![]() |
Drs. Kwik Kian Gie |
Oleh: Kwik Kian Gie
Krisis moneter yang mulai sejak pertengahan Juli 1997 ternyata berkembang menjadi resesi dengan perkembangan yang amat cepat. Masyarakat menjadi panik, memborong dolar AS sampai mencapai harga dolar AS yang sama sekali tidak masuk di akal, dan sama sekali tidak mencerminkan fundamental ekonomi Indonesia.
Saya termasuk yang sejak lama sebelum krisis mengatakan bahwa fundamental ekonomi Indonesia tidak sebagus yang digambarkan oleh banyak orang. Tetapi kali ini saya ingin menegaskan, bahwa fundamental ekonomi Indonesia jauh lebih kuat daripada yang dicerminkan oleh nilai rupiah yang merosot sampai tingkat yang sekarang. Jelas sekali bahwa faktor pemicu rush ke dolar AS adalah kondisi psikologis, rumor, isu, dan kurang matangnya kita dalam kehidupan berbangsa dan bernegara.
Merosotnya nilai rupiah telah memicu keadaan panik tentang akan habisnya persediaan bahan makanan yang kita butuhkan sehari-hari, sehingga banyak toko yang sudah mulai diserbu oleh para ibu rumah tangga. Sekali-kali bukan maksud saya menyalahkan kaum ibu tersebut.
Tetapi kalau setiap orang membeli kebutuhan dalam jumlah yang normal sesuai kebutuhannya sehari-hari, niscaya tidak akan terjadi kekosongan barang yang mendadak. Tidak mungkin persediaan nasional habis dalam satu hari. Maka saya mengimbau para anggota masyarakat mengekang diri dalam membeli barang yang berlebihan.
Saya mengimbau para produsen barang makanan untuk berproduksi dengan kapasitas penuh, dan mengimbau para grosir berunding dengan para produsen menyusun jadwal penyaluran barang-barang kebutuhan sehari-hari.
***
Mengingat akan keadaan yang sangat gawat dan sangat darurat ini, saya menyerukan kepada para pemimpin dan tokoh masyarakat, baik yang formal maupun yang nonformal, agar sementara mengesampingkan kepentingan diri atau kelompoknya sendiri. Hendaknya kita tidak saling bertikai, tidak melakukan manuver politik dengan orientasi kepentingan kelompok atau kepentingan pribadinya sendiri. Permusuhan, dengki, dendam, benci, dan saling menggeser kedudukan, intrik, dan manuver untuk masuk ke dalam lingkaran kekuasaan, hendaknya dapat dihentikan. Semua pikiran dan tenaga hendaknya dipusatkan pada bagaimana "memadamkan kebakaran” yang sangat gawat dan sangat darurat ini.
Seluruh tokoh masyarakat yang mempunyai akses atau komando langsung pada sebagian rakyat, seperti KH Abdurrahman Wahid, Amien Rais, Megawati Soekarnoputri, dan masih banyak lagi, hendaknya menenteramkan massanya masing-masing, dan bahkan menginstruksikan massanya untuk berperan aktif menjaga ketertiban umum. Hendaknya kita sadari sepenuhnya, upaya yang sudah kita capai sampai hari ini tidak akan mengalami kemunduran (set back).
Marilah kita bersatu-padu, melupakan perbedaan-perbedaan kepentingan kita, demi selamatnya seluruh bangsa kita. Marilah kita hayati kembali semangat 1945 untuk menanggulangi masalah besar yang sedang melanda kita.
Hendaknya kita semua memikirkan perbuatan konkret untuk mengantisipasi keadaan terburuk yang mungkin terjadi.
Dalam menghadapi pemutusan hubungan kerja yang terus akan membengkak dan berdampak bahaya kelaparan, para tokoh masyarakat hendaknya tidak terlampau menggantungkan diri pada pemerintah. Semua RT dan RW hendaknya mulai mengantisipasi bagaimana mewujudkan semangat gotong-royong untuk membantu sesama rakyat kita yang akan tertimpa musibah tidak memperoleh pendapatan karena menyusutnya kegiatan ekonomi.
Pembelian dolar AS hendaknya hanya dilakukan untuk kepentingan yang sangat mendesak, seperti membiayai anaknya yang sedang belajar di luar negeri, membiayai anggota keluarga yang sedang sakit dan dirawat di luar negeri dan sebagainya. Pembelian dolar yang didasarkan atas motif spekulasi (karena percaya bahwa harga dolar masih akan meningkat lagi), hendaknya dihentikan. Kalau yang melakukan pembelian dolar AS dengan harga berapa pun cukup menyeluruh, maka yang sedang kita lakukan ini adalah kita sebagai rakyat Indonesia sedang melakukan rush terhadap negara kita sendiri dengan akibat ambruknya sendi-sendi kehidupan kita.
Dengan kata lain, dalam kehidupan berbangsa dan bernegara, kita yang mampu membeli dolar sedang melakukan penghancuran terhadap diri sendiri atau self destruction. Maka dengan hanya memikirkan kepentingan diri sendiri, seluruh bangsa akan menderita, sehingga kehidupan di Tanah Air tidak akan tenteram dan tidak akan nyaman lagi. Kondisi yang demikian niscaya juga memukul mereka yang memikirkan kepentingannya sendiri, yang dengan memburu dolar, tanpa sadar sedang menghancurkan negaranya sendiri.
