Dalam konstruksi hubungan kekuasaan antara pusat dan daerah, Moh, Machfud MD (Politik Hukum di Indonesia, h. 95-96), mengikuti pandangan Ateng Syafrudin (1982) menyatakan bahwa pada umumnya hubungan itu berdasarkan atas tiga asas: asas desentralisasi, dekonsentrasi, dan asas pembantuan.
Dalam asas desentralisasi, ada penyerahan wewenang sepenuhnya dari pemerintah pusat kepada pemerintah daerah tentang urusan tertentu, sehingga pemerintah daerah dapat mengambil prakarsa sepenuhnya, baik yang menyangkut policy, perencanaan, pelaksanaan, maupun pembiayaannya.
Pada asas dekonsentrasi yang terjadi adalah pelimpahan wewenang kepada aparatur pemerintah pusat di daerah untuk melaksanakan urusan pemerintah pusat dalam arti bahwa policy, perencanaan, dan biaya menjadi tanggung jawab pemerintah pusat, sedangkan aparatur pemerintah pusat di daerah bertugas melaksanakan.
Asas pembantuan berarti keikutsertaan pemerintah daerah untuk melaksanakan urusan pemerintah pusat di daerah itu, dalam arti bahwa organisasi pemerintah setempat (daerah) memperoleh tugas dan kewenangan untuk membantu melaksanakan urusan-urusan pemerintah pusat.
Dalam asas desentralisasi, pemerintah daerah melaksanakan urusan pemerintahan yang dilimpahkan agar menjadi urusan rumah tangganya sendiri.
Sedangkan dalam asas dekonsentrasi, urusan dilaksanakan oleh kepala wilayah dan instansi vertikal yang merupakan aparat pusat di daerah dan urusan itu bukan urusan rumah tangga daerah (yang melaksanakan), melainkan tetap merupakan urusan pemerintah pusat.
Sementara "asas pembantuan" dapat dijelaskan lebih lanjut: penugasan kepada pemerintah daerah untuk melaksanakan urusan pemerintah pusat atau pemerintah yang lebih tinggi. Dalam asas pembantuan ini, pemerintah pusat berwenang dan berkewajiban memberikan perencanaan umum, petunjuk serta pembiayaan. Sedangkan perencanaan terperinci dan pelaksanaannya ditugaskan kepada pemerintah daerah yang diawasi pejabat pemerintah di daerah.
Pengertian yuridis tentang desentralisasi, dekonsentrasi, dan tugas pembantuan dirumuskan dalam Undang-undang Nomor 23 Tahun 2014 tentang Pemerintahan Daerah, dirumuskan bahwa desentralisasi adalah penyerahan urusan pemerintahan oleh pemerintah pusat kepada daerah otonom berdasarkan asas otonomi.
Dekonsentrasi adalah pelimpahan sebagian urusan pemerintahan yang menjadi kewenangan pemerintah pusat kepada gubernur sebagai wakil pemerintah pusat, kepada instansi vertikal di wilayah tertentu, dan/atau kepada gubernur dan bupati/wali kota sebagai penanggung jawab urusan pemerintahan umum.
Tugas pembantuan adalah penugasan dari pemerintah pusat kepada daerah otonom untuk melaksanakan sebagian urusan pemerintahan yang menjadi kewenangan pemerintah pusat atau dari pemerintah daerah provinsi kepada daerah kabupaten/kota untuk melaksanakan sebagian urusan pemerintahan yang menjadi kewenangan daerah provinsi.
(lihat Dayanto dan Asma Karim, Peraturan Daerah Responsif: Fondasi Teori, Metode, dan Teknik Pembentukan, Malang: Setara Press, 2019, h. 92-93)
0 komentar:
Posting Komentar