alt/text gambar

Rabu, 11 Januari 2017

Topik Pilihan:

Kata Bijak (bagian 7)



"Apabila negara itu buruk, maka orang yang baik sebagai warga negara, yang dalam segala-galanya hidup sesuai dengan aturan negara yang buruk itu, adalah buruk, bahkan jahat, sebagai manusia." (Franz Magnis-Suseno, Etika Politik: Prinsip-prinsip Moral Dasar Kenegaraan Modern, Jakarta: Gramedia Pustaka Utama, 1987, h. 15)



“Ketika pemerintah takut pada rakyat, maka akan lahir kebebasan. Tapi, ketika rakyat takut pada pemerintah, maka akan lahir tirani.” (Thomas Jefferson)



"Law as a product of political process." Imam Syaukani dan A. Ahsin Thohari, Dasar-dasar Politik Hukum, Jakarta: Rajawali Pers, 2013



"Hukum adalah kreasi manusia." (Gustav Radbruch) Imam Syaukani dan A. Ahsin Thohari, Dasar-dasar Politik Hukum, Jakarta: Rajawali Pers, 2013, h. 69.

"Hukum positif adalah ciptaan manusia yang tidak bersifat universal." Imam Syaukani dan A. Ahsin Thohari, Dasar-dasar Politik Hukum, Jakarta: Rajawali Pers, 2013, h. 69.

"Leo Tolstoy dengan jujur mengungkapkan bahwa keadilan dan kemanusiaan lebih penting daripada cinta tanah air."

"Dan sebaliknya, dalam negara yang buruk, manusia yang baik sebagai manusia, seseorang yang betul-betul bertanggung jawab, akan buruk sebagai warga negara, karena tidak dapat hidup sesuai dengan aturan buruk negara itu." (Franz Magnis-Suseno, Etika Politik: Prinsip-prinsip Moral Dasar Kenegaraan Modern, Jakarta: Gramedia Pustaka Utama, 1987, h. 15)

Etika politik mempertanyakan tanggung jawab dan kewajiban manusia sebagai manusia--bukan hanya sebagai warga negara--terhadap negara, hukum yang berlaku, dan lain sebagainya." (Franz Magnis-Suseno, Etika Politik: Prinsip-prinsip Moral Dasar Kenegaraan Modern, Jakarta: Gramedia Pustaka Utama, 1987, h. 14)

"Kalau kamu bertemu orang yang sangat cerdas, tanyalah buku-buku apa yang sudah dia baca." (Ralph Waldo Emerson)

"Demokrasi bertolak dari manusia... Manusia bukan demi hukum, melainkan hukum demi manusia." (Karl Marx)-- lihat: Franz Magnis-Suseno, FilsafatsebagaiIlmuKritis, Yogyakarta: Kanisius, 1992, h. 122.

"Saya belajar dari Maxim Gorky yang betul-betul saya kagumi. Gorky kalau menulis bagai memegang tiang rumah, kemudian mengguncangkannya sehingga semuanya berubah." (Pramoedya Ananta Toer)

"Hidup itu indah. Biarlah generasi masa depan membersihkannya dari semua yang jahat, penindasan, dan kekejaman, dan menikmatinya sepenuhnya." Leon Trotsky

"Di mana pun mereka membakar buku, pada akhirnya akan membakar manusia." (Heinrich Heine)

Aku pernah tiga kali menemui Bung Karno dan berdiskusi dengannya. Dan aku muak melihat pembantu-pembantunya yang menjilat-jilat (aku seorang mahasiswa tidak menjilat-jilat, sedangkan Kolonel-Kolonel, Menteri-Menteri, menjilat)... Setiap aku keluar dari istana, aku sedih dan kecewa. Sedangkan biasanya orang lain bangga jika bisa berjabatan tangan dengan Bung Karno." (Soe Hok Gie)

Waktu itu kita menduga bahwa besar sekali kemungkinan akan adanya penghancuran gedung DPRGR. Kalau ini tak dapat dicegah, biarlah pikirku. "DPRGR adalah DPR palsu dan ini adalah lambang akrobat politik Sukarno, seperti (penjara) Bastille dalam zaman Revolusi Prancis," kataku pada kawan-kawan karibku. --(Soe Hok Gie, Catatan Seorang Demonstran, h. 137)

"Saya adalah seorang intelektual yang tidak mengejar kuasa tapi seorang yang ingin selalu mencanangkan kebenaran. Dan saya bersedia menghadapi, juga ketidakpopuleran. Ada suatu yang lebih besar: kebenaran." (SoeHokGie)

