alt/text gambar

Senin, 25 Agustus 2025

Topik Pilihan:

George Edward Moore dan Filsafat Bahasa

George Edward Moore

Moore adalah seorang tokoh filsafat analitik (penguraian) kelahiran Upper Nortwood London. Sebagai seorang analis, Moore berpendapat bahwa tugas filsafat adalah memberikan analisis yang tepat tentang konsep atau proposisi, yaitu menyatakan dengan jelas dan tepat apa yang dimaksudkan dengan konsep-konsep atau proposisi-proposisi dalam ilmu filsafat. 

Karya Moore yang terkenal adalah Principia Ethica (1903) dan dalam bentuk yang populer adalah Ethics (1912). Ia tidak menolak etika normatif dan lebih menekankan pada analisis konse dan argumentasi-argumentasi yang dipakai dalam etika. 

Jadi, Moore lebih menekankan pada analisis “metaetika”. Buku yang berjudul Principia Ethica sebagian besar merupakan uraian-uraian yang menyangkut terminologi dalam etika, misalnya tentang arti kata “baik”. Suatu pembahasan Moore yang terkenal adalah kritik dan uraiannya tentang “kekeliruan naturalistis” (naturalistic fallacy). Dalam uraiannya, Moore menjelaskan arti kata “baik” dalam etika yang disamakan dengan ciri naturalistis. Misalnya kekeliruan yang dilakukan oleh para penganut paham "hedonisme”, yang menyamakan “baik” dengan sesuatu yang “menyenangkan”. 

Bagi mereka “X itu baik” sama artinya dengan “X itu menyenangkan”. Tapi hal itu tidak dapat dipertahankan terutama karena dua alasan sebagai berikut. 

Pertama, kalau seandainya “baik” dan “menyenangkan” itu sama artinya, maka akan timbul suatu masalah tentang bagaimana sesuatu yang menyenangkan tapi tidak baik, sebab dalam kenyataannya hal itu sering terjadi. 

Kedua, kalau seandainya pengertian “baik” dan “menyenangkan” sama artinya, maka pertanyaan “apakah yang menyenangkan itu baik?” seharusnya sama artinya juga dengan pertanyaan “apakah yang baik itu baik?” Namun demikian kita yakin bahwa pertanyaan pertama betul-betul mempunyai arti dan tidak boleh disetarafkan dengan pertanyaan yang kedua yang sederhana itu. Moore berpendapat bahwa kata “baik” memang tidak dapat didefinisikan sebab tidak mungkin diasalkan kepada suatu yang lebih jelas lagi. 

Moore memang tak menolak metafisika, tapi dalam berbagai macam uraiannya ia tidak mempraktekkan metafisika. Secara teoritis ia mengakui bahwa metafisika sebagai salah satu cabang filsafat yang penting, akan tetapi ia justru lebih tertarik untuk mengkritik pandangan metafisis dari filsuf lain. Dalam pengertian inilah Moore secara tidak langsung telah membangun tumbuhnya sikap skiptis dan kritis terhadap metafisika. Inilah sumbangan Moore terhadap tumbuhnya aliran baru di Inggris terutama atomisme logis yang mengkritik dan bahkan menolak metafisika (Bertens, 1981 :24). 

Atas dasar sikapnya yang konsisten tersebut maka tidaklah mengherankan jikalau Moore mengkritik kaum idealisme Inggris yang pada saat itu menguasai dunia pemikiran di Inggris. Kritik Moore terhadap aliran idealisme tersebut tertuang dalam karangannya yang berjudul “The Refutation of Idealism”, yang dimuat dalam majalah Mind (1903). Kaum idealisme terutama kaum Hegelian berpendapat bahwa “segala sesuatu itu bersifat spiritual”, “tidak ada dunia material di luar kita”, “waktu adalah tidak real” dan lain sebagainya. 

Menurut Moore pendapat kaum idealisme tersebut tidak berdasarkan pada logika sehingga tidak terpahami oleh akal sehat (common sense), dalam kaitan dengan pendapat Moore inilah maka atomisme logis mendapat inspirasi bahwa analisis bahasa harus mendasarkan pada logika, sehingga ungkapan-ungkapan bahasa yang melukiskan suatu realitas terwujud dalam bentuk proposisi-proposisi (lihat Bertens, 1981: 24; Charlesworth, 1959: 12). 

Formulasi pemikiran filsafat yang mendasarkan pada suatu analisis melalui bahasa dan didasarkan atas logika inilah yang merupakan jasa-jasa baik Moore terhadap lahirnya atomisme logis. Tapi hendaklah kita ingat bahwa memang dalam kenyataannya seluruh dasar-dasar logika atomisme logis tak didasarkan atas pemikiran Moore karena sebagaimana diketahui bahwa Moore bukanlah ahli di bidang logika. 

Dalam setiap sistem analisisnya Moore tidak mengakhiri dengan justifikasi benar atau salah melainkan apakah sesuatu itu bermakna atau tidak bermakna. 

Atas dasar ciri-ciri pemikiran Moore beserta metodenya maka tidaklah mengherankan bilamana Moore diberi gelar sebagai perintis gerakan baru dalam pemikiran filsafat di Inggris, yaitu sebagai perintis gerakan filsafat analitik yang dalam terminologi filsafat dikenal juga dengan istilah "filsafat analitika bahasa". 

Berdasarkan atas reputasinya itu maka Moore berpendapat bahwa tugas utama filsafat adalah memberikan analisis yang tepat atau yang memadai tentang konsep suatu proposisi, yaitu menguraikan dengan jelas dan memadai apa yang dimaksud dengan konsep atau proposisi itu (Moore, 1959: vii). 

Memberikan analisis secara pantas terhadap suatu konsep atau suatu proposisi itu sama dengan menggantikan perkataan atau kalimat yang digunakan untuk mengungkapkan hal itu dengan ungkapan-ungkapan lain yang sama benar nilainya (exactly equivalent) dengan kalimat atau ungkapan tadi tapi menjadi semakin jelas maknanya.

(lihat Prof. Dr. Kaelan, Filsafat Bahasa: Hakikat dan Realitas Bahasa, Yogyakarta: Paradigma, 2017, h. 90-92) 



0 komentar:

Posting Komentar