Oleh: Rio Nanto, SVD
Menulis adalah sebuah panggilan. Penulis merasa terpanggil untuk menuangkan gagasan dengan medium bahasa. Ada gerakan dalam jiwa untuk membagi pengetahuan kepada orang lain. Sebagaimana panggilan diawali dengan sebuah kekaguman dan kesediaan untuk memberi diri, dalam hal menulis seorang penulis memiliki kegairahan untuk menulis dan berdedikasi tinggi untuk melakukannya. Panggilan menulis bersumber dari kedalaman hati untuk berbakti bagi sesama.
Hal ini disampaikan oleh Bapak Dr. Ignas Kleden dalam sebuah diskusi bersama Kelompok Menulis di Koran dan diskusi Filsafat Ledalero yang berlangsung di ruangan Heekeren STFK Ledalero pada Jumat, 14 September 2018. Diskusi yang bertemakan “Strategi menjadi penulis Profesional” ini bertujuan membagi pengalaman kepenulisan Ignas Kleden sebagai seorang cendekiawan Indonesia.
Ignas Kleden menjelaskan beberapa poin penting berkaitan dengan kegiatan menulis. Menulis membantu orang untuk mengorganisasikan pikiran secara sistematis. Kalau dibandingkan dengan kemampuan berbicara, menulis membutuhkan keahlian tertentu. Dalam hal berbicara, isi pemikiran dapat dimengerti oleh pendengar melalui medium gerak tubuh dan intonasi suara. Tetapi seorang penulis tidak mampu menghadirkan diri secara langsung.
Mengutip gagasan Roland Barthes, seorang penulis mati dalam tulisannya. Oleh karena itu, tulisan membantu seseorang untuk mengorganisasi pikiran sehingga ide penulis dapat dimengerti oleh masyarakat pembaca.
Dosen Universitas Indonesia ini menambahkan bahwa menulis juga membutuhkan kejelasan. “Seorang penulis harus menulis dengan jelas sehingga pembaca dapat menemukan kesalahan dalam tulisannya. Tulisan ilmiah yang cenderung menggunakan bahasa yang rumit bukanlah seorang penulis yang berhasil. Penulis harus menguraikan pemikiran dengan jelas. Tulisan yang baik tidak diukur dengan konsep yang rumit dan membingungkan pembaca. Tulisan yang baik, mengutip pemikiran Karl Popper, harus jelas. Kejelasan merupakan unsur pertama dari tulisan” demikian kata alumnus Universitas di Bielefeld, Jerman ini.
Berhadapan dengan tantangan teknologi khususnya media sosial yang marak mereproduksi bahasa yang singkat dan istilah-istilah baru, Cendekiawan yang mendapat penghargaan dari Achmad Bakrie 2003 ini, menjelaskan bahwa seorang penulis yang baik harus mengkounter bahasa yang sudah menjadi kode dalam media sosial menjadi konsep. Bahasa pada dasarnya adalah konsep bukan hanya simbol semata.
“Perkembangan media sosial mempengaruhi cara kita berkomunikasi antar manusia. Bahasa komunikasi melalui WA, misalnya membuat orang mengalihkan bahasa sebagai konsep menjadi semata-mata kode atau simbol. Sebenarnya ada perbedaan antara simbol dan konsep. Simbol biasanya dibuat di jalan raya untuk memberi arah kendaraan. Sebagai konsep, bahasa menyampaikan ide yang jelas. Bahasa WA membuat orang tidak berkembang dalam pemikirannya. Perkembangan media sosial juga membuat orang mengejar kecepatan. Seorang penulis yang baik bukan hanya mengejar kecepatan menulis tetapi juga kedalaman analisis,” tegas peneliti kelahiran Larantuka 19 Mei 1948 ini.
