alt/text gambar
Tampilkan postingan dengan label Catatan. Tampilkan semua postingan
Tampilkan postingan dengan label Catatan. Tampilkan semua postingan

Jumat, 22 Agustus 2025

,

Pemimpin Ideal adalah Seorang Filsuf

 

Ada kesamaan antara al-Ghazali dan Plato tentang idealnya seorang pemimpin negara. Baik itu presiden, gubernur, bupati, dan lain-lain. Tak dapat diketahui apakah al-Ghazali pernah membaca Plato atau tidak. Tapi yang jelas, menurut al-Ghazali, negara seperti tubuh manusia: ada kepala, hati, dan perut. 

Ada yang menjadi hati, perut, dan kepala. Nah, kenapa raja atau presiden, atau sebutan lain, harus filsuf? Karena filsuf-lah hakikat kepala. Kepala yang merenung dan berpikir tentang ide-ide kebaikan, mengatur dan mengontrol seluruh tubuh. Jadi, raja tidak harus ikut jalan-jalan atau kerja teknis di bagian bawah. Masuk got, misalnya. Tidak. Tak harus begitu. Dia tugasnya berpikir, mengontrol, me-manage sampai ke bawah. Karena ada pembagian dan pendelegasian: tangan, kaki, hati, dan perut masing-masing punya tugas sendiri-sendiri. 

"Raja yang filsuf" atau "filsuf yang raja", menurut Plato, adalah orang punya pemahaman mendalam tentang kebenaran, keadilan. Dengan pemahaman itulah ia akan mampu mengatur negara dengan adil dan bijaksana. Dengan kata lain, negara akan baik jika rajanya menjadi filsuf, atau filsuf menjadi raja. 

(lihat Fahruddin Faiz, Filsafat Kebahagiaan, h. 46) 


,

Bupati Pati

 

Politik, menurut filsuf Jerman Jurgen Habermas, bertolak dari Teori Tindak komunikatif-nya, bukan memfokuskan diri pada perebutan kekuasaan melainkan berkomunikasi dan berwawancara secara rasional. Betolak dari teori diskurusnya, Habermas menegaskan bahwa sebuah kekuasaan tidak hanya dilegitimasi, tapi juga harus dirasionalisasi.

Dalam konteks masyarakat plural dewasa ini, sebuah kebijakan, hukum, sebelum diberlakukan harus dilemparkan kepada publik untuk dimurnikan dalam sebuah diskursus yang bebas dari kebohongan dan manipulasi, yang bebas dan kritis.

Pandangan Habermas semakin menguatkan pendekatan demokrasi deliberatif yang cocok dengan konteks masyarakat yang majemuk. Pendekatan demokrasi deliberatif menganggapbdemokrasi sebagai deliberasi (deliberato= menimbang) atau musyawarah bersama tentang persoalan-persoalan yang berkaitan langsung dengan hidup dan tindakan bersama.

Artinya, sebuah keputusan, seperti menaikkan pajak misalnya, harusnya merupakan keputusan bersama yang melibatkan semua orang yang akan terkena dampak dari keputusan tersebut. 

Partisipasi politik diartikan sebagai keikutsertaan warga negara dalam proses politik. Masyarakat terlibat aktif dalam kehidupan negara bukan hanya sebatas terlibat dalam pemilu atau pilkada, tapi dalam pembuatan hukum dan kebijakan politis yang dicapai dengan membangun diskursus. Inilah yang diusahakan oleh Jurgen Habermas dalam pandangannya tentang politik.


Jumat, 23 Mei 2025

Idrus: Dari Ave Maria ke Jalan Lain ke Roma

Nani Efendi

Oleh: Nani Efendi

Awalnya, saya sangat penasaran siapa Idrus yang disebut Pramoedya Ananta Toer (Pram) sebagai "guru besar"-nya. Pram—sastrawan Indonesia yang pernah dinominasikan menerima Hadiah Nobel itu—yang tulisannya dikagumi banyak orang, menganggap Idrus adalah "seorang stylist yang tak tertandingi". 

Bahkan, Pram mengatakan bahwa ia sewaktu dipenjara oleh Belanda pada 1947 di Bukitduri, ia mempelajari tulisan-tulisan Idrus. 

“Aku ini pengagum Idrus. Di Bukitduri tulisan Idrus aku pelajari: kata demi kata!” kata Pramoedya Ananta Toer.

Saking penasaran dengan Idrus, saya mencoba mencari tahu informasi tentang Idrus ini. Ternyata Idrus inilah pengarang buku—yang lazim disebut novel—berjudul Dari Ave Maria ke Jalan Lain ke Roma. Novel ini merupakan karya sastra yang dipelajari di sekolah-sekolah di Indonesia, di samping karya-karya sastra lainnya seperti Salah Asuhan karya Abdoel Moeis, Sitti Nurbaya: Kasih Tak Sampai karya Marah Rusli, Layar Terkembang karya Sutan Takdir Alisjahbana, dan lain-lain. 

Saya sudah mendengar novel Dari Ave Maria ke Jalan Lain ke Roma ini semenjak SMP, kemungkinan SD. Tapi dulu saya tak tertarik dengan novel ini. Dan saya tak menaruh minat pada sastra.

Kecintaan saya pada sastra muncul setelah membaca karya-karya Pramoedya Ananta Toer, terutama novelnya Bumi Manusia dan tiga novel berikutnya: Anak Semua Bangsa, Jejak Langkah, dan Rumah Kaca

Tentang novel Idrus berjudul Dari Ave Maria ke Jalan Lain ke Roma, saya baru termotivasi memiliki dan membacanya, setelah mendengar pujian Pram terhadap Idrus. Idrus digambarkan oleh Pram sebagai sosok penulis yang luar biasa. 

Akhirnya, saya bacalah karya Idrus, Dari Ave Maria ke Jalan Lain ke Roma. Ternyata, memang luar biasa tulisan-tulisan Idrus. Wajarlah Pram menganggap Idrus sebagai "guru besar"-nya. Dan jika diperhatikan, Pram sepertinya banyak meniru gaya tulisan Idrus. 

Ketika membaca tulisan Idrus, saya kadang merasa sedang membaca novel-novel Pram. Karena gaya bahasanya yang hampir-hampir mirip. Dan saya yakin Pram memang banyak terpengaruh style penulisan Idrus. 

Lantas, apa sebenarnya maksud judul Dari Ave Maria ke Jalan Lain ke Roma? Novel ini bukanlah sebuah tulisan utuh, tapi merupakan kumpulan cerita pendek. Jadi, maksudnya: di mulai dari cerita pendek berjudul "Ave Maria" dan di bagian akhir adalah cerpen berjudul "Jalan Lain ke Roma". 

Novel ini mengandung banyak pelajaran dan inspirasi. Idrus merekam dengan baik kondisi sosial Indonesia pada masa pendudukan Jepang. Di dalamnya ada kritik sosial, sindiran cerdas dengan gaya kocak yang bisa membuat kita tertawa sendirian, kata-kata heroik yang dapat menggugah sikap kritis dan kesadaran perlawanan terhadap penindasan. Ia juga bicara tentang keberanian menghadapi hidup. Juga tentang kejujuran. Juga kebenaran, keadilan. 

Saya menganggap novel ini sangat penting dibaca siswa-siswi kita di sekolah-sekolah, termasuk di perguruan tinggi, untuk menggugah sikap kritis, memperkaya jiwa, agar lebih memahami dan menyelami persoalan kehidupan manusia dan sejarah Indonesia. Karena, kata Prof Bambang Sugiharto, hidup ini tidaklah sesederhana yang dijelaskan oleh sains atau ilmu pengetahuan. 

Idrus lahir di Kota Padang pada 21 September 1921. Kekhasan gaya penulisannya membuat H.B. Jassin menobatkan Idrus sebagai pelopor Angkatan '45 di bidang prosa. Tapi Idrus menolak penggolongan itu. 

"Di rumah, Open berpikir. Redaktur itu berkata, karanganku tai kebo. Ya, betul tai kebo. Kelihatannya jelek, tetapi jika dipakai sebagai pupuk, dapat menyuburkan kehidupan pohon-pohon. Dan pohon-pohon itu adalah bangsa Indonesia yang sedang tidur dengan nyenyaknya." Itulah sedikit kutipan dari karangan Idrus berjudul "Jalan Lain ke Roma", hlm. 163.

Open adalah nama tokoh dalam "Jalan Lain ke Roma". Tulisan Open—yang mungkin tulisan Idrus sendiri—disebut "tai kebo" dan ditolak diterbitkan oleh redaktur sebuah media massa ketika itu, karena berisi kritikan tajam terhadap prilaku para penjajah terhadap bangsa dan rakyat Indonesia. Tulisan Idrus memang bertujuan membangunkan bangsa Indonesia yang sedang tertidur lelap untuk bangkit melawan segala bentuk hal yang bertentangan dengan kemanusiaan, keadilan, kebaikan, kebenaran. 

Nani Efendikritikus sosial, aktivis, dan penulis



Kamis, 15 Mei 2025

,

Politik dan Hukum dalam Pandangan Filsuf Thomas Aquinas

Oleh: Nani Efendi


Politik dan hukum—dalam pandangan filsuf Thomas Aquinas—memiliki suatu tujuan: yaitu "bonum commune" atau "kebaikan bersama".

Hukum, dalam pandangan Thomas Aquinas, tidak dilihat melulu sebagai suatu kekuatan untuk menghukum, tapi dalam artinya yang terdalam: sebagai suatu perintah akal budi (ordo rationis). Akal budi adalah aturan dan ukuran (regula et mensura) dalam tindakan manusia. 

Kebaikan yang menjadi akhir dari hukum berkaitan dengan kebenaran. Inilah wilayah kerja hukum terutama hukum kodrat sebagai perintah akal budi praktis.

