![]() |
Drs. Kwik Kian Gie |
Oleh: Kwik Kian Gie
Dalam waktu singkat, reksadana bermunculan seperti jamur. Kalau selama 1999 hanya ada satu reksadana tertutup, pada akhir Desember 1996 bertambah menjadi 22 reksadana terbuka dan satu reksadana tertutup, dengan total dana yang dikelola sekitar Rp 2,3 trilyun. Ini masuk akal, karena Bursa Efek Jakarta (BEJ) memang sudah memperdagangkan demikian banyaknya efek dari cukup banyak perusahaan, sehingga cukup banyak pilihan tersedia untuk melakukan investasi portofolio yang sifatnya membagi risiko. Juga karena bukan hanya saham, melainkan ada obligasi dan nantinya mungkin surat-surat berharga lainnya yang akan diperdagangkan, sehingga memang sudah waktunya reksadana didirikan.
Reksadana adalah perusahaan investasi. Tugasnya menginvestasikan uang milik masyarakat yang dipercayakan kepadanya oleh para ahli investasinya. Kalau untung, keuntungannya adalah untuk investor yang membeli saham reksadana. Kalau merugi, investor yang mempercayakan uangnya juga merugi. Reksadananya tidak bisa merugi. Mereka akan untung terus, karena mereka menerima fee. Mereka hanya akan menderita kerugian, kalau hasil pendapatan fee-nya lebih kecil dari biaya overhead.
Ada banyak bentuk reksadana. Yang lazim di Indonesia dua macam. Yang pertama yang disebut close end. Perusahaan reksadana mengeluarkan sertifikat yang jumlahnya tetap. Dalam perjalanan waktu, jumlah sertifikat ini tidak akan ditambah dan tidak akan dikurangi. Investor yang sudah membeli sertifikat reksadana yang close end juga tidak dapat menjualnya kepada perusahaan reksadana, tetapi sertifikat atau efeknya dicatat di Bursa Efek Jakarta dan diperdagangkan di sana. Maka kalau investor yang memiliki saham reksadana membutuhkan uang, dan ingin menguangkannya, dia dapat menjualnya di Bursa Efek Jakarta. Investor mengemban risiko bahwa bursa sedang sepi, sehingga sulit menjualnya.
Sertifikat reksadana yang open end tidak tercatat di Bursa Efek. Tetapi perusahaan reksadana yang menerbitkannya wajib membeli setiap saat investor ingin menjualnya. Maka ditinjau dari sudut likuiditas, sertifikat reksadana yang open end lebih menguntungkan. Jumlah sertifikatnya juga bisa berkurang dan bisa bertambah tergantung pada kebijaksanaan perusahaan reksadananya.
Yang terpenting dan paling hakiki dari reksadana adalah bahwa investor mempercayakan uangnya untuk diputarkan oleh mereka dengan cara berjual beli efek-efek. Kita bisa bertanya mengapa pemilik modal tidak melakukan transaksi jual beli sendiri? Karena kebanyakan pemilik modal tidak mempunyai keahlian memilih efek yang akan diperjualbelikan dengan maksud memperoleh laba.
Setiap orang mempunyai pertimbangannya sendiri-sendiri. Ada yang ingin investasi dengan maksud benar-benar ikut memiliki perusahaan dengan segala konsekuensinya, yaitu menikmati dividen kalau perusahaan untung, dan menderita kerugian kalau perusahaannya merugi. Tetapi yang demikian itu tidak banyak, karena tidak banyak perusahaan yang memberikan dividen yang memuaskan. Pada umumnya dividen yang diterima merupakan persen yang kecil sekali dari harga saham yang dibayar.
Maka yang banyak dilakukan orang adalah jual beli saham dengan maksud untuk memperoleh capital gain, yaitu perbedaan harga efek. Membeli dengan harga tertentu dengan harapan harganya akan naik, sehingga untung dari kenaikan harga tersebut. Risiko yang mutlak menyertainya adalah kalau harga turun, sehingga diderita kerugian. Banyak yang menjadi kaya dari Bursa Efek, tetapi juga tidak sedikit yang bangkrut habis-habisan.
Banyak orang tidak puas sekadar mendapatkan bunga dengan cara mendepositokan uangnya di bank. Dengan adanya Bursa Efek, kita bisa berspekulasi. Tetapi bagaimana menentukan membeli apa dan kapan, serta menjual apa dan kapan? Jelas dibutuhkan pengetahuan dan pengalaman supaya tidak celaka. Untuk itulah didirikan reksadana, yang mempekerjakan ahli-ahli yang dianggap dapat melakukan transaksi dengan laba yang lebih besar dari bunga deposito.
