Filsuf hermeneutika melihat fungsi esensial bahasa dalam kehidupan manusia. Bahasa tidak hanya dipahami sebagai struktur dan makna serta penggunaannya dalam kehidupan, melainkan fungsi bahasa yang melukiskan seluruh realitas hidup manusia.
Dalam perspektif hermeneutik, bahasa atau lebih tepat disebut die sprachlichkeit dilihat sebagai pusat gravitasi. Gadamer, misalnya, menyatakan bahwa ada yang bisa dimengerti adalah bahasa. Seperti halnya ungkapan Yunani bahwa manusia dipandang sebagai 'zoon logon echon', yang mengandung pengertian bahwa manusia adalah makhluk yang berbicara, makhluk yang memiliki 'logos', manusia adalah makhluk yang bercerita.
Dalam pengertian ini bahasa bukanlah sekedar salah satu kemampuan manusia di samping kemampuan lainnya. Munculnya perkembangan manusia tidak dapat dianggap sekedar seperti ditemukannya sistem peralatan mekanis ataupun perubahan sistem hidup dari berburu sampai ke tingkat agraris misalnya.
Munculnya bahasa menampilkan suatu transformasi mendasar dan total dari taraf kebinatangan menuju ke tingkat dunia yang khas manusia, yaitu suatu keterpisahan yang mendasar dari kungkungan alam. Munculnya bahasa manusia adalah bersamaan dengan munculnya kemampuan reflektif.
Berkat adanya bahasa, manusia menjadi objek yang potensial bagi dirinya sendiri. Ungkapan “kenalilah dirimu!”, adalah merupakan basis berkembangnya filsafat Yunani kuno. Ungkapan itu adalah ungkapan yang menunjukkan hakikat bahasa, terbitnya suatu kesadaran diri, yang sekaligus merupakan suatu potensi untuk mengatasi keterbatasan diri itu.
Manusia bukanlah suatu makhluk yang sekedar natural belaka, melainkan lebih sebagai suatu produk kultural, yaitu suatu "konstruk linguistik”. Oleh sebab itu, bahasa memungkinkan manusia berpikir, sehingga bahasa tidak dapat hanya dilihat sebagai sekedar “medium” sebagaimana terdapat dalam pemikiran modern pada umumnya.
Bahasa bukanlah sekedar medium atau sarana berpikir belaka. Bukan pula hanya sekedar “representasi” kenyataan. Secara hakiki, bahasa adalah dapat juga kita sebut sebagai manifestasi totalitas pikiran manusia. Sebab, tidak ada cara lain untuk berpikir tentang hakikat kenyataan itu selain melalui bahasa yang merupakan ungkapan kebudayaan manusia. (Rorty, 1982: xix).
Berkaitan dengan upaya penelusuran ke arah realitas makna kehidupan melalui ungkapan bahasa itulah, maka para filsuf hermeneutik hadir dengan berbagai macam konsepnya, antara lain Schleiermacher, Dilthey, Heidegger, Gadamer, Habermas, Ricoeur, dan Derrida. (Lihat Prof. Dr. Kaelan, Filsafat Bahasa: Hakikat dan Realitas Bahasa, Yogyakarta: Paradigma, 2017, h. 185-186).
***
0 komentar:
Posting Komentar