Dan hukum kodrat (hukum akal budi) inilah yang harus menjadi dasar dari semua hukum positif. 

Hukum positif yang berlawanan dengan hukum kodrat bukanlah hukum dalam arti sesungguhnya.

Prinsip utamanya: "Lakukan yang baik, tolaklah yang jahat". Prinsip ini mendesak manusia untuk selalu mengingini, mencari, dan mengejar kebaikan, serta menjauhi kejahatan. 

Thomas Aquinas adalah seorang filsuf dan teolog asal Italia. Karya termasyhurnya berjudul Summa Theologiae. Buku Summa Theologiae ini merupakan satu di antara referensi yang digunakan Yusril Ihza Mahendra ketika debat-debat tentang hukum dan etika.

Referensi: 

1. https://www.goodreads.com/book/show/53143731-filsafat-politik-dan-hukum-thomas-aquinas

Sabtu, 12 April 2025

,

NDP HMI: Mengurai Bab VI tentang Keadilan Sosial dan Keadilan Ekonomi

Nani Efendi

Oleh: Nani Efendi


Dalam banyak Latihan Kader di HMI, boleh dikatakan cukup jarang dibahas Bab VI NDP, karena penjelasannya panjang dan penulisannya juga agak rumit. Padahal, Bab VI ini sangat penting untuk memberikan wawasan sosial politik dan ekonomi bagi kader-kader HMI. Karena bab ini saya anggap sangat penting, maka saya berupaya untuk menyederhanakan tata bahasanya agar mudah dipahami. Berikut ini saya coba sempurnakan penulisannya. Saya buatkan juga sub-sub judul agar penjelasannya lebih sistematis.

Berikut hasil penyempurnaan penulisan dari saya:

Dalam Bab V telah dijelaskan tentang hubungan antara individu dengan masyarakat di mana kemerdekaan dan pembatasan kemerdekaan saling berhubungan. Perbaikan kondisi masyarakat tergantung pada pengaturan manusia sendiri dan upaya-upaya bersama. Jika kemerdekaan setiap pribadi tak diatur (dibatasi) sedemikian rupa, artinya diberikan secara absolut, maka keinginan setiap pribadi yang bermacam-macam itu akan menciptakan kekacauan atau anarkhi (Qs. Al Lail/92:8-10).

Ia akan menghancurkan masyarakat dan meniadakan kemanusiaan. Oleh karena itu, perlu ditata sebaik mungkin agar keadilan dalam masyarakat dapat tercipta (Qs. Al Maidah/5:8). Agar tidak terjadi apa yang diistilah oleh Thomas Hobbes, seorang filsuf Inggris, “homo homini lupus” (manusia adalah serigala bagi manusia lain). Istilah itu untuk menggambarkan situasi masyarakat yang diwarnai oleh persaingan dan peperangan. Semua orang bisa menjadi musuh antar mereka. Manusia yang satu bisa menghancurkan manusia lain demi mencapai tujuan. “Bellum omnium contra omnes” (perang semua melawan semua). Yang kuat akan menang atas yang lemah.

Kondisi seperti itu tentu tak boleh dibiarkan. Kehidupan sosial perlu ditata secara baik agar tercipta ketertiban dan keadilan dalam masyarakat. Nah, siapa yang harus menegakkan keadilan dalam masyarakat? Sudah barang pasti ialah masyarakat sendiri. 

Tapi dalam prakteknya diperlukan adanya satu kelompok dalam masyarakat yang karena kualitas-kualitas yang dimilikinya senantiasa mengadakan usaha-usaha menegakkan keadilan itu dengan jalan selalu menganjurkan sesuatu yang bersifat kemanusiaan serta mencegah terjadinya sesuatu yang berlawanan dengan kemanusiaan. Bahasa al Qur'annya “amar ma’ruf nahi munkar”. (Qs. Ali Imran/3:104, berbunyi: “Waltakum mingkum ummatuy yad'ụna ilal-khairi wa ya`murụna bil-ma'rụfi wa yan-hauna 'anil-mungkar, wa ulā`ika humul-mufliḥụn; Dan hendaklah ada di antara kamu segolongan umat yang menyeru kepada kebajikan, menyuruh kepada yang ma'ruf dan mencegah dari yang munkar; merekalah orang-orang yang beruntung.”).

Kualitas yang harus dipunyai oleh orang-orang itu ialah rasa kemanusiaan yang tinggi sebagai pancaran kecintaan yang tak terbatas pada Tuhan. Di samping itu, diperlukan kecakapan yang cukup. Kelompok orang-orang itu adalah pimpinan masyarakat; atau setidak-tidaknya mereka adalah orang-orang yang seharusnya memimpin masyarakat. Memimpin adalah menegakkan keadilan, menjaga agar setiap orang memperoleh hak asasinya, dan dalam jangka waktu yang sama menghormati kemerdekaan orang lain dan martabat kemanusiaannya sebagai manifestasi kesadarannya akan tanggung jawab sosial.

Negara adalah bentuk organisasi masyarakat yang utama. Dalam negara ada pemerintah yang diberikan kekuasaan oleh masyarakat melalui mekanisme demokrasi. Pemerintahlah yang pertama berkewajiban menegakkan kadilan.

Maksud semula dan fundamental daripada didirikannya negara dan pemerintah ialah untuk melindungi manusia yang menjadi warga negara daripada kemungkinan perusakkan terhadap kemerdekaan dan harga diri sebagai manusia. Untuk menghindari apa yang diistilah oleh Thomas Hobbes di atas, yakni “homo homini lupus” (manusia adalah serigala bagi manusia lain).

Tapi, sebagaimana dijelaskan di atas, di samping peran negara (pemerintah), setiap individu—dalam fungsinya sebagai khalifah fil ard—memikul tanggung jawab menciptakan tatanan kehidupan masyarakat yang baik melalui mekanisme demokrasi. Sebagaimana Rasulullah mengatakan: “kullukum raain wakullukum mas uulun ‘an raiyyatih.” (HR. Bukhari dan Muslim).

Pemerintah haruslah lahir dari masyarakat sendiri yang diberikan wewenang melalui mekanisme demokrasi. Kekuatan yang sebenarnya di dalam negara ada ditangan rakyat, dan pemerintah harus bertanggung jawab pada rakyat. Pemerintah harus menjalankan kebijakan atas persetujuan rakyat berdasarkan musyawarah (Qs. As-Syura 42:38, berbunyi: “…dan [bagi] orang-orang yang memenuhi seruan Tuhan dan menegakkan shalat, sedang urusan mereka [diputuskan] dengan jalan musyawarah antara mereka.”).

Menegakkan keadilan salah satunya ialah membatasi kepentingan-kepentingan pribadi yang tak mengenal batas (hawa nafsu). Menegakkan keadilan adalah amanat rakyat kepada pemerintah yang musti dilaksanakan (Qs. An Nisaa’/4:58, berbunyi: “Sesungguhnya Allah menyuruh kamu menyampaikan amanah kepada pemiliknya. Apabila kamu menetapkan hukum di antara manusia, hendaklah kamu tetapkan secara adil.”).

Ketaatan rakyat kepada pemerintah yang adil merupakan ketaatan kepada diri sendiri yang wajib dilaksanakan. Didasari oleh sikap hidup yang benar, ketaatan kapada pemerintah termasuk dalam lingkungan ketaatan kepada Tuhan (Kebenaran Mutlak) dan Rasulnya (pengajar tentang Kebenaran) (Qs. An Nisaa/4:59, berbunyi: Athi’ullah…dst). Pemerintah yang benar dan harus ditaati ialah mengabdi kepada kemanusiaan, kebenaran dan akhirnya kepada Tuhan YME (Qs. Al Maidah/5:45).

Menegakkan keadilan ekonomi

Penegakkan keadilan yang terpenting dan berpengaruh ialah menegakkan keadilan di bidang ekonomi atau pembagian kekayaan di antara anggota masyarakat. Keadilan menuntut agar setiap orang dapat bagian yang wajar dari kekayaan atau rezeki. Dalam masyarakat yang tidak mengenal batas-batas individual, sejarah merupakan perjuangan dialektis yang berjalan tanpa kendali dari pertentangan-pertentangan golongan yang didorong oleh ketidakserasian antara pertumbuhan kekuatan produksi di satu pihak dan pengumpulan kekayaan oleh golongan-golongan kecil dengan hak-hak istimewa di lain pihak (Qs. Al Hasyr/59:7, berbunyi: “Supaya harta itu jangan hanya beredar di antara orang-orang kaya saja di antara kamu.”). Karena kemerdekaan tak terbatas mendorong timbulnya jurang-jurang pemisah antara kekayaan dan kemiskinan yang semakin dalam. Proses selanjutnya—bila sudah mencapai batas maksimal—pertentangan golongan itu akan menghancurkan sendi-sendi tatanan sosial dan membinasakan kemanusiaan dan peradabannya (Qs. Al Israa’/17:16).

Adalah sebuah keniscayaan bahwa terdapat perbedaan-perbedaan antara manusia dalam hal kemampuan fisik maupun mental. Tapi dalam masyarakat yang tidak adil, kekayaan dan kemiskinan  terjadi dalam kualitas dan proporsi yang tidak wajar. Ketidakadilan ekonomi merupakan bentuk kezaliman. Orang-orang kaya menjadi pelaku daripada kezaliman sedangkan orang-orang miskin dijadikan sasaran atau korbannya.

Oleh karena itu sebagai yang menjadi sasaran kezaliman, orang-orang miskin berada di pihak yang benar. Pertentangan antara kaum miskin menjadi pertentangan antara kaum yang menjalankan kezaliman dan yang dizalimi. Dikarenakan kebenaran pasti menang terhadap kebhatilan, maka pertentangan itu disudahi dengan kemenangan tak terhindar bagi kaum miskin, kemudian mereka memegang tampuk pimpinan dalam masyarakat (Qs. An Nisaa'/4:160-161; Qs. Asy Syu'araa'/26:182-183; Qs. Al Baqarah/2:279; Qs. al Qashash/28:5).