Bapak Ignas men-sharing-kan pengalaman pertama menulis di Kompas pada tahun 1972. Ia menulis di media Nasional tersebut lebih dari 173 tulisan hingga 2016. Ia mengatakan bahwa menulis merupakan latihan yang memberikan keseimbangan yang baik karena menulis khususnya di Koran seperti Kompas bukan hanya untuk menyampaikan buah pikiran tetapi harus bisa dipahami oleh pembaca.
Suami Dr. Ninuk Probonegoro ini mengakui bahwa pengalaman menulisnya tidak berkembang karena mengenyam pendidikan di Hochschule fuer Philosphi, Munchen Jerman. Ignas ke Jerman tidak mengembangkan kemampuan menulis, tetapi memperluas pengetahuan dalam menulis. Keterampilan menulis sudah mulai terbentuk sejak mengenyam pendidikan di Seminari San Dominggo Hokeng dan teristimewa dalam kultur ilmiah di Sekolah Tinggi Filsafat Katolik Ledalero, Maumere.
Selain dikenal sebagai seorang Sosiolog, Filsuf kebudayaan dan Penulis, Ayah dari Pascal Kleden ini adalah seorang Sastrawan. Dia meminati sastra luar negeri seperti sastra Inggris, Jerman dan sastra dalam negeri. Di Indonesia dia menyukai prosa Pramoedya Ananta Toer dan Puisi karya Chairil Anwar dan Amir Hamzah. Ignas mengatakan bahwa sastra berkaitan erat dengan filsafat.
“Muatan filsafat selalu menjadi titik pijak melahirkan sajak yang bermutu. Sastra dan filsafat adalah dua genre yang berbeda tetapi memiliki muatan isi yang sama. Dalam sastra ada begitu banyak muatan filosofis. Pram misalnya pernah mengatakan bahwa seorang intelektual harus adil sejak dalam pikirannya. Ini merupakan suatu rumusan karya prosa yang filosofis. Ada kedalaman nilai yang penting bagi orang lain,” jelas kritikus sastra Indonesia ini.
Kunci penting mengembangkan kemampuan menulis menurut Ignas Kleden adalah menulis. Diskusi dan pelatihan menulis hanya merupakan medium untuk memantik kesadaran untuk menulis. Seorang penulis tidak perlu membaca buku teori menulis untuk menjadi penulis. Dia harus menulis sesuatu. Dalam menulis, ide merupakan hal yang penting. Ide itu mahal. Ide tidak datang setiap saat. Oleh karena itu, seorang penulis perlu mengekalkan ide itu dengan menulis.
Namun seringkali kecenderungan seorang penulis adalah menonjolkan egonya sendiri. Hal ini menurut Ignas adalah suatu kegagalan besar seorang penulis. Tulisan yang baik harus menjaga keseimbangan antara subjektvitas dan objektivitas. Penulis yang baik perlu mengontrol egonya agar tidak menonjolkan diri penulis. Penulis harus membagikan pemikirannya dengan mengetengahkan keseimbangan dan objektivitas.
Di akhir diskusi, Dr. Ignas Kleden menitipkan pesan kepada anggota KMK Ledalero untuk merawat ide dengan menulis dan menulis. Lebih dari itu, dia meminta agar setiap mahasiswa perlu membuat aturan yang jelas untuk membaca buku dan surat kabar setiap hari. “Membaca adalah asupan gizi bagi tulisan. Penulis yang tidak membaca adalah penulis yang gizi buruk. Ketika masih muda saya menghabiskan waktu 8 jam sehari untuk membaca dan menulis. Saya mengajak semua mahasiswa untuk membaca dan menulis secara teratur. Dengan itu maka Anda akan menjadi ahli waris peradaban.”
***
Selamat jalan ke tanah air surgawi, Bapak Ignas Kleden. Ragamu telah pergi, tetapi karyamu abadi.
Rio Nanto, SVD
Sumber: https://www.facebook.com/share/p/1BgaZ2GaEz/
0 komentar:
Posting Komentar