--Pembicara kedua adalah dari kelompok Resistance. Ia berkata bahwa mereka adalah orang-orang yang anti Perang Vietnam. Karena perang Vietnam adalah perang agresi dan bertentangan dengan konstitusi dan hak-hak asasi. "Kami cinta Amerika dan kemerdekaan, dan Pemerintah sekarang menginjak-injak kemerdekaan. Kami dituduh tidak menghormati hukum, kami dituduh anti hukum dan lain-lainnya. Tetapi, Nazi juga membunuh orang-orang Yahudi atas nama hukum yang sah. Ada hal-hal di mana conscience kita sebagai manusia harus bisa berbicara mengatasi legisme yang ada." (SoeHokGie, Catatan Seorang Demonstran, h. 180-181)

"Hai orang-orang yang beriman hendaklah kamu jadi orang-orang yang selalu menegakkan (kebenaran) karena Allah, menjadi saksi dengan adil. Dan janganlah sekali-kali kebencianmu terhadap sesuatu kaum, mendorong kamu untuk berlaku tidak adil. Berlaku adillah, karena adil itu lebih dekat kepada takwa. Dan bertakwalah kepada Allah, sesungguhnya Allah Maha Mengetahui apa yang kamu kerjakan." (Q.s. Al Maidah/5: 8)


"Serulah (manusia) kepada jalan Tuhan-mu dengan hikmah dan pelajaran yang baik dan bantahlah mereka dengan cara yang baik. Sesungguhnya Tuhanmu Dialah yang lebih mengetahui tentang siapa yang tersesat dari jalan-Nya dan Dialah yang lebih mengetahui orang-orang yang mendapat petunjuk. (Q.s. an Nahl/16: 125)

"Negara adalah alat untuk menjamin kedudukan kelas atas yang fungsinya secara politik meredam usaha-usaha kelas bawah untuk membebaskan diri dari penghisapan kelas atas. Sedangkan 'superstruktur ideologis'--istilah Marxis bagi pandangan moral, filsafat, hukum, agama, estetika, dan lain sebagainya--berfungsi untuk memberikan legitimasi pada hubungan kekuasaan itu. (Listiyono Santoso dkk, EpistemologiKiri, Yogyakarta: Ar-Ruzz Media, 2015, h. 82). 

"Melihat kebahagiaan itu seperti pelangi, tidak pernah berada di atas kepala kita sendiri, tetapi selalu berada di atas kepala orang lain." (Thomas Hardy)

"Kita tak akan kehilangan apa-apa karena kita tidak punya apa-apa." (Kahlil Ghibran)

"Jika Anda belum dapat menjelaskan sesuatu secara sederhana, itu artinya Anda belum terlalu paham." (Albert Einstein)

"Bukan kesadaran manusia yang menentukan keadaan mereka, melainkan sebaliknya, keadaan sosiallah yang menentukan kesadaran mereka." (Karl Marx)

Ket: bukan superstruktur yang menentukan basis, tetapi basislah yang menentukan superstruktur. Superstruktur merupakan cerminan dari basis.

"Dia itu meninggalkan wasiat tulisan pada saya, isinya: 'Saudara Sidarto, jiwa, ide, ideologi, dan semangat saya tidak bisa dibunuh. Sukarno, 10 Desember 1967.'" (Sidarto Danusubroto, mantan Ajudan BungKarno)



"... Merekalah yang harus kita didik kembali... Mereka melakukan apa yang telah diperbuat karena mereka tidak tahu... Oleh karenanya, kita yang mengetahui hal ini harus mengerti betul bagaimana mendidik kembali saudara-saudara kita itu. Dan, kita harus selalu memanjatkan doa kepada Tuhan, agar saudara-saudara kita yang belum begitu mengerti itu, kembali ke jalan yang benar." (GusDur)

"Mereka yang berjiwa lemah tak akan mampu memberi seuntai maaf tulus. Pemaaf sejati hanya melekat bagi mereka yang berjiwa tangguh." (MahatmaGandhi)

"Konsep kebenaran adalah sesuatu yang tidak bermakna. Seluruh wilayah 'benar-salah' hanya digunakan dalam hubungan-hubungan, bukan 'pada dirinya sendiri'. Tidak ada 'esensi pada dirinya' (yang membentuk esensi hanyalah hubungan- hubungan), demikian juga tidak ada pengetahuan pada dirinya sendiri." (Nietzsche) baca: Nice.