Dalam masyarakat yang adil mungkin masih terdapat golongan kaya dan miskin, tapi hal itu terjadi dalam batas-batas kewajaran dan kemanusian dengan perbedaan kekayaan dan kemiskinan yang tidak terlalu besar disparitasnya. Hal itu sejalan dengan Islam: dibenarkannya pemilikan pribadi (private ownership) atas harta kekayaan dan adanya perbedaan-perbedaan tak terhindar dari pada kemampuan-kemampuan pribadi, fisik, maupun mental (Qs. Ar Ruum/30:37). Walaupun demikian usaha-usaha ke arah perbaikan dalam pembagian rejeki ke arah yang merata tetap harus diupayakan oleh masyarakat.

Kapitalisme

Kejahatan di bidang ekonomi yang menyeluruh adalah penindasan oleh sistem kapitalisme. Dalam sistem kapitalisme, dengan mudah seseorang dapat memeras orang-orang yang berjuang mempertahankan hidupnya karena kemiskinan, kemudian merampas hak-haknya secara tidak sah, berkat kemampuannya untuk memaksakan persyaratan kerjanya dan hidup kepada mereka.

Oleh karena itu, menegakkan keadilan mencakup pemberantasan kapitalisme dan segenap usaha akumulasi kekayaan pada sekelompok kecil masyarakat (Qs. Al Baqarah/2:278-279). Sesudah syirik, kejahatan terbesar kepada kemanusiaan adalah penumpukan harta kekayaan beserta penggunaanya yang tidak benar, menyimpang dari kepentingan umum, tidak mengikuti jalan Tuhan (Qs. al Humazah/104:1-3).

Maka menegakkan keadilan inilah membimbing manusia ke arah pelaksanaan tata masyarakat yang akan memberikan kepada setiap orang kesempatan yang sama untuk mengatur hidupnya secara bebas dan terhormat (amar ma'ruf) dan menentang terus menerus segala bentuk penindasan kepada manusia kepada kebenaran asasinya dan rasa kemanusiaan (nahi munkar).

Dengan perkataan lain, harus diadakan restriksi-restriksi dalam cara-cara memperoleh, mengumpulkan dan menggunakan kekayaan itu. Cara yang tidak bertentangan dengan kamanusiaan diperbolehkan (yang ma'ruf dihalalkan) sedangkan cara yang bertentangan dengan kemanusiaan dilarang (yang munkar diharamkan) (Qs. Ali 'Imran/3:110).

Pembagian ekonomi secara tidak benar itu hanya ada dalam suatu masyarakat yang tidak menjalankan prisip Ketuhanan YME. Mengaku berketuhanan YME tapi tak melaksanakan keadilan ekonomi, sama saja nilainya dengan tidak berketuhanan. Sebab nilai-nilai dikatakan hidup jika dinyatakan dalam amal perbuatan (Qs. Ash Shaff/61:2-3).

Dalam suatu masyarakat yang tidak menjadikan Tuhan sebagai satu-satunya tempat tunduk dan menyerahkan diri, manusia dapat diperbudaknya antara lain oleh harta benda. Tidak lagi seorang pekerja menguasai hasil pekerjaanya, tetapi justru dikuasai oleh hasil pekerjaan itu. Produksi seorang buruh memperbesar kapital majikan dan kapital itu selanjutnya lebih memperbudak buruh. Demikian pula terjadi pada majikan bukan ia menguasai kapital tetapi kapital itulah yang menguasainya. Kapital atau kekayaan telah menggenggam dan memberikan sifat-sifat tertentu seperti keserakahan, ketamakan dan kebengisan.

Shalat sebagai pendidikan progresif

Oleh karena itu, menegakkan keadilan bukan saja dengan amar ma'ruf nahi munkar sebagaimana dijelaskan di atas, tapi juga melalui pendidikan yang intensif kepada pribadi-pribadi agar tetap mencintai kebenaran dan menyadari secara mendalam akan adanya Tuhan. Shalat merupakan suatu bentuk edukasi, suatu pendidikan yang kontinyu, yang dapat mencegah manusia dari perbuatan keji dan munkar. (Qs. al Ankabuut/29:45).

Jadi, shalat merupakan penopang hidup yang benar. “Shalat adalah tiang agama. Siapa mengerjakannya berarti menegakkan agama. Siapa meninggalkannya berarti merobohkan agama.” (HR-Baihaqi). Shalat menyelesaikan masalah-masalah kehidupan, termasuk pemenuhan kebutuhan yang ada secara instrinsik pada rohani manusia yang mendalam, yaitu kebutuhan sepiritual berupa pengabdian yang bersifat mutlak (Qs. Luqman/31:30).

Pengabdian yang tidak tersalurkan secara benar kepada tuhan YME tentu tersalurkan ke arah sesuatu yang lain. Dan membahayakan kemanusiaan. Dalam hubungan itu, di bab-bab awal NDP terdapat penjelasan tentang syirik yang merupakan kejahatan fundamental terhadap kemanusiaan.

Zakat: solusi bagi kesenjangan ekonomi

Zakat merupakan solusi terakhir masalah perbedaan kaya dan miskin itu. Zakat dipungut dari orang-orang kaya dalam jumlah presentase tertentu untuk dibagikan kepada orang miskin (Qs. at Taubah/9:60). Zakat dikenakan hanya atas harta yang diperoleh secara benar, sah, dan halal saja. Sedang harta kekayaan yang haram tidak dikenakan zakat tetapi harus dijadikan milik umum guna manfaat bagi rakyat dengan jalan penyitaan oleh pemerintah.

Oleh karena itu, sebelum penarikan zakat dilakukan terlebih dahulu harus dibangun suatu masyarakat yang adil berdasarkan ketuhanan Tuhan Yang Maha Esa. Masyarakat yang tidak lagi memperoleh kekayaan secara haram, atau memperoleh dengan cara penindasan atas manusia oleh manusia (Qs. al Baqarah/2:188).

Tidak hanya mengatur bagaimana harta kekayaan itu diperoleh, tapi juga diatur bagaimana harta kekayaan itu digunakan. Pemilikan pribadi dibenarkan dalam batas yang tidak bertentangan dengan kepentingan umum. Jika bertentangan dengan, pemerintah berhak mengajukan konfiskasi.

Seorang dibenarkan mempergunakan harta kekayaan dalam batas-batas tertentu, yaitu dalam batas tidak kurang tapi juga tidak melebihi rata-rata penggunaan dalam masyarakat (Qs. al Furqan/25:67). Penggunaan yang berlebihan (tabzier atau israf) bertentangan dengan perikemanusiaan (Qs. al Israa'/17:26-27). Kemewahan selalu menjadi provokasi terhadap pertentangan golongan dalam masyarakat yang dapat berakibat destruktif (Qs. al Israa'/17:16).

Sebaliknya penggunaan kurang dari rata-rata masyarakat (taqti) merusakkan diri sendiri dalam masyarakat disebabkan membekunya sebagian dari kekayaan umum yang dapat digunakan untuk manfaat bersama (Qs. Muhammad/47:38).

Pada hakekatnya seluruh harta kekayaan ini adalah milik Tuhan (Qs. Yunus/10:55). Manusia seluruhnya diberi hak yang sama atas kekayaan itu dan harus diberikan bagian yang wajar daripadanya (Qs. Al A'raaf/7:10).

Pemilikan oleh seseorang (secara benar) hanya bersifat relatif sebagai mana amanat dari Tuhan. Penggunaan harta itu sendiri harus sejalan dengan yang dikehendaki tuhan, untuk kepentingan umum (Qs. al Hadiid/57:7). Maka kalau terjadi kemiskinan, orang-orang miskin diberi hak atas sebagian harta orang-orang kaya, terutama yang masih dekat dalam hubungan keluarga (Qs. al Ma'aarij/70:24-25).

Negara dan masyarakat berkewajiban untuk melindungi kehidupan keluarga dan memberinya bantuan dan dorongan. Negara yang adil menciptakan persyaratan hidup yang wajar sebagaimana yang diperlukan oleh pribadi-pribadi agar dia dan keluarganya dapat mengatur hidupnya secara terhormat.

Pemerintah mesti berupaya memperluas akses atau kesempatan yang sama dalam memperoleh pendidikan, kecakapan yang wajar, kemerdekaan beribadah, dan pembagian kekayaan bangsa yang pantas.  


Referensi: 


NDP HMI versi Nurcholish Madjid

Qs. Al Lail/92:8-10

Qs. Al Maidah/5:8

Qs. Ali Imran/3:104, berbunyi: “Waltakum mingkum ummatuy yad'ụna ilal-khairi wa ya`murụna bil-ma'rụfi wa yan-hauna 'anil-mungkar, wa ulā`ika humul-mufliḥụn; Dan hendaklah ada di antara kamu segolongan umat yang menyeru kepada kebajikan, menyuruh kepada yang ma'ruf dan mencegah dari yang munkar; merekalah orang-orang yang beruntung.”

Qs. As-Syura 42:38, berbunyi: “…dan [bagi] orang-orang yang memenuhi seruan Tuhan dan menegakkan shalat, sedang urusan mereka [diputuskan] dengan jalan musyawarah antara mereka.”).

Qs. An Nisaa’/4:58, berbunyi: “Sesungguhnya Allah menyuruh kamu menyampaikan amanah kepada pemiliknya. Apabila kamu menetapkan hukum di antara manusia, hendaklah kamu tetapkan secara adil.