Menjadi sangat krusial bagi investor publik yang awam, apakah benar bahwa setiap reksadana memang pasti mempunyai ahli-ahli yang benar-benar ahli, sehingga memang aman mempercayakan uang kita untuk diputarkan oleh mereka?
Reksadana di negara-negara maju sudah sangat tua. Bank-bank besar biasanya mempunyai reksadana sebagai anak perusahaannya, atau mempunyai bagian investasi di dalam banknya yang melakukan investasi dari uang yang dipercayakan kepada banknya. Bank-bank juga banyak yang mempunyai bagian investasi guna memberikan jasa kepada para nasabahnya dalam nasihat kemungkinan investasi.
Jadi memang benar bahwa banyak bank di luar negeri yang mempunyai keahlian dan pengalaman yang memadai. Mereka sudah mempunyai track record yang panjang dan meyakinkan. Maka kalau bank yang demikian mempunyai cabangnya di Jakarta dan membuka reksadana, kita boleh merasa agak aman bahwa keahlian dan pengalaman yang memadai memang dimiliki.
Yang perlu kita waspadai adalah reksadana yang didirikan karena latah-latahan. Kecuali itu potensi reksadana juga sangat besar. Di negara-negara yang sudah maju, keseluruhan dana yang dihimpun di dalam reksadana lebih besar daripada yang dihimpun di dalam bank. Maka reksadana adalah usaha yang menggiurkan banyak orang, terutama yang sudah bergerak dalam bidang yang terkait, seperti bank.
Dengan menjamurnya reksadana seperti ini, kita perlu sangat waspada dan benar-benar meyakinkan diri bahwa mereka mempunyai ahli yang ahli benar dan mempunyai pengalaman dalam berjual beli saham. Jelas bahwa dalam kondisi BEJ yang seperti sekarang, hampir tidak mungkin mendapat imbalan (return) dari dividen yang melebihi bunga deposito. Reksadana pasti akan berusaha memberikan return yang melebihi bunga deposito, karena kalau tidak, tidak akan ada yang tertarik menanamkan modalnya di reksadana. Maka reksadana pasti akan berjual beli saham dengan orientasi capital gain. Tetapi, seperti yang dikatakan, dibalik capital gain, selalu juga melekat kemungkinan dideritanya capital loss.
Kesimpulannya adalah bahwa kalau reksadana memang mempunyai ahli-ahli yang profesional dan berpengalaman, reksadana merupakan alternatif investasi yang menarik. Di reksadana, uang Anda akan diinvestasikan oleh para ahli yang profesional dan berpengalaman. Yang tidak kalah menariknya adalah bahwa di reksadana, modal Anda yang relatif kecil akan digabungkan dengan modal dari pemodal kecil lain-lainnya, sehingga menjadikan modal yang sangat besar. Dengan modal yang sangat besar, investasi bisa dilakukan dengan penyebaran antara ekuiti dan obligasi yang optimal, sehingga ditinjau dari sudut risk bearing dan risk avoiding, bisa dilakukan penyebaran risiko. Ditinjau dari sudut bidang industri, modal besar juga memberi kemungkinan besar untuk melakukan penyebaran risiko, yaitu sebagian di perusahaan makanan, sebagian di perbankan, sebagian di perusahaan pelayaran dan sebagainya. Ditinjau dari sudut likuiditas, saham reksadana setiap saat dapat dijual kembali kepada perusahaan reksadana yang bersangkutan dengan harga yang sesuai dengan net asset value dari seluruh portofolio. Nilai ini setiap hari ditentukan dan diumumkan.
Reksadana menarik, tetapi jangan ambil risiko terlalu besar. Waspadalah jangan sampai Anda mempercayakan uang yang kemudian dispekulasikan oleh so called fund managers yang sebenarnya masih ingusan. Dengan menjamurnya reksadana secara mendadak seperti di Indonesia sekarang ini, tidak dapat dihindarkan, bahwa banyak yang main gila, asal latah saja, dengan merekrut fund manager yang asal-asalan. Contohnya sudah kita saksikan dalam dunia perbankan, yang setelah Pakto 1988 terlampau banyak bank didirikan dengan para manajer bank yang asal-asalan dan masih ingusan. Akibatnya adalah bank-bank bermasalah yang sekarang kita saksikan.
Kwik Kian Gie, ekonom senior
Kompas, 24 Maret 1997
Sumber:
Kwik Kian Gie, Gonjang-Ganjing Ekonomi Indonesia: Badai Belum Akan Segera Berlalu, Jakarta: Gramedia Pustaka Utama dan Sekolah Tinggi Ilmu Ekonomi IBII, 1998.
0 komentar:
Posting Komentar