Hadits tentang Ulama yang Tidak Mesti Harus Ditaati

Rasulullah: "Taatilah kaum berilmu (baca: ulama) selama mereka belum mengikuti hawa nafsunya."

Sahabat: "Apa tanda mereka telah mengikuti hawa nafsunya?"

Rasulullah: "Mereka, para orang berilmu itu, meninggalkan kelompok fuqara (orang-orang fakir) dan masakin (orang-orang miskin), dan mengetuk pintu-pintu Sultan (baca: pusat kekuasaan politis maupun ekonomis)." (HR. Haitami)

"Masyarakat manusia menjadi menderita karena sistem yang telah mereka ciptakan sendiri. Oleh karenanya, masyarakat harus mempertanyakan kembali secara kritis semua sistem yang ada hari ini yang telah membelenggu kebebasan manusia itu sendiri untuk menjadi manusia."

FILSAFAT

"Filsafat memungkinkan masyarakat memikirkan masalah-masalah dasar hidupnya secara rasional, jadi dengan bahasa, wawasan, dan argumentasi yang universal, yang dapat dimengerti oleh semua. Dengan demikian, filsafat membuka cakrawala bagi diskusi terbuka masalah-masalah yang kita hadapi dan sekaligus membuat jeli terhadap penyempitan-penyempitan ideologis." FranzMagnis-Suseno

"Adakalanya kita ingin sendiri bersama angin, menceritakan semua rahasia, sambil meneteskan air mata." (Bung Karno, 1933) 

"Ada saatnya dalam hidupmu, engkau ingin sendiri saja bersama angin, menceritakan seluruh rahasia, lalu meneteskan air mata." (Bung Karno, 1933)

"Proses menimbang-nimbang bersama masyarakat dalam teori politik kontemporer dikenal sebagai 'deliberasi publik'." (F. Budi Hardiman)

"Memberi hukuman yang sama dengan yang dilakukan pelaku hanya bisa dilakukan oleh korban, dan memberi hukuman yang setimpal hanya bisa dilakukan oleh Tuhan." (Victor Hugo, Novelis Prancis)

"Summa justitia, summa iniuria; keadilan yang tertinggi adalah ketidakadilan yang terbesar." (Cicero, dikutip Magnis, dalam Etika Politik, h. 83)



Dengarlah wahai ananda

Rajinlah belajar sepanjang masa

Ilmu tiada pernah habis dieja

Sebagai bekal sepanjang usia



Ramai orang menggali perigi

Ambil buluh palu diikat

Ilmu dicari tak akan rugi

Buat bekal dunia akhirat



"Para kiai itu nggak mau jaim dalam tutur kata maupun sikap kesehariannya, karena umat bisa tegang terus. Para kiai itu ingin akrab dan dekat dengan umat, bukan malah menciptakan jarak dengan berbagai atribut ke-kiai-annya. Ada kalanya para kiai pakai sorban, atau cuma peci, atau malah pakai blangkon, topi cowboy, atau topi pet gaya anak muda. Kiai yang gondrong juga ada. Ilmu mereka luas, dan sikap serta penampilan mereka luwes." (Prof. Nadirsyah Hosen)

"Menghafal itu bagus. Tapi, jika hanya menghafal sesuatu tanpa mengerti sejarah, konteks, konstruksi, dan manfaatnya, akan berbahaya. Karena, biasanya, akan muncul rasa 'kaget' saat ada yang dirubah dari sesuatu tersebut." 

"Apa yang ada dalam pikiran Anda ketika nama Ali Syari'ati disebut? Salah satu arsitek revolusi Islam Iran, seorang muslim yang Marxis, seorang provokator agar para mahasiswanya turun ke jalan untuk meruntuhkan rezim Reza Syah Iran." (Ekky Malaky)

Setiap orang terlahir seorang diri, dan kelak saat mati juga akan sendiri. Jangan bergantung pada siapa pun di dunia ini. Bahkan, bayanganmu pun meninggalkanmu di tempat gelap.

