(06 Februari 1925 - 30 April 2006).
"kalian boleh maju dalam pelajaran, mungkin mencapai deretan gelar kesarjanaan apa saja, tapi tanpa mencintai sastra, kalian tinggal hanya hewan yang pandai." — P.A.T - (Bumi Manusia).
siapa yang tidak mengenal sosok ternama itu, Pramoedya Ananta Toer. jika teman-teman pembaca sastra, atau seorang penulis, wartawan, politikus, barangkali teman-teman mengenalnya. dia sosok yang revolusioner, hidup dalam kesunyian. tetapi mari kita mengenang bara api-nya, dan berkobarlah.!
aku generasi baru. aku membacanya, seorang Multatuli sejati. pejuang kemanusiaan dan pembebasan. tidak hanya dengan kata-kata, puisi, prosa dan catatan yang ditulisnya, tetapi juga dengan tindakan nyata.
kau, atau siapa pun anak-anak muda, kita adalah generasi baru yang segar dan disegarkan, yang dididik dan saling mendidik. yang terus belajar menimba ilmu dan pengetahuan. yang bekerja, mengabdi dalam negeri dan jaman kita sendiri, untuk negeri tercinta, untuk generasi yang akan datang, untuk suatu kebahagiaan, untuk yang indah. maka dengan demikian, aku merekomendasikan untuk itu, mari kita generasi baru membacalah sastra yang baik dan benar, yang membimbing arah langkahmu menjadi manusia beradab. bacalah, Pram! nama yang diberikan oleh orang tuanya, Pramoedya Ananta Toer.
kami generasi baru mengetahui, pada 30 April 2006, sejak titik itu nafas mesin ketikmu, Pram, telah menemukan kesunyian, membisu dan menganga. namun bara api catatan-catatanmu, melahirkan nafas panjang keberanian tindakan. tinta dan abjad-abjad yang mengalir, turun dari mesin ketik itu, membuat kami tak pernah goyah menghadapi kekalahan. kami menemukan keberanian untuk mengatakan TIDAK pada tindakan segelintir manusia-manusia bejat yang menghina kemanusiaan. keberanian itu membuat kami matang dan lebih dewasa untuk menyatakan pembebasan dari pada penindasan, perdamaian daripada agresi militer, demokrasi daripada anti demokrasi. hingga kini, sudah 100 tahun, terasa kau begitu dekat dengan diri kami, Pram, dengan kami semua generasi baru dalam jaman sendiri yang membaca tulisan dari titik terjangnya, rongrongan mesin ketikmu.
Pram, kami berdiri gagah seperti tulisan-tulisanmu, yang tegak peduli dan mau bergerak berani, bekerja untuk negeri sendiri dalam jaman kami sendiri, generasi baru. kami tahu siapa kau dan bagaimana api yang menyala-nyala dalam catatan dan gaya bahasamu, Pram, sebuah kata-kata berbahasa sederhana yang tak bakal bisa dan sanggup diredupkan oleh kekuasaan bandit. kau melahirkannya dalam jeritan penindasan Hindia-Belanda, Orde Lama hingga tumbangnya Orde Baru Mei 1998. kau, tak henti membicarakan kenyataan dan cita-cita bangsa ini sejak dari sejarahnya. yaitu menegakkan sebuah rumah bernama, KEMANUSIAAN, dan sekali lagi menuntut PEMBEBASAN.!
Pram, inilah kami generasi baru, anak-anak Bangsa dari segala jaman. kami bertemu dan berkenalan, mendengar ucapan dan membacamu di dalam tulisan yang dicatatmu.! kau telah berhasil melahirkan kekuatan-kekuatan baru kepada tubuh, jiwa dan setiap denyut nadi generasi kami. generasi yang mau bekerja untuk PEMBEBASAN dengan keunikan-keunikan dan dalam bahasa pada jaman kami sendiri. kau berhasil mendidik dan menciptakan kekuatan-kekuatan baru yang mandiri, berpendirian, berpribadi, yang memiliki keteguhan sikap, iman, untuk berpihak kepada yang benar, kepada yang adil, pada yang indah, pada yang tidak melecehkan kemanusiaan. karena itu, atas nama Tetralogi Buru karyamu (Bumi Manusia, Anak Semua Bangsa, Jejak Langkah dan Rumah Kaca), atas nama Cerita Dari Blora, Arus Balik, Perempuan Dalam Cengkraman Militer, Nyanyian Sunyi Seorang Bisu, Revolusi Subuh, Arok Dedes, Bukan Pasar Malam, Larasati, Gadis Pantai, Panggil Aku Kartini Saja dan 36 lainnya catatan-catatanmu, kami masih terus membaca, dan api-api itu tak akan redup atau diredupkan, tak akan.! sebab generasi kami ada dan hidup menggeloran kobarannya di mana-mana.
kau abadi, Pram. abadi di dalam setiap dendang langkah kami dalam perjuangan yang belum selesai, belum tuntas dalam suatu negeri yang merdeka ini. maka atas nama itu semua, di tempat ini, izinkan aku sedikit mengutip bara api yang berkobar menyala-yala dalam perlawanan dan tak bisa diredupkan itu. inilah kobaran bara api ucapan-ucapan dan catatan-catatanmu, Pram:
bahwa, "Pram adalah Pram, lain tidak.! kalau saya bilang pengarang, yaitu ‘corps avan guarde’, bukan penghibur. seorang ‘avan guarde’ selamanya berada dalam keadaan berontak terhadap sesuatu yang mengurangi harga manusia, yang menindas, yang tidak adil, dan melawan kejahatan dalam tulisan-tulisannya. kalau takut, jangan jadi pengarang.!
