Oleh: NANI EFENDI
Di kampus-kampus kita hari ini, budaya feodal masih kuat. Itu bisa kita lihat dari berlomba-lombanya dosen berburu gelar dan jadi pejabat di kampus ketimbang jadi ilmuwan atau peneliti. Hubungan dosen dan mahasiswa pun juga feodalistik: dosen selalu ingin dihormati. Dosen sering merasa lebih pintar. Dosen tak memperlakukan mahasiswa sebagai mitra sejajar dalam berargumentasi. Padahal, di kampus itu mesti ada kesetaraan argumen. Rocky Gerung sering bicara tentang ini. Apa yang dikatakan Rocky itu benar. Kata Rocky, di kampus, mahasiswa tak boleh bersopan santun pada dosen, terutama pada dosen yang bodoh. Mahasiswa berhak mendebat dosen jika mahasiswa punya dalil.
Kampus adalah tempat kebebasan
berpikir
Dosen yang menganut budaya feodal (anti kritik) jumlahnya sangat banyak. Dosen berbudaya feodal menganggap mahasiswa tak selevel dengannya, karena dosen merasa sudah memperoleh gelar (S-2, S-3 bahkan profesor). Gelar formal akademis mereka pandang semacam "kasta" atau "kelas sosial" di kampus. Padahal, budaya akademis itu egaliter. Oleh karena itu, di kampus ada istilah "mimbar akademis".
Mimbar akademis itu, menurut Rocky Gerung, bukan mimbarnya para guru besar atau dosen. Semua civitas academica yang punya dalil berhak naik mimbar untuk mengatakan saya punya dalil, saya punya teori, saya punya pengetahuan. Dosen yang demokratis (yang tidak feodal), ia akan sportif mengakui: Anda benar, saya salah. Tradisi itu sudah dipakai sejak zaman Plato dan Aristoteles. Begitulah semestinya budaya kampus.
Termasuk rektor. Mahasiswa harus
berani kritik rektor. Rektor yang bermutu akan menghargai pendapat mahasiswa.
Rektor harus diuji, apakah dia masih bisa menerima kritik metodologis, atau dia hanya sekedar jadi Aparatur Sipil Negara (ASN). Rektor itu jadi ASN hanya
soal gaji, bukan soal otak. Di kampus itu orang tak dibedakan berdasarkan pangkat dan gelar. Tapi pada
kekuatan argumen. Semua orang di kampus punya potensi benar maupun salah. Tak
berlaku status sosial di kampus. Tak ada rasionalitasnya seorang profesor, atau
doktor itu selalu benar. Adu dalil-lah yang akan menentukan siapa yang paling
benar.
Tapi, yang terjadi di
kampus-kampus kita hari ini, ketika seorang profesor berbicara di depan kelas,
mahasiswa tak berani adu argumen karena takut bahwa di depannya adalah seorang
profesor. Itulah contoh budaya feodalisme: orang dihormati karena prestise,
bukan prestasi. Di Amerika, kata Rocky, apalagi di Prancis, tidaklah seperti
itu. Mahasiswa bebas saja mendebat dan beradu argumen atau beradu dalil dengan
profesor. Yang diagungkan di kampus itu ialah ilmu pengetahuan, bukan gelar,
jabatan akademik, atau pun status sosial. Di kampus, yang ditekankan adalah
kebebasan berpikir dan kebebasan mencari kebenaran, keadilan, dan kebajikan.
Kampus adalah tempatnya orang mengucapkan pikiran yang berbeda. Bukan membeo pada apa kata dosen. Dan dosen juga tak boleh membeo pada apa kata dekan, direktur, ketua, atau rektor. Tidak pada tempatnya budaya feodalisme berkembang dalam dunia akademis. Budaya feodalisme menghambat kebebasan berpikir. Dan pada akhirnya, feodalisme bisa menghambat kemajuan masyarakat. Oleh karena itu, kampus-kampus kita harus dibersihkan dari budaya feodalistik. Feodalisme adalah "racun peradaban". Ia bisa menghambat kemajuan masyarakat dalam berbagai aspek seperti politik, ekonomi, intelektual, teknologi, dan sebagainya.