Hidupku adalah menjalani kesepakatan yang kubuat dengan nurani kemanusiaan. Jika mau mendengar, nurani kemanusiaan itu hadir menyelinap dalam pertanyaan-pertanyaan naif kita di masa kecil. Hidupku adalah mencari jawaban atas semua pertanyaan masa kecil itu. (Budiman Sudjatmiko)

We have been told that there is no poor and war in heaven. What is to be done to make heaven on earth? ---Tabare Echeveria

"Dr. Ali Syari'ati bukan saja pejuang Iran, bukan milik negara ini saja. Dia seorang pejuang Palestina, Lebanon, Arab, dan juga internasional." (Yassir Arafat)

"Kemiskinan adalah orang tua dari revolusi dan kejahatan." (Aristoteles)

"Ada penyakit yang kadang-kadang bahkan lebih hebat daripada rasa suku dan rasa daerah, yaitu penyakit apa? Penyakit kepartaian, saudara-saudara." (Bung Karno)

"Dalam masyarakat borjuis lama, cinta dihancurkan dengan uang dan prasangka. Cinta tidak dapat menjadi dirinya sendiri. Cinta selalu menjadi bayang-bayang cinta sejati. Dengan menyingkirkan kuasa uang dan prasangka, manusia akan menjadi manusia seutuhnya, dan memulihkan cinta pada keagungan dan kemuliaannya." (Milan Kundera)

"Segala kebenaran maunya diketahui dan dinyatakan, dan juga dibenarkan; kebenaran itu sendiri tidak memerlukan hal itu, karena dialah yang menunjukkan apa yang diakui benar dan harus berlaku." (Paul Natorp)

"Jangan tanya apa agamaku. Aku bukan Yahudi, bukan Zoroaster, bukan pula Islam. Karena aku tahu, begitu suatu nama kusebut, kau akan memberikan arti yang lain daripada makna yang hidup di hatiku." (Jalauddin Rumi)

"Adalah kapitalisme yang membuat manusia harus bekerja lebih dari yang diperlukan." (Herbert Marcuse)

"Jika mereka melakukan kekerasan, maka mereka akan menghadapi perlawanan." (Nelson Mandela)

"Kita harus tetap sadar akan kenyataan bahwa selama kebenaran yang mutlak tidak dapat kita jangkau (dan tidak akan pernah), maka kebenaran-kebenaran relatif berfungsi untuk mengoreksi satu sama lain. Mendekati sebuah kebenaran dari berbagai sisi, kadang-kadang dari sisi yang berlawanan, tidak dapat kita jangkau, tetapi sekurang-kurangnya kita dapat mengitarinya." (Victor Frankl)

"Pada akhirnya, manusia tidak perlu menanyakan apakah makna hidupnya, melainkan mengakui bahwa dialah yang ditanyai. Singkatnya, setiap orang dipertanyakan oleh kehidupan; dan ia hanya dapat menjawab kepada kehidupan dengan mempertanggungjawabkan hidupnya sendiri; ia hanya dapat menjawab kepada kehidupan dengan cara bertanggung jawab (Victor Frankl)

"Jangan mengejar sukses. Semakin dikejar dan semakin dijadikan target, semakin kita akan kehilangan dia. Karena sukses, seperti halnya kebahagiaan, tidak dapat dikejar. Ia harus terlahir dengan sendirinya, dan hal itu hanya terjadi sebagai dampak sampingan yang tidak direncanakan dari dedikasi pribadi seseorang kepada suatu tujuan yang lebih besar daripada dirinya sendiri atau sebagai produk sampingan dari penyerahan diri seseorang kepada seseorang yang lain daripada dirinya sendiri. Kebahagiaan harus terjadi, dan hal yang sama berlaku untuk sukses: kita harus membiarkannya terjadi dengan tidak peduli tentang hal itu. Saya ingin Anda mendengarkan apa yang diperintahkan oleh hati nurani Anda untuk dilakukan dan melakukannya terus sebaik-baiknya sesuai dengan pengetahuan Anda. Maka Anda akan dapat menyaksikan jauh di kemudian hari bahwa suskes akan mengikuti Anda justru karena Anda telah berhenti memikirkannya." (Victor Frankl)

"Aku harus pergi, harus kembali jadi seorang pribadi, bukan kerdil terlindungi bayang-bayang siapa pun. Untuk jadi pribadi yang utuh. Bukan bayang-bayang seseorang, sekalipun seseorang itu sangat kuhormati." (Pramoedya Ananta Toer, Anak Semua Bangsa)

"Mereka yang tidak bergerak tidak akan tahu mereka telah dirantai." (Rossa Luxemburg)

"Setiap orang akan tetap kanak-kanak sampai ia dapat memahami filsafat Kant." Hegel pun juga dengan jujur mengatakan bahwa untuk menjadi filosof, orang mula-mula harus menjadi pengikut Kant. (Dikutip dari postingan Baudilaire Buku)

"Manusia itu lebih besar daripada sekedar makhluk pencari uang." (Muhammad Yunus, peraih Nobel Ekonomi)