karya-karya saya sendiri ini, bagi saya itu sama dengan anak-anak saya sendiri. begitu tercetak turun dari mesin dia akan menempuh hidupnya sendiri. ini anak-anak rohani saya menempuh hidupnya sendiri dalam masyarakat sosial-budaya. mungkin ada yang umurnya pendek, mungkin ada yang panjang, mungkin ada yang abadi itu adalah nasib mereka masing-masing...
keberanian itu bukan anugera, tetapi hasil latihan hidup sehari-hari. keberanian itu sama seperti otot manusia, kalau tidak dilatih dia akan jadi lemah. di dalam hidup ini kita menghadapi banyak tuntutan, latihan pertama adalah jangan lari, hadapi semuanya.! itu cara untuk melatih keberanian.!" —(ucapan dalam dokumenter di YouTube berdirasi 29 menit. nama Youtube-nya, mulkam junaidi. judul dokumenternya, Biografi PRAMOEDYA ANANTA TOER).
"Ibu saya itu menurut saya seorang Ibu yang ideal, bukan karena saya anaknya, tapi makin lama saya makin kenal apa yang dilakukannya, dididiknya terhadap saya, saya makin menghormati. seperti 'jangan jadi pegawai negeri, jadilah majikan atas dirimu sendiri! jangan makan keringat orang lain, makanlah keringatmu sendiri, dan itu dibuktikan dengan kerja.! kalau kau nanti sudah besar, belajarlah di Eropa.!' walau pada waktu itu tidak ada kemampuan untuk itu, tidak mungkin pada waktu itu. dan ternyata juga sebagian anak-anaknya belajar di Eropa. kecuali saya. eheheheh...
saya memikirkan nasib individu sebagai manusia, dan saya alami penindasan-penindasan, penghisapan, penghinaan yang tidak patut dialami oleh warga negara Indonesia merdeka. saya rasai penindasan-penindasan itu, dan rasai orang lain yang mengalami seperti saya. lebih mengalami, lebih merasakan. maka itu lain dari pada dulu, dulu waktu berumuran duapuluh-an, dan tidak sehebat sekarang yang saya alami. saya merasa sudah sampai titik dasar kehinaan di dalam Republik Indonesia Orde Baru. ya, pertama kali karena dia adalah pendorong kebangkitan, kesadaran para intelektual itu, bahwa mereka punya tanah air, dan bahwa mereka punya Bangsa itu dalam penjajahan. bahwa ada seorang Belanda menentang perlakuan terhadap bangsanya itu. itu timbul kesadaran melalui Multatuli. seorang politikus tidak mengenal Multatuli, praktis tidak mengenal humanisme, humanitas secara modern. dan politikus tidak mengenal Multatuli, bisa menjadi politikus kejam. pertama, dia tidak kenal sejarah Indonesia. kedua, dia tidak mengenal Humanistische, Humanisme secara modern. dan bisa menjadi kejam.
para politikus sekarang ini, mereka tidak membaca apa-apa. saya yakin mereka tidak belajar apa-apa." — (boleh melihat ucapan Pram ini di YouTube, suatu wawanara media asing dari Belanda. judul-nya, Film Dokumenter_PRAMOEDYA ANANTA TOER Ekslusif [FIGHT RIGHT]. nama channelnya, bengkok croft).
"memang berita mutasi tidak pernah menarik perhatianku; pengangkatan, pemecatan, perpindahan, pensiunan. tak ada urusan.! kepriyayian bukan duniaku. peduli apa iblis diangkat jadi mantri cacar atau diberhentikan tanpa hormat karena kecurangan.? duniaku bukan jabatan, pangkat, gaji dan kecurangan. duniaku bumi manusia dengan persoalannya." — (Bumi Manusia).
"dahulu, nenek moyangmu selalu mengajarkan, tidak ada yang lebih sederhana daripada hidup: lahir, makan-minum, tumbuh, beranak-pinak dan berbuat kebajikan." — Jejak Langkah.
"ada yang membunuh. ada yang dibunuh. ada peraturan. ada undang-undang. ada pembesar, polisi dan militer. hanya satu yang tidak ada: KEADILAN!" — (Larasati).
"maksudnya adalah bahwa Indonesia tidak pernah betul-betul merdeka.? tidak pernah sampai sekarang. sekarang Globalisme berkuasa. semua dijadikan barang dagangan, bahkan juga politik, partai, dan manusia. semua dipandang sebagai barang dagangan.
sejarah mengajarkan banyak tentang kekuasaan modal. bangsa-bangsa merdeka diubah menjadi bangsa kuli, orang-orang lugu dibentuk menjadi komprador, pengangguran diubah menjadi pembunuh bayaran dengan seragam dan tanda pangkat, rimba belantara diretas-retas dengan infrastruktur...
saya ini kagum kepada Bung Karno. ia sanggup melahirkan nation, bukan bangsa, tanpa meneteskan darah. mungkin dia satu-satunya, atau paling tidak satu di antara yang sangat sedikit. kelahiran nation itu biasanya, di mana saja, mandi darah....." — (anda saja tulisannya, berjudul, MAAF ATAS NAMA PENGALAMAN).
akh.., kau, Pramoedya Ananta Toer, kau masih hidup dalam setiap langkah kami yang menolak patuh pada penindasan. kau mahaguru ku. kau abadi, sepanjang masa..!
*
[ditulis oleh; Puisi lentera merah. ]
#puisi #lentera #merah
#pemulung #cerita #jalanan
#100tahunpram
#seabadpram
0 komentar:
Posting Komentar