Jumat, 11 April 2025

NDP HMI: Mengurai Bab V tentang Individu dan Masyarakat

Oleh: Nani Efendi 

Pusat kemanusiaan, kata Cak Nur, adalah di masing-masing pribadi. Karena itu, kemerdekaan pribadi adalah hak asasinya yang pertama. Tak ada sesuatu yang lebih berharga daripada kemerdekaan itu. Tapi manusia tak bisa hidup sendiri. Ia tetaplah sebagai mahkluk sosial, yang tak bisa memenuhi kebutuhannya sendiri tanpa hubungan sosial dengan masyarakat dalam bentuk-bentuk hubungan tertentu.

Kemerdekaan asasi diaplikasikan dalam masyarakat. Dengan adanya kemerdekaan pribadi itu maka timbul perbedaan-perbedaan antara suatu pribadi dengan lainnya (Qs. az Zukhruf/43:32, berbunyi: "Apakah mereka yang membagi-bagi rahmat Tuhanmu? Kamilah yang menentukan penghidupan mereka dalam kehidupan dunia dan Kami telah meninggikan sebagian mereka atas sebagian yang lain beberapa derajat, agar sebagian mereka dapat memanfaatkan sebagian yang lain. Rahmat Tuhanmu lebih baik dari apa yang mereka kumpulkan."). Artinya, perbedaan-perbedaan pada manusia itu adalah untuk kebaikan manusia sendiri: sebab kenyataan yang penting dan prinsipil, ialah bahwa kehidupan ekonomi, sosial, dan kultural menghendaki pembagian kerja yang berbeda-beda (Qs. al Maa-idah/5:48 berbunyi: Seandainya Allah menghendaki, niscaya Dia menjadikanmu satu umat (saja). Akan tetapi, Allah hendak mengujimu tentang karunia yang telah Dia anugerahkan kepadamu. Maka, berlomba-lombalah dalam berbuat kebaikan. Hanya kepada Allah kamu semua kembali, lalu Dia memberitahukan kepadamu apa yang selama ini kamu perselisihkan.").

Pemenuhan suatu bidang kegiatan guna kepentingan masyarakat adalah suatu keharusan, sekalipun hanya oleh sebagian anggotanya saja (Qs. Al Lail/92:4, berbunyi: "Sesungguhnya usaha kamu memang berbeda-beda."). Namun sejalan dengan prinsip kemanusiaan dan kemerdekaan, dalam kehidupan yang teratur tiap-tiap orang harus diberi kesempatan untuk memilih dari beberapa kemungkinan dan untuk berpindah dari satu lingkungan ke lingkungan lainnya (Qs. 17:84; Qs. 39:39). Manusia tak dapat mengoptimalkan potensi dirinya tanpa diberikan kebebebasan dan kemerdekaan melalui aktifitas dan kerja yang sesuai dengan kecenderungannya dan bakatnya.

Tapi ada kontradiksi pada manusia: dia adalah mahkluk yang sempurna dengan kecerdasan dan kemerdekaannya dapat berbuat baik kepada sesamanya, tapi pada waktu yang sama ia merasakan adanya pertentangan yang konstan dan keinginan tak terbatas dari hawa nafsu. Hawa nafsu cenderung kearah merugikan orang lain (kejahatan) dan kejahatan dilakukan orang karena mengikuti hawa nafsu (Qs. 12:53, Qs. 30:29).

Tapi, agar tercipta ketertiban dalam masyarakat, maka kemerdekaan mesti ditata sebaik mungkin. Karena kemerdekaan seseorang dibatasi oleh kemerdekaan orang lain. Meski persamaan hak antara sesama manusia harus ditegakkan. Pelaksanaan kemerdekaan tak terbatas hanya berarti pemberian kemerdekaan kepada pihak yang kuat atas yang lemah (perbudakan dalam segala bentuknya), sudah tentu hak itu bertentangan dengan prinsip keadilan. Kemerdekaan dan keadilan merupakan dua nilai yang saling menopang. Sebab harga diri manusia terletak pada haknya untuk mengembangkan kepribadiannya.

Referensi: NDP HMI versi Cak Nur


Selasa, 24 Desember 2024

RUMAH JENDERAL YANI


Buku-buku koleksi pribadi Jenderal Ahmad Yani tersimpan rapi di rumahnya yang sekarang dijadikan Museum Sasmitaloka, terletak di jalan Lembang No. 58, Menteng, Jakarta Pusat.

Museum ini tak jauh dari Vihara Buddha Metta Arama, dan Gereja Santo Ignatius Loyola, Jakarta. 

Buku-bukunya sebagian besar berbahasa Inggris. Rumah ini, bagi saya, cukup bersejarah. Rumah yang dulu dilihat oleh anak-anak sekolah hanya dalam film propaganda "Pengkhianatan G 30 S PKI" yang disutradarai oleh Arifin C. Noer. 

Mengapa cukup bersejarah bagi saya? Ya, karena berawal dari peristiwa 30 September 1965 di rumah inilah yang mengubah total wajah Indonesia, dari Orde Lama ke Orde Baru dan berkuasanya Soeharto selama 32 tahun. 

Kondisi rumah Jenderal Yani saat ini masih original dan asri. Kaca-kaca rumah yang berlobang tertembus peluru pun masih bisa kita saksikan di ruang tengahnya. 

Kamar tidur Pak Yani juga masih original. Cukup mewah. Ada cermin besar. Masih ada juga alat-alat kosmetik istrinya (parfum, bedak, lipstik, dll) yang saya lihat semuanya "branded' buatan Amerika.

Kamar mandinya juga mewah, sudah pakai wastafel. Bayangkan, di tahun '60-an, di saat masih banyak orang Indonesia mandi di sungai, beliau sudah punya kamar mandi seperti di hotel berbintang. 

"Ini masih original semua, ya, Pak?" tanya saya pada petugas Museum. 

"Ya, Bang. Ini masih original semua. Kecuali batu bata itu," kata petugas museum sambil menunjuk sebuah batu bata yang digunakan untuk menutup lobang saluran air agar tikus got tak masuk ke kamar mandi. 

Mobil pribadinya sedan berwarna biru masih tersimpan di samping kanan rumah.

Senin, 11 November 2024

MENDENGARKAN ADALAH SALAH SATU KUNCI SUKSES DALAM KOMUNIKASI



Teknik terpenting dalam komunikasi adalah mendengarkan. Tanya-puji-bereaksi. Pertanyaan merupakan wujud ketertarikan. Banyak yang tak tahu bagaimana cara menjalin komunikasi yang baik di kehidupan nyata, karena mereka hanya belajar sampai teknik bagaimana bersuara bagus atau bicara yang baik saja. 

Padahal, rumus komunikasi itu sederhana: C=QxPxR (Communication= Question x Praise x Reaction). 

Komunikasi = tanya, puji, reaksi. Artinya, agar komunikasi berjalan lancar dan baik, maka harus ada "pertanyaan", "pujian", dan dari situ baru muncul "reaksi".

Pertanyaan adalah bentuk ketertarikan terhadap lawan bicara. Pertanyaan dapat disebut sebagai dasar komunikasi. Komunikasi tak akan terwujud jika tak ada ketertarikan sama sekali terhadap lawan bicara. Berbicara tanpa ketertarikan sama saja berbicara dengan tembok. 

Pertanyaan termudah pada lawan bicara: "Siapa nama Anda?". 

Dalam suatu pertemuan, pertanyaan menjadi begitu penting. Duduk saja dalam barisan tak akan mendatangkan kebaikan. Saat kita melontarkan pertanyaan seperti "tinggal di mana?", atau "Anak Anda sekolah di mana?", bisa menjadikan Anda cepat akrab. 

Pujian juga penting untuk membangun hubungan yang baik. Pujian mempunyai efek yang instan dan kuat terhadap manusia. Pujian akan lebih efektif dengan menunjukkan bagian tubuh tertentu, misalnya "alismu bagus", "kulitmu seperti bayi". Atau barang yang dipakai lawan bicara, seperti baju, sepatu, dasi, dsb. Setelah pujian, akan ada umpan balik. 

Larry King berkata, "Tunjukkanlah dengan sungguh-sungguh bahwa Anda tertarik dengan apa yang sedang dikatakan oleh lawan bicara, sehingga dia pun akan berbuat demikian terhadap Anda. Untuk menjadi pembicara yang hebat, Anda harus terlebih dahulu menjadi pendengar yang hebat."

Oleh karena itu, dalam dialog ada aturan "1-2-3". Artinya, satu kali berbicara, dua kali mendengarkan, tiga kali memberi umpan balik. 

Ketidakharmonisan dalam hubungan apa pun disebabkan karena kurangnya memberi umpan balik terhadap lawan bicara. Mereka lebih banyak berbicara dan ingin lawan bicara mendengarkan saja dengan baik. Karena itu, komunikasi tak terjadi. Mestinya, dalam komunikasi harus ada "mendengarkan" dan "merespons" (lihat Oh Su Hyang, Bicara Itu Ada Seninya: Rahasia Komunikasi yang Efektif, Jakarta: Bhuana Ilmu Populer, 2018, h. 44-50) 


Minggu, 27 Oktober 2024

11 Kriteria Umum Nilai Berita (Layak Berita)


1. Unusualness (keluarbiasaan) 

2. Impact (dampak) 

3. Timeliness (aktualitas, immediacy

4. Proximity (kedekatan) 

5. Information (informasi) 

6. Conflict (konflik) 

7. Prominence (orang penting atau orang ternama) 

8. Human interest (kepentingan manusia) 

9. Surprising (kejutan) 

10. Newness (kebaruan) 

11. Sex (seks) 


(AS Haris Sumadiria, Jurnalistik Indonesia: Menulis Berita dan Feature, Panduan Praktis Jurnalis Profesional, Bandung: Simbiosa Rekatama Media, 2014, h. 80-91)

***

10 Elemen Nilai Berita Versi Septiawan Santana K

1. Timelines (immediacy, aktualitas) 

Berita adalah apa yang baru saja terjadi. Jika terjadi beberapa waktu lalu, itu namanya sejarah. Yang terjadi pada waktu lalu bisa juga bernilai berita, tapi dalam bentuk feature, bukan hard news, bukan straight news. 

