alt/text gambar

Minggu, 31 Agustus 2025

Topik Pilihan:

Etika dan Etiket, Apa Bedanya?

 

“Etika” secara etimologis berasal dari Yunani, “ethos”, yang berarti “custom” atau kebiasaan yang berkaitan dengan tindakan atau tingkah laku manusia, juga dapat berarti “karakter” manusia (keseluruhan cetusan perilaku manusia dalam perbuatannya). 

Ethos memiliki makna “an action that is one's own”, atau suatu tindakan yang dilakukan seseorang dan menjadi miliknya. Makna ethos semacam ini juga dimiliki oleh kata Latin, “mores”, yang darinya kata “moral” diturunkan. Dengan demikian, ethical dan moral, sinonim. Etika adalah filsafat moral. 

Etika berbeda dengan etiket. Jika etika berkaitan dengan moral, etiket hanya tali-temali dengan sopan santun. Belajar etiket berarti bagaimana bertindak dalam cara-cara yang santun: sedangkan belajar etika berarti bagaimana bertindak baik. Lapangan etiket berkisar pada tindakan/cara-cara bertindak dari sudut pandang eksternal, dan tidak menyentuh kedalaman tindakan secara utuh. 

Sedangkan etika menunjuk pada tindakan manusia secara menyeluruh. Artinya, etika tidak hanya bersoal jawab dengan cetusan tindakan lahiriah manusia, melainkan juga motivasi yang mendasarinya dan aneka dimensi lain yang ikut berpartisipasi di dalamnya. Etika, pendek kata, mengantar orang pada bagaimana menjadi baik. 

Secara umum dapat dikatakan bahwa etika adalah filsafat tentang tindakan manusia sebagai manusia. Suatu tindakan itu mempunyai nilai etis bila dilakukan oleh manusia dan dalam kerangka manusiawi. Jelas bahwa etika itu berurusan secara langsung dengan tindakan atau tingkah laku manusia. Tingkah laku manusiawi ini bukan tingkah laku yang tidak ada artinya, tetapi yang mengejar nilai-nilai kebaikan. 

***

Karakter normatifnya, etika bukan hanya melarang (untuk melakukan pelanggaran), melainkan juga mendesakkan kehendak, tekad, dan keputusan tindakan yang makin memanusiawikan hidup manusia. 

Apa yang dimaksud dengan normatif di sini, bukan menunjuk kepada norma-norma agama (seperti Islam, Katolik, Hindu, Buddha, dan yang sejenisnya), juga bukan kepada tradisi budaya atau religius masyarakat setempat (Indonesia, Eropa, Cina, Rusia), atau juga bukan berurusan dengan apa-apa yang dinormakan sebagai demikian (misalnya norma-norma Pancasila, atau norma-norma hukum adat atau hukum agama yang diberlakukan, dan seterusnya). Normatif di sini, langsung merujuk dan menunjuk pada itu yang secara sistematis dan tertib korespondensi (bersesuaian) pada sistem nilai hidup manusia. Dan, nilai di sini, bukan itu yang langsung ditawarkan oleh agama atau tradisi lain, melainkan pada itu yang diuji dan diproduksi oleh akal budi manusia sebagai demikian. 

Jadi, normatifnya berada dalam bingkai konteks pertimbangan atau diskrepansi atau korespondensinya dengan akal budi manusia sejauh dia manusia. Oleh karena itu, etika selain memiliki karakter normatif dan praktis, juga rasional. Artinya, penjelasan refleksi etika tunduk pada prinsip-prinsip akal budi yang benar dan sehat. 

Kuliah Etika memiliki sebagai objek penjelajahan: tindakan manusia sejauh manusia (human action). Dan etika menggagasnya, menguji, dan menganalisisnya dari sudut pandang normatif human action secara sistematis, tertib, dan dalam terang akal budi manusia. 

(Dr. Agustinus W. Dewantara, Filsafat Moral: Pergumulan Etis Keseharian Hidup Manusia, Yogyakarta: Kanisius, 2023, h. 3, 7) 



0 komentar:

Posting Komentar