Nani Efendi, lahir di Koto Datuk, Kabupaten Kerinci, Provinsi Jambi, pada 8 Juni 1979. Ia adalah seorang intelektual, pemikir, penulis, aktivis organisasi, dan aktivis pergerakan yang multi talenta. Aktif menulis di berbagai media massa dan blog pribadi, dengan tema yang beragam, mulai dari persoalan politik, kebangsaan, filsafat, sosial, keislaman, pendidikan, ekonomi, hukum, kebudayaan, dll. Ia menaruh minat pada bidang-bidang yang luas tersebut setelah mendapatkan pengkaderan di HMI pada 2003. HMI, baginya, adalah ladang pergulatan intelektual.
Jenjang perkaderan formal di HMI semuanya telah ia ikuti, mulai dari LK I (Basic Training), LK II (Intermiediate Training), dan LK III (Advance Training). LK adalah singkatan dari Latihan Kader di HMI. Di HMI-lah keintelektualannya berkembang, tertempa, dan terasah.
"Di HMI-lah saya mendapatkan banyak keterampilan kepemimpinan (leadership), kemampuan manajerial, dan organisasi," katanya. Nani Efendi menjabat sebagai Anggota Komisi Pemilihan Umum Kabupaten Tebo, Provinsi Jambi periode 2018-2023.
Menjadi aktivis HMI telah memberikan kesempatan kepadanya untuk mempelajari banyak hal, di antaranya: wawasan kemahasiswaan, keislaman, kebangsaan, keindonesiaan, filsafat, sosial-politik, kebudayaan, hukum, ekonomi, pendidikan, dan lain-lain. Sewaktu aktif di HMI, ia tidak hanya sebagai pembaca buku yang rajin, tapi juga merupakan aktivis pergerakan yang consent memperjuangkan amanat penderitaan rakyat, dalam rangka melakukan transformasi sosial. Ia aktivis anti kemapanan. Ia aktif menulis dalam rangka memberikan pencerahan-pencerahan mengenai berbagai persoalan. "Karena begitulah semestinya tugas-tugas kaum intelektual dan cendekiawan," katanya.
Hingga kini, ia terus aktif menuliskan pemikirannya tentang kritik-kritik sosial. Tapi, di samping aktivitas intelektual, anak keempat dari pasangan Buya Irhamna Benu dan Ibu Warnis ini ternyata juga menyukai seni semenjak kecil: ia menyukai musik dan pintar melukis. Menurutnya, menulis—di samping merupakan aktivitas intelektual—juga ada kaitannya dengan seni. Tanpa seni, katanya, orang tak mungkin mampu membuat tulisan yang indah dan enak dibaca.
Sebagai pecinta filsafat dan dunia
pemikiran, ia telah banyak belajar filsafat, terutama filsafat Barat. Beberapa
tokoh filsafat Barat—beserta pemikiran-pemikiran mereka—yang ia pelajari, di
antaranya adalah: Karl Marx, Nietzsche, Albert Camus, Jurgen Habermas, Derrida,
Antonio Gramsci, Soren Kierkegaard, Sartre, dll. Sebagai aktivis, ia juga terpengaruh pemikiran Ali Syariati (filsuf, intelektual, yang juga merupakan arsitek Revolusi Iran).
Nani Efendi juga menyukai sastra.
Menurut pengakuannya, ia mulai mencintai sastra setelah berkenalan dengan
karya-karya Pramoedya Ananta Toer. Karya Pram yang sangat berkesan, katanya,
adalah tetralogi Pulau Buru (Bumi Manusia, Anak Semua Bangsa, Jejak Langkah,
dan Rumah Kaca). Pram mengajarinya menjadi manusia merdeka. Nani
Efendi juga pengagum banyak tokoh, di antaranya: Gus Dur,
Nurcholish Madjid, Goenawan Mohamad, Franz Magnis-Suseno, Arief Budiman, Ariel
Heryanto, F. Budi Hardiman, Ignas Kleden, Ulil Abshar Abdalla, Jaya Suprana, Fachry
Ali, Emha Ainun Nadjib, Sudjiwo Tedjo, Ridwan Saidi, Rocky Gerung, Th. Sumartana, dan masih banyak lagi.
0 komentar:
Posting Komentar