2. Proximity (kedekatan) 

Masyarakat lebih tertarik dengan peristiwa yang terjadi di dekatnya

3. Consequence (dampak, impact) 

Hal yang memiliki dampak pada kehidupan banyak orang. Misalnya, kenaikan harga BBM, perubahan UU, dsb. 

4. Conflict (konflik) 

Peristiwa-peristiwa seperti perang, demontrasi, kriminal, perseteruan antar individu, antar kelompok, antar negara, dsb. 

5. Oddity (keanehan; keganjilan) 

Peristiwa yang tak biasa. Seperti tukang sapu jadi calon gubernur, bayi kembar lima, dsb. 

6. Sex 

Berita tentang impeachment Presiden AS Bill Clinton karena kasus selingkuh adalah contoh elemen sex. 

7. Emotion (human interest

Hal yang mengandung kesedihan, kemarahan, simpati, ambisi, cinta, kebencian, kebahagiaan, humor. Misalnya kasus eksekusi rumah Nenek Satariyah

8. Prominence (orang penting atau orang ternama) 

Dalam jurnalistik, ada adagium "names make news" (nama membuat berita). Orang penting atau orang-orang terkenal, apa saja yang dilakukannya, bisa menjadi bahan berita. 

9. Suspense

Sesuatu yang ditunggu-tunggu, misalnya siapa pelaku Bom Bali, dsb. 

10. Progress

Perkembangan peristiwa yang ditunggu masyarakat. Ingat, misalnya, dulu masyarakat penasaran kelanjutan kasus Sambo. Kesudahan invasi AS ke Irak, dsb. 

(Septiawan Santana K., Jurnalisme Kontemporer,  Jakarta: Yayasan Obor Indonesia, 2005, h. 18) 


Sabtu, 17 Agustus 2024

,

Ibadah Boleh Ditangguhkan atau Diperpendek?

  

Jalaluddin Rakhmat (Kang Jalal), dalam bukunya Islam Alternatif: Ceramah-Ceramah di Kampus (Bandung: Mizan, 1986, h. 47-49),  menjelaskan bahwa Islam ternyata agama yang menekankan urusan muamalah (kehidupan sosial) lebih besar daripada urusan ibadah (ritual). 

Menurut Ayatullah Khomeini, dalam Al-Hukumah al Islamiyah—sebagaimana dikutip Kang Jalalperbandingan antara ayat-ayat ibadah dan ayat-ayat yang menyangkut kehidupan sosial adalah satu berbanding seratus. Artinya, untuk satu ayat ibadah, ada seratus ayat muamalah. 

Alasan lain lebih ditekankannya muamalah dalam Islam, lanjut Kang Jalal, ialah adanya kenyataan bahwa bila urusan ibadah bersamaan waktunya dengan urusan muamalah yang penting, maka ibadah boleh diperpendek atau ditangguhkan (tentu bukan ditinggalkan). 

Diriwayatkan oleh Bukhari dan Muslim dari Anas bin Malik, Rasulullah berkata, "Aku sedang shalat dan aku ingin memanjangkannya. Tapi aku dengar tangisan bayi. Aku pendekkan shalatku. Karena aku maklum akan kecemasan ibunya karena tangisannya itu."

Beberapa tahun lalu, dalam suatu acara, orang-orang akan meninggalkan acara karena sudah masuk waktu shalat. Tapi Buya Jasrial Zakir, yang ketika itu sedang membahas hal penting, mengatakan, bahwa lebih utama meninggalkan shalat "sementara waktu", sampai selesainya urusan penting itu. Dan ia kemukakan dalil fiqh-nya pada waktu itu. Tapi saya tak ingat dalil yang beliau sampaikan. Yang jelas, saya sepakat dengan beliau ketika itu. 

Nah, setelah membaca buku Kang Jalal, seperti yang saya sebut di atas, apa yang dikatakan Buya Jasrial Zakir, ternyata nyambung dan klop. 

Senin, 12 Agustus 2024

Deri Mulyadi Luncurkan Kartu Ayo Sehat

 

Kandidat Bupati Kerinci Deri Mulyadi luncurkan kartu Ayo Sehat kepada masyarakat Kerinci. Kartu Ayo Sehat ini, selain sebagai bukti menjadi simpatisan dan bagian dari relawan atau tim pemenangan, juga berfungsi untuk mendapatkan pelayanan konsultasi kesehatan secara gratis dengan dokter Deri. 

"Nanti kita membuka layanan konsultasi kesehatan secara gratis di posko pemenangan. Dengan syarat harus membawa kartu Ayo Sehat yang telah kami bagi-bagikan. Konsultasi ini terutama terkait keluhan dan gangguan kesehatan tulang dan sendi," kata Fella, salah seorang anggota tim pemenangan dokter Deri, Rabu, 26 Juni 2024.

Dengan adanya konsultasi gratis itu, kata Fella, nanti akan dilihat apakah keluhan itu kategori ringan, sedang, atau berat. Jika berat, akan dirujuk ke rumah sakit. 

Seperti diketahui, dokter Deri Mulyadi yang pernah mengenyam pendidikan di Spanyol dan Thailand itu adalah ahli kesehatan tulang dan sendi. Tapi tidak hanya ahli kesehatan, dokter Deri, yang merupakan aktivis '98 itu, juga menguasai bidang hukum. Ia menyandang gelar doktor di bidang hukum. 

Setelah sekian lama berkarier di luar daerah, saat ini dokter Deri pulang ke Kerinci, ke kampung halaman yang ia cintai dan bertekad dengan ikhlas mewakafkan dirinya untuk membangun Kabupaten Kerinci: ia maju menjadi calon Bupati Kerinci pada pilbup 2024 dan siap bertarung di 27 November mendatang. 


Minggu, 04 Agustus 2024

,

Istilah "Kode Etik" Itu Tak Tepat

Oleh: Nani Efendi


Di Indonesia, sebuah istilah asing seringkali diterjemahkan secara keliru. Salah satu contohnya adalah istilah "tesis". Kata Ariel Heryanto, istilah 'tesis' kayaknya berasal dari bahasa Inggris 'thesis'. 

"Di kebanyakan komunitas akademik berbahasa Inggris," katanya, "istilah itu biasa dipakai untuk tugas akhir mahasiswa pada semua jenjang. Tidak seperti di Indonesia yang mematok istilah skripsi (S1), tesis (S2) dan disertasi (S3). Istilah asing banyak yang tidak cuma diserap ke dalam bahasa Indonesia, tapi juga ditambah dan dikurangi maknanya, sehingga berbeda dari sumbernya."

Nah, contoh lain lagi, dan inilah yang akan saya jelaskan dalam tulisan ini, adalah istilah "kode etik". Istilah "kode etik" ini diterjemahkan dari bahasa Inggris: code of conduct (lihat Wikipedia). 

Untuk pedoman perilaku di setiap profesi sebaiknya digunakan saja istilah "kode perilaku" (code of conduct), bukan kode etik. Karena etika tak berbicara mengenai point-point moral atau ajaran-ajaran moral khusus. Etika justru merupakan filsafat yang memikirkan persoalan moral, bukan mengajarkan nilai-nilai moral tertentu. 

Yusril Ihza Mahendra, dalam perdebatannya dengan Franz Magnis-Suseno dalam sidang MK, juga pernah menyatakan bahwa istilah kode etik yang kita kenal di Indonesia, yang diterapkan oleh banyak profesi, seperti kode etik kedokteran, kode etik penyelenggara pemilu, dsb, tidaklah sama dengan etika sebagaimana yang dimaksud Thomas Aquinas dalam Summa Theologia. Juga tak sama dengan etika yang dimaksud filsuf Immanuel Kant atau dalam tulisan-tulisan Al Ghazali.

Pengamat pendidikan, J. Drost S.J., dalam tulisannya berjudul "Mengapa Diperlukan Kebebasan Akademis", memberi pemahaman juga terhadap beda antara etika dalam pengertian filsafat moral dan etika profesi dalam artian kode etik secara khusus.

J. Drost menulis: "Apa itu etika profesi, dan apakah etika profesi dapat merupakan dasar suatu tindakan." Frans von Magnis, S.J. membedakan antara etika dan moral. Ajaran moral, menurut Magnis, menjawab pertanyaan: bagaimana saya harus hidup atau bagaimana saya harus bertindak. Artinya, ajaran moral mengajukan norma-norma bertindak. Sementara etika, menurut Magnis, menjawab pertanyaan bagaimana pertanyaan moral tersebut di atas dapat dijawab. Jadi, jelas J. Drost, etika adalah filsafat tentang ajaran moral, 

Etika tak mengajarkan yang wajib dilakukan orang, melainkan mempertanyakan bagaimana saya harus hidup. Dalam etika, pertanyaan itu dapat dijawab secara rasional, secara bertanggung jawab. 

Dari penjelasan J. Drost, jelaslah bahwa yang sehari-hari kita sebut sebagai etika profesi atau kode etik sebetulnya adalah moral profesi, yang dalam bahasa Inggris dinamakan "code of conduct". Karena, kode etik menentukan secara khusus dan rinci point-point moral: apa yang boleh dilakukan dan apa yang tidak. 

Oleh karena itu, "code of conduct" itu lebih tepat diterjemahkan menjadi kode perilaku, bukan kode etik. Karena kode etik tak lebih sebagai "daftar perilaku" apa yang wajib patuhi oleh seseorang yang menjabat profesi tertentu. 