Motto universitas
Soal kebebasan berpikir dan
berargumen, sebagai lawan dari feodalisme, Indonesia mesti melihat Barat. Kebebasan berpikir di dunia akademis di Barat bisa kita lihat
gambarannya di kampus-kampus Amerika Serikat dan Eropa. Itu tercermin dari
motto universitas-universitas mereka. Rata-rata motto universitas di AS dan
Eropa mencerminkan kebebasan berpikir (pencerahan). Benar-benar mencerminkan
kampus sebagai tempat bagi kebebasan manusia mengembangkan nalar sehat dalam
mencari, menjunjung tinggi, dan menegakkan kebenaran, keadilan, keindahan,
kemajuan, pencerahan, dan ilmu pengetahuan.
Bandingkan dengan kampus-kampus
kita. Ada kampus kita yang mottonya tak memiliki makna yang jelas. Kalau pun
ada mottonya, lebih bernuansa "persaingan", "pencetak tenaga
kerja", "SDM unggul yang siap kerja", tidak bernuansa mendidik
manusia yang berpikir bebas dan merdeka dalam mengembangkan ilmu pengetahuan
yang bermanfaat bagi kemanusiaan. Silakan di-searching sendiri motto
perguruan-perguruan tinggi di Indonesia dan bandingkan dengan perguruan tinggi
di Barat.
Bahkan, mirisnya lagi, ada
kampus-kampus di Indonesia yang tak punya motto sama sekali. Padahal motto itu
sangat penting. Motto adalah bentuk spirit yang dijunjung tinggi, yang berfungi
menggerakkan seseorang atau komunitas dalam mengejar tujuan. Motto adalah
semboyan yang berfungsi memberikan semangat pada seluruh anggota sebuah
organisasi dalam mewujudkan visi dan misinya. Mari kita lihat berikut ini
beberapa contoh motto-motto universitas di AS dan Eropa.
Harvard University, misalnya, punya motto "Veritas" yang berarti "truth" atau
"kebenaran". Yale University punya motto: Lux et veritas yang
berarti "Cahaya dan kebenaran". Columbia University mottonya “In
lumine Tuo videbimus lumen” (In Thy light shall we see light; Dalam
terang-Mu kami akan melihat terang). Massachusetts Institute of Technology
(MIT) punya motto: Mens et Manus; The Mind and Hand (pikiran dan tangan).
Sedangkan motto Stanford University: Die Luft der Freiheit weht (German) yang
berarti The wind of freedom blows (angin kebebasan bertiup).
Motto dari University of Chicago
adalah “Crescat scientia; vita excolatur” yang memiliki arti let
knowledge grow from more to more; and so be human life enriched (Biarkan
pengetahuan tumbuh dari lebih banyak menjadi lebih banyak; dan dengan demikian
menjadi hidup manusia yang diperkaya). Sementara University of Pennsylvania memiliki
motto “Leges sine moribus vanae (Laws without morals are useless; Hukum
tanpa moral tidak berguna). Princeton University mottonya: Dei Sub Numine
Viget (Under God's Power She Flourishes; Di Bawah Kuasa Tuhan Dia
Berkembang).
Johns Hopkins University punya
motto yang berbunyi Veritas vos liberabit (The truth will set you free;
kebenaran akan membuatmu bebas). Di Inggris ada kampus Oxford dengan motto: Dominus
Illuminatio Mea (The Lord is my light; Tuhan adalah terangku). Leiden
University di Belanda punya motto: Praesidium Libertatis yang berarti Bastion
of Freedom atau "benteng kebebasan". Dari motto-motto itu tergambar jelas
bahwa kampus-kampus di Barat memang sebagai tempat pencerahan, bukan berternak
feodalisme.
NANI EFENDI, Alumnus HMI
0 komentar:
Posting Komentar