alt/text gambar

Jumat, 22 Agustus 2025

Topik Pilihan:

Tiga Jenis Kebenaran dalam Epistemologi dan Hubungan Bahasa dengan Epistemologi


Peranan penting bahasa dalam epistemologi berkaitan erat dengan teori kebenaran. Terdapat tiga teori kebenaran dalam epistemologi, yaitu koherensi, korespondensi, dan pragmatis. 

(1) Teori kebenaran koherensi yang menyatakan bahwa suatu pernyataan itu dianggap benar bila pernyataan itu bersifat koheren atau konsisten dengan pernyataan-pernyataan sebelumnya yang dianggap benar. 

(2) Teori kebenaran korespondensi yang menyatakan bahwa suatu pernyataan itu dianggap benar bilamana materi pengetahuan yang dikandung dalam pernyataan itu berkorespondensi atau berhubungan dengan objek atau fakta yang diacu oleh pernyataan tersebut. 

(3) Teori kebenaran pragmatis yang menyatakan bahwa suatu pernyataan itu dianggap benar bilamana pernyataan itu mempunyai kegunaan praktis bagi kehidupan manusia. Dengan lain perkataan bahwa suatu pernyataan itu dianggap benar bilamana memiliki konsekuensi pragmatis bagi kehidupan praktis manusia ( Suriasumantri , 1984 : 55-59). 

Justifikasi kebenaran menurut teori koherensi sangat ditentukan oleh suatu pernyataan yang terdahulu yang dianggap benar. Misalnya pernyataan 'semua orang pasti akan mati adalah suatu pernyataan yang benar, maka pernyataan “si Amin pasti akan mati" adalah pernyataan yang benar juga. Pernyataan-pernyataan yang benar tersebut sangat tergantung pada ungkapan yang dirumuskan melalui bahasa dan ungkapan-ungkapan tersebut terdiri atas pangkal pikir-pangkal pikir yang dirumuskan melalui bahasa juga, maka dapat disimpulkan bahwa penggunaan bahasa sangat menentukan pada sistem kebenaran koherensi. Kesalahan dalam merumuskan bahasa akan berakibat kesalahan dalam kebenaran pengetahuan. Bilamana dalam pernyataan di atas rumusan bahasanya menjadi "beberapa orang pasti akan mati" dianggap pengetahuan yang benar maka pernyataan kedua menjadi “si Amin belum tentu mati". 

Berbeda dengan peranan bahasa dalam sistem kebenaran koherensi, peranan bahasa dalam sistem kebenaran menurut teori korespondensi, suatu pernyataan itu dianggap benar bilamana hal itu berkorespondensi (berhubungan) dengan objek atau fakta yang diacu pernyataan tersebut. Jikalau seseorang menyatakan bahwa “Ibu kota Negara Republik Indonesia adalah Jakarta” adalah benar maka pernyataan itu adalah benar karena pernyataan itu dengan objek yang bersifat faktual yaitu Jakarta yang memang menjadi ibu kota Negara republik Indonesia. Namun sekiranya orang lain yang menyatakan bahwa “Ibu kota Negara republik Indonesia adalah Yogyakarta" maka pernyataan tersebut adalah tidak benar karena tidak didukung oleh objek yang secara faktual benar, maka secara faktual “Ibu kota Negara Republik Indonesia bukan Yogyakarta melainkan Jakarta”. Dalam masalah ini terdapat suatu hubungan antara ide dengan fakta (objek faktual) dan hubungan tersebut dilakukan melalui bahasa, sehingga bahasa sangat menentukan formulasi kebenaran tentang fakta. Kelemahan sistem kebenaran teori korespondensi ini terletak pada kekurangsesuaian antara pengalaman indra dengan fakta empiris, dan kalau demikian maka akan berakibat pada kesalahan perumusan bahasa yang digunakan untuk mengungkapkan pengetahuan tersebut. 

Hal ini sebagaimana dikemukakan oleh Martin Lean yang mengemukakan bahwa kita tidak pernah mengalami objek, tetapi hanya data indrawi dan bahasa harian mengandung teori-teori atau hipotesis yang tidak dapat dibuktikan mengenai benda-benda pengalaman. Kelemahan teori korespondensi adalah apa yang kita persepsi secara langsung adalah persis dengan apa yang dipercaya oleh anggapan umum yaitu objek yang bersifat real dan terlepas dari subjek. Lean menekankan bahwa bahasa adalah nyata seutuhnya dan tidak mungkin memuat hipotesis yang tak dikenal atau menunjuk kepada hal yang tidak dapat diamati. Arti kata-katanya terletak dalam penggunaannya, kata dalam dirinya sendiri adalah bunyi, dan kita memberikan arti kepadanya dengan cara kita dalam menggunakannya (Lean,1963 : 16-24). Konstatasi Lean tersebut mengisyaratkan pada kita bahwa objek pengetahuan yang bersifat fisis dan real tidak dapat begitu saja terwakili melalui rumusan bahasa, sebab objek fisis menurut teori korespondensi tersebut sejauh mana dapat dibuktikan di dalam persepsi indrawi karena hanya merupakan data indrawi, sehingga rumusan bahasa dalam mengungkapkan kebenaran dalam hubungannya dengan objek fisis menjadi sangat menentukan (lihat Hadi, 1994: 76). Berdasarkan uraian tersebut di atas maka peranan analisis bahasa menjadi sangat penting bahkan sangat menentukan terutama dalam operasionalisasi penelitian sosial yang mendasarkan pada teori kebenaran korespondensi. 

Peranan ungkapan-ungkapan bahasa dalam penentuan kebenaran berdasarkan teori pragmatis , berkaitan erat dengan konsekuensi fungsional dalam kehidupan praktis. Artinya, suatu pernyataan adalah benar jikalau pernyataan itu atau konsekuensi dari pernyataan itu mempunyai kegunaan praktis dalam kehidupan manusia. Konsekuensinya suatu pernyataan yang benar pada suatu waktu tertentu dapat menjadi. tidak benar manakala pernyataan tersebut tidak memiliki konsekuensi kegunaan atau manfaat praktis bagi kehidupan manusia. Dalam masalah ini bahasa memiliki peranan mengkomunikasikan antara objek dengan kehidupan manusia secara praktis.Rumusan bahasa yang melukiskan kebenaran tentang objek pengetahuan dapat menjadi tidak benar karena tidak memiliki konsekuensi kegunaan praktis bagi kehidupan manusia tertentu. Sebaliknya suatu rumusan bahasa yang tidak mengungkapkan kebenaran objektif dapat menjadi benar karena memiliki konsekuensi kegunaan praktis bagi kehidupan manusia tertentu. 

(Prof. Dr. Kaelan, Filsafat Bahasa: Hakikat dan Realitas Bahasa, Yogyakarta: Paradigma, 2017, h. 14-16) 



0 komentar:

Posting Komentar