Karena itu, menurut J. Drost, amat mungkin kode perilaku atau yang dikenal sebagai kode etik dapat bertentangan dengan moral agama tertentu atau pandangan moral seseorang.

Contoh sederhana, untuk mudah memahami sebagai berikut:

Seorang penyelenggara pemilu membantu temannya yang kebetulan sedang menjalani sidang etik. Oleh dewan kehormatan, itu dianggap melanggar etik. Karena dianggap menunjukkan sikap keberpihakan. Merujuk ke kode etik, boleh jadi itu betul. Tapi, dalam tinjauan etika atau filsafat moral, hal itu tak ada persoalan. Karena seperti itulah kita sesama manusia diwajibkan membantu sahabat kita yang sedang mengalami kesulitan. Itu sekedar contoh sederhana. 

Artinya, kode etik yang dirancang khusus untuk profesi tertentu itu tak mengandung nilai-nilai kebenaran yang hakiki (universal) sebagaimana yang dikaji dalam filsafat moral atau etika. 

Sekedar menambah pemahaman tentang etika, ada kata-kata dari Immanuel Kant, "Dalam 'hukum', seseorang bersalah adalah ketika ia melanggar hak orang lain. Sedangkan dalam 'etika', orang bersalah meski hanya berpikir untuk melakukannya." 

Nani Efendi, pemikir dan kritikus sosial


Baca juga: https://catatannaniefendi.blogspot.com/2025/08/etika-dan-kode-etik-apa-bedanya.html?m=1


Selasa, 30 Juli 2024

Survei

Ada tiga jenis kebohongan di dunia ini, kata negarawan Inggris, Benjamin Disraeli: bohong biasa, bohong besar, dan statistik. Untuk itu, berhati-hatilah membaca laporan survei politik. Karena pengelabuan dalam survei politik sering terjadi. 

Contohnya permainan pertanyaan dalam survei seperti di bawah ini:

a. Menurut Anda, siapakah yang bertanggung jawab atas terjadinya kemacetan di Jakarta? 

1. Pengendara sepeda motor

2. Pengendara bus, metromini, mikrolet, dan angkot

3. Pengendara mobil pribadi

4. Pemerintah Provinsi DKI Jakarta

b. Menurut Anda, apakah Pemerintah Provinsi DKI Jakarta bertanggung jawab atas terjadinya kemacetan di Jakarta? 

1. Ya

2. Tidak

3. Tidak tahu

Jawaban responden terhadap pertanyaan pertama akan beragam: sebagian akan menjawab pengendara sepeda motor, sebagian lagi pengendara bus, metromini, mikrolet, dan angkot, pengendara mobil pribadi, serta Pemerintah Provinsi DKI Jakarta. Sementara itu, jawaban responden atas pertanyaan kedua cenderung akan mengatakan Pemerintah DKI Jakarta-lah yang bertanggung jawab atas kemacetan. 

Jadi, penyelenggara jajak pendapat kadang nakal. Ia mengakali instrumen penelitian demi kepentingannya sendiri. Tentu kenakalan itu hanya diketahui oleh segelintir orang yang mengerti statistik. Orang awam tidak tahu dan menganggap hasil survei itu benar. 

Oleh karena itu, budayawan Ridwan Saidi pernah mengatakan pada Refly Harun dalam podcast-nya di YouTube: Refly, kata Ridwan Saidi, saya lebih percaya sama tukang sulap daripada tukang survei. (lihat, S. Sinansari Ecip, dkk, Teknik Mencari dan Menulis Berita, Tangerang Selatan: Universitas Terbuka, 2020, h. 6.19-6.24).

Selasa, 23 Juli 2024

Buku Referensi Memahami Jurnalisme

Beberapa Buku Referensi Terbaik untuk Memahami Dunia Jurnalisme:


S. Sinansari Ecip, dkk, Teknik Mencari dan Menulis Berita, Tangerang Selatan: Universitas Terbuka, 2020.


A.M. Dewabrata, Kalimat Jurnalistik: Panduan Mencermati Penulisan Berita, Jakarta: Penerbit Buku Kompas, 2010.


AS Haris Sumadiria, Jurnalistik Indonesia: Menulis Berita dan Feature: Panduan Praktis Jurnalis Profesional, Bandung: Sembiosa Rekatama Media, 2005.


Christianto Wibisono (ed), Pengetahuan Dasar Jurnalistik, Jakarta: Media Sejahtera, 1991.


Septiawan Santana K., Jurnalisme Kontemporer, Jakarta: Yayasan Obor Indonesia, 2005.


Ina Ratna Mariani, et al., Materi Pokok Teknik Mencari dan Menulis Berita, Jakarta: Universitas Terbuka, 2006.


S. Sinansari Ecip, Jurnalisme Mutakhir, Jakarta: Penerbit Republika, 2007.


Ton Kertapati, Dasar-Dasar Publisistik, Jakarta: Bina Aksara, 1986.


Luwi Ishiwara, Jurnalisme Dasar, Jakarta: Penerbit Kompas, 2011.


Hikmat Kusumaningrat dan Purnama Kusumaningrat, Jurnalistik: Teori dan Praktik, Bandung: Remaja Rosdakarya, 2006.


Asep Saiful Muhtadi, Jurnalistik: Pendekatan Teori dan Praktik, Jakarta: Logos Wacana Ilmu, 1999.


Septiawan Santana K., Jurnalisme Investigasi, Jakarta: Yayasan Obor Indonesia, 2002.


Kunjana R. Rahardi, Bahasa Jurnalistik: Pedoman Kebahasaan untuk Mahasiswa, Jurnalis, dan Umum, Jakarta: Ghalia Indonesia, 2011.


R. Masri Sareb Putra, Teknik Menulis Berita dan Feature, Jakarta: Indeks, 2006.


Rosihan Anwar, Bahasa Jurnalistik Indonesia dan Komposisi, Yogyakarta: Penerbit Media Abadi, 2004.


Toriq Hadad dan Bambang Bujono (ed), Seandainya Saya Wartawan Tempo, Jakarta: Institut Studi Arus Informasi dan Yayasan Alumni Tempo, 1997.


Patmono SK., Teknik Jurnalistik: Tuntunan Praktis untuk Menjadi Wartawan, Jakarta: BPK Gunung Mulia





Sabtu, 20 Juli 2024

Berita Perdana

 Jumat, 24 Mei 2024, Bawaslu Kabupaten Kerinci melantik Panwascam se-kabupaten Kerinci di Hotel Mahkota Sungai Penuh. Setelah pelantikan, dilanjutkan dengan kegiatan Bimbingan Teknis "Penguatan Kelembagaan" dalam rangka menghadapi pilkada serentak pada 27 November mendatang. Hadir sebagai pemateri dalam kegiatan tersebut mantan Komisioner KPU Kabupaten Tebo, Nani Efendi. Putra Kerinci yang pernah menjabat Ketua Divisi SDM KPU di Kabupaten Tebo itu menyampaikan materi dengan judul "Panwascam: Ujung Tombak Pilkada Luber dan Jurdil". Dalam kesempatan itu Nani Efendi menyampaikan ada tiga kunci kesuksesan sebagai penyelenggara pemilu, yakni kuasai regulasi, bekerja transparan, dan jangan berpihak. "Bekerjalah berdasarkan regulasi. Kuasa regulasi dan landasan-landasan hukum, terutama yang terkait penyelenggaraan pilkada, seperti UU Pilkada, Peraturan Bawaslu, Peraturan KPU, Keputusan Bawaslu dan Keputusan KPU, Surat Edaran, Surat Dinas, sampai ke Buku Panduan KPPS. Jika kita menguasai regulasi, InsyaAllah kita akan selamat dan sukses menyelenggarakan pemilu maupun pilkada," jelasnya. 

Kegiatan Bimtek diikuti oleh seluruh anggota Panwascam dari 18 Kecamatan di Kabupaten Kerinci. 

Jumat, 19 Juli 2024

Dokter dan Politik

 

Ada beberapa dokter yang dalam catatan saya, aktif dalam politik. Mereka punya idealisme dan cita-cita politik. Mereka antara lain:

Di Asia ada nama-nama seperti: dokter Mahathir Mohamad (Perdana Menteri Malaysia), Jose Rizal (pahlawan Filipina), Sun Yat Sen (Mantan Presiden Republik Tiongkok), dll. 

Dalam sejarah nasional ada nama-nama seperti:

dr. Cipto Mangunkusumo

dr. Soetomo

dr. Soebandrio (Wakil Perdana Menteri Orde Lama. Orang andalan Bung Karno. Bahkan, Bung Karno menyebut Soebandrio adalah Waperdam-nya yang paling cakap) 

dr. Soelastomo (mantan Ketum PB-HMI 1963-1966) 

dr. Hariman Siregar (mantan aktivis peristiwa Malari 1974) 

dr. Tarmidzi Taher (Menag Orba) 

dr. Zaini Abdullah (mantan pimpinan GAM di Aceh. Pernah jadi Gubernur Aceh 2012-2017) 

dr. Ribka Tjiptaning Proletariyati, A.Ak. (lahir 1 Juli 1959) adalah seorang dokter dan politikus Indonesia yang menjabat sebagai Ketua Komisi IX DPR RI dari fraksi PDI-P periode 2009-2014

Di Kerinci, sampai saat ini baru tercatat dua orang dokter yang punya idealisme, cita-cita, kesadaran politik, dan aktif berpolitik: dokter Nasrul Qadir dan dokter Deri Mulyadi. 

