hemat (gemi, nastiti, ati-ati)
10) Terbuka
11) Legowo
12) Kesatria
(Dr. Kartini Kartono, Pemimpin dan Kepemimpinan: Apakah Kepemimpinan Abnormal Itu?, Jakarta: PT RajaGrafindo Persada, 2010, h. 329-330)
***
0 komentar:
Posting Komentar