Untuk sementara waktu, marilah kita memenuhi kebutuhan kita dengan menggunakan barang dan jasa produksi dalam negeri yang kandungan impornya nihil, atau sekecil mungkin. Dengan demikian, permintaan terhadap dolar yang jauh melampaui penawarannya dapat kita redakan.
**
Para anggota DPR hendaknya segera melakukan penyesuaian APBN 1997/1998, dalam arti memindahkan anggaran pembangunan infrastruktur yang boros devisa kepada proyek-proyek sangat padat karya, agar dengan demikian, sebagian dari kaum buruh yang terkena PHK dapat ditampung.
Tentang RAPBN 1998/1999 yang ternyata diterima negatif oleh IMF, dan telah mengakibatkan merosotnya nilai rupiah sampai menembus Rp 10.000 per dolar AS, hendaknya segera dirundingkan dengan pihak IMF. Kita semua hendaknya memahami bahwa RAPBN adalah hanya rancangan yang masih bisa diubah. Semua persyaratan IMF yang telah kita sepakati hendaknya kita penuhi. Dengan demikian, kecukupan devisa terjamin. IMF tidak membatalkan komitmennya. Kita tetap mempunyai akses pada devisa sekitar 40 milyar dolar AS, yang memang cukup untuk semua kebutuhan kita yang wajar (tidak mengandung spekulasi) untuk paling sedikit empat tahun mendatang.
Dalam menentukan RAPBN 1998/1999 menjadi APBN, para anggota DPR hendaknya meminimalkan ketergantungan kita terhadap utang luar negeri.
Defisit transaksi berjalan yang menjadi cikal bakal terjadinya krisis moneter kita, karena terancam musnahnya cadangan devisa kita, tidak hanya disebabkan oleh ekspor yang lebih kecil dari impor, tetapi juga oleh karena investasi yang lebih besar dari tabungan nasional, sehingga kekurangannya yang besar ditutup dari utang luar negeri (saving investment gap). Maka setiap tambahan utang luar negeri dewasa ini akan lebih memperburuk fundamental ekonomi kita.
Maka hendaknya pemerintah benar-benar mengencangkan ikat pinggang dalam anggaran pembangunan. Sektor swasta perlu menyadari dan juga melakukan penciutan investasi dengan cara membatalkan rencana perluasan usahanya, dan membatalkan investasi baru.
Utang luar negeri sektor swasta yang tidak ditopang dengan modal ekuiti yang memadai memberikan andil yang tidak kecil terhadap membengkaknya defisit transaksi berjalan, yang dengan terjadinya krisis dan dimasukinya resesi, membuat modal asing sementara tidak masuk lagi ke Indonesia. Resesi yang sudah kita rasakan dalam bentuk merosotnya volume penjualan, dikurangi produksi dengan cara pengurangan lembur, pengurangan shift, dan bahkan PHK, hendaknya kita pahami dan kita terima sebagai siklus konyungtur dengan ketabahan. Bukan hanya sekarang kita mengalami perubahan pertumbuhan yang melambat. Di tahun 1982 pertumbuhan ekonomi merosot menjadi 2,25 persen dari 7,93 persen di tahun sebelumnya. Setelah itu, di tahun 1985 pertumbuhan ekonomi kita juga pernah hanya 2,5 persen saja.
Gelombang pasang surut ekonomi adalah hal yang wajar. Namun ada dua faktor penting yang sebelumnya tidak pernah kita alami. Faktor pertama adalah dibarenginya resesi dengan rush pembelian dolar. Faktor kedua adalah diliputinya kita dengan perasaan tidak adanya kepemimpinan yang berwibawa. Untuk menyelamatkan bangsa ini, hendaknya kita bersikap dewasa, mandiri, tidak menggantungkan diri pada pemerintah dan ABRI, melainkan menggalang menolong diri sendiri atau self help secara gotong royong melalui RT dan RW yang tersebar di seluruh pelosok Tanah Air.
Para penganggur di perkotaan yang mempunyai peluang pulang ke kampung halamannya, hendaknya bercocok tanam di kampung halaman masing-masing, memanfaatkan musim hujan yang sudah mulai tiba.
Hendaknya kita semua belajar dari musibah dan masa sulit ini, agar di waktu-waktu mendatang segala sesuatu kita selesaikan dengan menggalang komunikasi yang baik antara pemimpin dan yang dipimpin, atau demokratisasi yang sebagaimana mestinya.
Kwik kian Gie, ekonom senior
Kompas, 9 Januari 1998
Sumber:
Kwik Kian Gie, Gonjang-Ganjing Ekonomi Indonesia: Badai Belum Akan Segera Berlalu, Jakarta: Gramedia Pustaka Utama dan Sekolah Tinggi Ilmu Ekonomi IBII, 1998, h. 210-215.
0 komentar:
Posting Komentar