Rabu, 17 Juli 2024

,

DEKONSTRUKSI-NYA DERRIDA

 

Dalam bukunya, Melampaui Positivisme dan Modernitas (h.159), F. Budi Hardiman menjelaskan bahwa Habermas memandang Derrida masuk ke dalam pemikiran post-modern, dengan intensi yang sama seperti Heidegger: meninggalkan rasionalisme Barat dan dekonstruksi metafisika. Derrida masuk melalui bidang linguistik dengan anggapan bahwa modernitas ditandai oleh 'metafisika kehadiran' dan 'logosentrisme'. Akarnya adalah pemahaman bahasa sebagai bahasa lisan. Dalam bahasa lisan, penutur diandaikan hadir bersama objeknya dan konsep yang dituturkannya. Inilah biang keladi metafisika dan rasionalisme Barat. Karena itu, Derrida mengatasi metafisika dengan mengutamakan bahasa tulisan. Teks selalu lepas dari penulisnya dan dapat ditafsirkan sampai tak terhingga oleh pembaca manapun secara lepas konteks. Tak ada teks rujukan. Yang ada adalah tafsir intertekstualitas. Jadi, teks itu harus dianggap hilang. Yang tersisa hanyalah bekasnya. Habermas memandang perspektivisme Nietzsche muncul dengan cara lain dalam dekonstruksi dan intertekstualitas. Tak ada Kebenaran, bahkan makna pun tak ada. Dekonstruksi adalah semacam "metode", bukan untuk mencapai Kebenaran, melainkan justru untuk memperlihatkan bahwa teks-teks filosofis tak memiliki makna yang dimaksudkan penulisnya. Memang, Derrida digolongkan sebagai ahli waris Nietzsche. (lihat F. Budi Hardiman, Melampaui Positivisme dan Modernitas, h.159)--sudah di-post. 

Tiga Motif Orang Berpolitik

 

Secara umum, ada tiga motif orang berpolitik: pertama job seeker, atau mencari pekerjaan. Kedua, mengejar kekuasaan (power seekers), dan ketiga, panggilan jiwa (mengabdi) untuk memperbaiki kondisi masyarakatnya. Di masa serba kecukupan, jenis ketiga jarang muncul. Yang banyak, terutama untuk kondisi saat ini, adalah golongan pertama dan kedua, yakni para pencari kerja (job seekers) dan pencari kekuasaan (power seekers). Jenis ketiga biasanya muncul di saat kondisi krisis, seperti saat perang, saat revolusi, atau zaman chaos. Misalnya, waktu zaman perjuangan kemerdekaan, seperti Indonesia tahun 40-an. Atau seperti di Palestina saat ini. Dalam kondisi Palestina saat ini, misalnya, hanya yang memiliki panggilan jiwa saja yang mau dan berani berpolitik. Karena menjadi pemimpin di saat sulit harus siap menderita. Karena itulah ada kredo "Memimpin adalah menderita".

Jadi, berbicara politik, terutama untuk konteks saat ini, besar kemungkinan jenis politisi yang banyak muncul adalah tipe pertama dan kedua: pencari kerja dan pencari kekuasaan. Kalau pun ada yang tipe ketiga, jumlahnya saat ini sangatlah sedikit. Bahkan, terbilang langka

Senin, 15 Juli 2024

Kepemimpinan Situasional

Empat Gaya Dasar Kepemimpinan:

1. Gaya Instruktif (tinggi pengarahan dari pimpinan dan rendah dukungan dari pimpinan. Komunikasi terjadi satu arah. Bersifat menyuruh. Dikenal juga dengan gaya "direktif")

2. Gaya Konsultatif (tinggi pengarahan dan dukungan dari bawahan. Bersifat menjual ide. Minta nasihat. Komunikasi sudah mulai dua arah. Tapi pengendalian masih tetap di tangan pemimpin) 

3. Gaya Partisipatif (tinggi dukungan dari pimpinan dan rendah pengarahan dari pimpinan. Komunikasi dua arah. Bergabung. Pengikut dan pemimpin saling tukar ide dalam memecahkan masalah) 

4. Gaya Delegatif (rendah dukungan dan rendah pengarahan dari pimpinan. Proses pembuatan keputusan didelegasikan sepenuhnya pada bawahan. Bersifat memberi kuasa) (lihat Miftah Toha, Perilaku Organisasi: Konsep Dasar dan Aplikasinya, Jakarta: PT. RajaGrafindo Persada, 2003, h. 316-329. Lihat juga Charles J. Keating, Kepemimpinan: Teori dan Pengembangannya, Yogyakarta: Kanisius, 1991, h. 16).

Dalam kepemimpinan situasional, ada dua hal yang biasanya dilakukan pimpinan terhadap pengikut atau bawahan: perilaku mengarahkan dan perilaku mendukung. Mengarahkan terjadi dalam komunikasi satu arah. Sedangkan perilaku mendukung terjadi dalam komunikasi dua arah. 

Empat gaya kepemimpinan di atas digunakan dalam upaya mempengaruhi perilaku orang lain untuk mencapai suatu tujuan. Manakah di antara empat gaya kepemimpinan itu yang paling efektif? Menurut teori "kepemimpinan situasional", keempat gaya itu semuanya baik sesuai dengan tingkat kematangan (kemampuan, keterampilan) bawahan atau pengikut.
Bagi bawahan yang sudah matang (yang sudah mengerti betul tugas dan tanggung jawabnya), gaya kepemimpinan delegatif kemungkinan lebih cocok. Karena bagi kelompok yang sudah memiliki kematangan tak perlu lagi diajari lebih detail: karena bisa kontraproduktif. "Jangan ajari itik berenang". Mereka bisa merasa tersinggung dan dilecehkan.
Tapi bagi bawahan yang belum memiliki kematangan (kemampuan), gaya instruktif/direktif-lah yang kemungkinan lebih cocok: karena pengikut seperti ini masih membutuhkan bimbingan, petunjuk, dan pengarahan secara detail.
Jadi, seorang pemimpin tinggal melihat kematangan atau kemampuan bawahan dan kemudian menyesuaikan dengan keempat gaya kepemimpinan di atas.

Yang dimaksud "kematangan (maturity)" dalam kepemimpinan situasional adalah suatu kemampuan dan kemauan dari orang-orang untuk bertanggung jawab dalam mengarahkan perilakunya sendiri. Artinya, bukan kematangan dalam pengertian umum. Tapi kematangan dalam hubungannya dengan tugas-tugas spesifik tertentu yang harus dilakukan. Contohnya, seorang pegawai suatu instansi mungkin telah berkembang sedemikian rupa (mampu dan mau) melaksanakan aspek-aspek teknis suatu tugas, tapi belum tentu memiliki kematangan yang sama dalam masalah keuangan. Maka, dalam hal tersebut, seorang pemimpin, dalam kepemimpinan situasional,  tak bisa menggunakan "gaya delegasi", melainkan memberikannya banyak pengarahan (gaya kepemimpinan instruktif/direktif) dalam hal aspek keuangan. Jadi, kepemimpinan situasional berfokus pada kesesuaian atau efektivitas gaya kepemimpinan sejalan dengan tingkat kematangan atau perkembangan yang relevan dengan para pengikut atau bawahan. 

Gaya kepemimpinan situasional adalah yang paling mutakhir dalam perkembangan teori kepemimpinan di AS. Teori ini berasal dari Hersey dan Blanchard (Miftah Toha, Perilaku Organisasi, h. 344) 


Referensi:


1. Hardjana, Andre, Komunikasi Organisasi: Strategi Interaksi dan Kepemimpinan, Depok, Rajawali Pers, 2021

2. Keating, Charles J., Kepemimpinan: Teori dan Pengembangannya, Yogyakarta: Kanisius, 1991

3. Toha, Miftah, Perilaku Organisasi: Konsep Dasar dan Aplikasinya, Jakarta: PT. RajaGrafindo Persada, 2003


Nani Efendi



Jumat, 12 Juli 2024

PERANAN MANAJER


Menurut Henry Mintzberg, sebagaimana dikutip oleh Miftah Toha dalam bukunya Perilaku Organisasi: Konsep Dasar dan Aplikasinya, ada tiga peranan utama yang dimainkan oleh setiap manajer. Dari tiga itu dirinci lagi menjadi 10 peranan, antara lain:

1. Peranan hubungan antar pribadi (interpersonal role)

Aktivitas yang sering dilaksanakan dalam peranan ini antara lain kegiatan-kegiatan seremonial. Status menghendaki manajer harus mau menerima undangan-undangan, mendatangi upacara-upacara, dan lainnnya yang bersifat seremonial. Karena manajer mempunyai jabatan yang tinggi, maka eksesnya manajer tersebut harus mau mengadakan kontak dengan pihak-pihak luar.

Peranan ini dibagi lagi menjadi tiga peranan:

a. Peranan sebagai figurhead. Yakni peranan yang dilakukan untuk mewakili organisasi yang dipimpinnya dalam setiap kesempatan dan persoalan yang timbul secara formal. Manajer dianggap sebagai simbol dan berkewajiban melaksanakan tugas-tugas. Semua itu melibatkan aktivitas-aktivitas interpersonal. Menghadiri upacara-upacara pembukaan, peresmian, pengguntingan pita, pemukulan gong, dll, dalam rangka mewakili organisasi yang ia pimpin, termasuk ke dalam peranan figurhead.

b. Peranan sebagai leader (pemimpin). Yakni manajer bertindak sebagai pemimpin. Ia melakukan hubungan interpersonal dengan yang dipimpin, dengan melakukan fungsi-fungsi pokoknya, di antaranya: memimpin, memotivasi, mengembangkan, dan mengendalikan. Dalam organisasi informal, biasanya pemimpin diikuti karena kharisma kekuasaan fisik. Sedangkan dalam organisasi formal, yakni pemimpin yang diangkat dari atas, seringkali tergantung pada kekuasaan yang melekat pada jabatan tersebut.

c. Peranan sebagai "liaison manajer" (pejabat penghubung). Manajer melakukan peranan mendapatkan informasi dengan cara berinteraksi dengan teman sejawat, staf, dan dengan banyak orang-orang di luar organisasi. Homans menyebut peranan ini sebagai hubungan pertukaran (exchange relationship), yakni manajer memberikan sesuatu agar dapat sesuatu pula.

2. Peranan yang berhubungan dengan informasi (Informational Role)

Hubungan-hubungan keluar membuat manajer mendapat informasi, dan kegiatan kepemimpinan membuat manajer sebagai pusat informasi bagi organisasinya. Sebagai kelanjutan dari peranan interpersonal (interpersonal role), Mintzberg merancang peranan kedua, yakni yang berhubungan dengan informasi. Peranan ini terdiri dari:

a. Sebagai monitor. Manajer sebagai penerima dan pengumpul informasi, agar ia mampu mengembangkan suatu pengertian yang baik dari organisasi yang dipimpinnya, dan mempunyai pemahaman yang komplit tentang lingkungannya. Manajer mencari informasi agar ia mampu mendikte perubahan, mengidentifikasi persoalan-persoalan dan kesempatan-kesempatan yang ada, untuk membangun pengetahuan tentang lingkungannya, menjadi tahu kapan suatu informasi harus diberikan untuk keperluan pembuatan keputusan. Manajer mesti memperoleh informasi seluas mungkin dari berbagai sumber, baik dari luar maupun dari dalam organisasi.

Informasi yang diterima oleh manajer dapat dikelompokkan ke dalam lima kategori:

- internal operations, yakni informasi tentang kemajuan pelaksanaan pekerjaan dalam organisasi, dan semua peristiwa yang ada hubungannya dengan pelaksanaan pekerjaan tersebut;

- external events, yakni peristiwa-peristiwa di luar organisasi, seperti informasi dari pelanggan, hubungan pribadi, pesaing, asosiasi, dan semua perkembangan ekonomi, politik, dll;

- informasi dari hasil analisis. Bawahan bisa menyediakan dalam bentuk kliping koran yang memuat artikel dari subjek yang dikehendaki oleh manajer. Dan seringkali manajer membutuhkan laporan atau briefing tentang hal-hal yang bertalian dengan keputusan yang bakal dibuat olehnya.

- buah pikiran dan kecenderungan. Manajer memerlukan suatu sarana untuk mengembangkan suatu pengertian yang baik atas kecenderungan-kecenderungan yang tumbuh dalam masyarakat, dan mempelajari tentang ide-ide atau buah pikiran yang baru. Caranya antara lain: menghadiri seminar, konferensi, memperhatikan surat saran dari masyarakat (kalau sekarang ada WA, misalnya. NE), membaca laporan-laporan singkat, menerima pendapat-pendapat dari bawahan, dsb.

- tekanan-tekanan. Manajer juga perlu mengetahui informasi yang ditimbulkan dari tekanan-tekanan dari pihak-pihak tertentu. Informasi yang berusaha mempengaruhi kebijakan manajer. Misalnya, bawahan-bawahan yang mengajukan usul-usul perbaikan, lapangan yang mencoba mempengaruhi perubahan cara kerja, dan serikat buruh yang mendesak pembaruan sistem kerja dan pengupahan.

b. Sebagai disseminator. Peranan ini dijalankan manajer dalam bentuk menyampaikan informasi dari luar ke dalam internal organisasi yang dipimpin. Dan informasi yang berasal dari bawahan atau staf ke bawahan atau staf lainnya. Informasi ini ada dua tipe: yakni "fakta" dan "nilai". Fakta contohnya undangan seminar. Ia harus sampaikan ke bagian umum untuk ditindaklanjuti. Sedangkan nilai adalah informasi yang berhubungan dengan referensi atau acuan-acuan tertentu yang perlu diketahui oleh staf atau bawahan, seperti tentang integritas, kejujuran, dsb.

c. Sebagai juru bicara (spokesman). Peranan ini dilakukan manajer untuk menyampaikan informasi ke luar lingkungan organisasi. Berbeda dengan disseminator yang hanya ke dalam internal organisasi, spokesman ialah pemberian informasi ke luar organisasi. Manajer mengetahui tentang organisasinya dan merupakan pusat informasi. Karena itu, ia bertindak mewakili organisasi. Mungkin sewaktu-waktu manajer melakukan lobbying untuk kepentingan organisasinya, mungkin pula melakukan hubungan masyarakat (humas), atau mungkin bertindak sebagai ahli di bidang tertentu.

3. Peranan Pembuat Keputusan (Decisional Role). Menurut sebagian orang, manajer justru dibayar mahal adalah untuk membuat keputusan. Ada empat peranan manajer yang dikelompokkan ke dalam pembuatan keputusan:

a). Peranan sebagai entrepreneur. Artinya, manajer bertindak sebagai pemrakarsa dan perancang dari banyak perubahan dalam organisasi. Peranan entrepreneur dimulai dari aktivitas melihat atau memahami secara teliti persoalan-persoalan organisasi yang mungkin bisa digarap. Kemudian manajer merancang suatu kegiatan untuk mengadakan perubahan-perubahan.

b). Peranan sebagai peng-handle gangguan (disturbance handler). Manajer bertanggung jawab terhadap organisasi ketika organisasinya terancam bahaya, seperti: akan dibubarkan, terkena gosip, isu-isu kurang baik, dsb. Manajer bertanggung jawab mengatasinya, karena manajer berkewajiban membawa organisasi ke keadaan bebas gangguan. Jika terjadi gangguan, tindakan koreksi diharapkan datang dari manajer.

c). Peranan sebagai pembagi sumber (resource allocator). Membagi sumber dana adalah suatu proses pembuatan keputusan. Manajer berperan memutuskan ke mana sumber dana akan didistribusikan ke bagian-bagian dari organisasinya. Sumber daya ini meliputi sumber yang berupa uang, waktu, perbekalan, SDM, dan reputasi.

d). Peranan sebagai negosiator. Dari waktu ke waktu, organisasi akan mendapatkan dirinya selalu terlibat dalam kancah negosiasi dengan pihak lain, baik di luar organisasi maupun di dalam organisasi. Manajer bertindak sebagai pimpinan kontingen untuk membicarakan atau mendiskusikan segala perkara yang diagendakan dalam negosiasi. Manajer berperan untuk menyusun strategi yang menguntungkan organisasinya (Miftah Toha dalam bukunya Perilaku Organisasi: Konsep Dasar dan Aplikasinya, (Jakarta: PT. RajaGrafindo Persada, 2003, h. 264-275).


MANAJEMEN DAN KEPEMIMPINAN

Apa itu manajemen? Suatu rumusan yang sering dikemukakan tentang manajemen ialah: "suatu proses pencapaian tujuan organisasi lewat usaha orang-orang lain". Manajer ialah orang yang senantiasa memikirkan kegiatan untuk mencapai suatu tujuan organisasi. Tidak dijelaskan apakah kegiatan tersebut untuk organisasi industri atau perusahaan. Yang jelas, manajemen dapat diterapkan pada setiap organisasi: organisasi perusahaan, pendidikan, organisasi politik, rumah sakit, dan bahkan keluarga. Agar organisasi-organisasi tersebut dapat berhasil mencapai tujuan, maka diperlukan manajemen. Dengan kata lain, agar dapat mencapai tujuan organisasi, harus melalui suatu proses kegiatan kepemimpinan. Kegiatan pencapaian tujuan organisasi lewat kepemimpinan itu dapat dinamakan manajemen. 


Manajemen merupakan jenis pemikiran yang khusus dari kepemimpinan di dalam usahanya mencapai tujuan organisasi. Kunci perbedaan antara manajemen dan kepemimpinan terletak pada istilah organisasi. Kepemimpinan dapat terjadi setiap saat di manapun asalkan ada seseorang yang berusaha mempengaruhi perilaku orang lain atau kelompok, tanpa mengindahkan bentuk alasannya. Dengan demikian, kepemimpinan bisa saja terjadi karena berusaha mencapai tujuan seseorang atau tujuan kelompok, dan itu bisa saja sama atau tidak selaras dengan tujuan organisasi. Dalam arti yang luas, kepemimpinan dapat dipergunakan setiap orang dan tidak hanya terbatas berlaku dalam suatu organisasi atau kantor tertentu. Seperti yang dikemukakan oleh beberapa rumusan pengertian di atas dan beberapa rumusan lain, bahwa kepemimpinan adalah kegiatan untuk mempengaruhi orang lain, atau seni mempengaruhi perilaku manusia, baik perorangan maupun kelompok. Kepemimpinan tidak harus dibatasi oleh aturan-aturan atau tata krama birokrasi. Kepemimpinan tidak harus diikat terjadi dalam suatu organisasi tertentu. Kepemimpinan bisa terjadi di mana saja, asalkan seseorang menunjukkan kemampuannya mempengaruhi perilaku orang-orang lain ke arah tercapainya suatu tujuan tertentu. Contohnya, seorang kiai atau ulama, besar pengaruhnya, sehingga mampu mempengaruhi tingkah laku seorang bupati dalam memimpin daerahnya. Kepemimpinan mempunyai ciri tidak harus terjadi dalam suatu organisasi tertentu. Tak dibatasi oleh jalur komunikasi struktural, melainkan bisa menjalin jalur network yang merembes secara luas melampaui jalur struktural. Apabila kepemimpinan itu dibatasi oleh tata krama birokrasi atau dikaitkan terjadinya dalam suatu organisasi tertentu, maka dinamakan manajemen. Fungsi-fungsi seperti planning, organizing, actuating/motivating, controlling, evaluating (POACE), adalah fungsi-fungsi pokok dalam manajemen (lihat Miftah Toha, Perilaku Organisasi: Konsep Dasar dan Aplikasinya, Jakarta: PT. RajaGrafindo Persada, 2003, h. 260-261).