"Di zaman kita, kaum jurnalis banyak yang tidak merasa bahagia, lantaran kebanyakan mereka menerbitkan koran bukan untuk maksud menumpahkan cita-cita, tetapi untuk mencari uang. Sebab itu, mereka tidak dapat memuaskan kemahiran dan teknik atau bentuk yang baru, sebab takut merugikan perusahaan majikan, yang menyebabkan hilangnya sesuap nasi. Sebab itu, kebanyakan mereka menulis hal yang tidak sesuai dengan perasaan hati mereka sendiri, hanya seperti masin saja, menghasilkan tulisan dan menerima gaji tiap bulan. Lain dari itu, masa bodoh!" (Hamka, Tasawuf Modern, h. 331)

"Orang yang hidup hanya diikat oleh mencari sesuap nasi, bukan diikat oleh keenakan mengerjakan pekerjaan, amat sukarlah merasakan bahagia, tetapi kian lama kian mundur tenaganya, dan kian kecewa hatinya." (Hamka Tasawuf Modern, h. 331)

"Kalau engkau tak sanggup mengerjakan sesuatu, tinggalkan, dan pindah kepada yang lebih engkau sanggupi." (Hamka, Tasawuf Modern, h. 370)

"Yang akan berhasil ialah orang yang bekerja menurut kecenderungan jiwanya, menurut bentuk yang telah dituangkan Tuhan ke dalam jiwanya sejak dia dilahirkan." (Hamka, Tasawuf Modern, h. 371)

"Buatlah impian setinggi mungkin. Kalau bermimpi saja kita tidak berani, bagaimana kita mau sukses." (Icuk Sugiarto, Juara dunia bulutangkis)



PENDAPAT RASULULLAH TENTANG BAHAGIA



Aisyah pernah bertanya kepada Rasulullah, "Ya Rasul, dengan apa kelebihan manusia dari manusia lainnya?" Rasul menjawab, "Dengan akal!" 

Dari sabda Rasul itu, dapat diambil kesimpulan bahwa derajat bahagia manusia itu menurut derajat akalnya. Segala perbedaan dan perubahan tingkatan pandangan hidup manusia itu, timbul karena perbedaan tingkatan pendapat akal. Berbeda pendapat karena berbeda pengetahuan, pendidikan, dan berbeda pula bumi tempat tegak. Jika akal telah tinggi karena tinggi pengetahuan (ilmu) dipatrikan oleh ketinggian pengalaman, bertambahlah tinggi derajat orang yang mempunyainya. Karena sesungguhnya segala sesuatu yang ada dalam alam ini hakikatnya sama saja. Yang berubah adalah pendapat orang yang menyelidikinya. Maka kepandaian manusia menyelidiki itulah yang menjadi pangkal bahagia atau celakanya. Bertambah luas akal, bertambah luaslah hidup, bertambah datanglah bahagia. Bertambah sempit akal, bertambah sempit pula hidup, bertambah datanglah celaka.

Segala barang yang ada di atas dunia ini sama saja harganya. Harga emas sama dengan tembaga, harga segulung kertas koran sama dengan segulung uang kertas. Yang berubah bukan barang itu, melainkan penghargaan (penilaian) manusia atasnya. Misalnya, seorang yang tidak mengerti bahasa Inggris, meskipun di hadapannya ada sebuah buku berharga Rp. 1.000, buat dia tidak lebih harganya daripada kertas pembungkus gula. Harga Rp. 1.000 itu ialah bagi yang mengerti bahasa Inggris. Pergilah ke pasar loak, tuan akan berjumpa dengan karya filosof dijual dengan kiloan. Rokok, walaupun bagaimana mahal dan wanginya, tak ada harganya bagi orang yang tak merokok. Sekarang mengertilah kita, bahwa segala sesuatu di dalam alam ini baik dan buruknya bukan pada zatnya, tetapi pada penghargaan manusia atasnya, menurut tinggi rendahnya akal seseorang. Apalah gunanya pena emas bagi orang yang tak pandai menulis? Apalah arti Al Quran bagi orang yang tak beragama? Apalah harga intan bagi orang gila? Sebab itulah kita manusia disuruh membersihkan akal budi, supaya dengan dia kita mencapai bahagia yang sejati (Hamka, Tasawuf Modern, h. 24-30)

TOLSTOY TENTANG BAHAGIA

Menurut Tolstoy, bahagia itu terbagi dua: ada bahagia yang waham-waham saja dan ada bahagia sejati. Bahagia yang waham-waham ialah bahagia yang dicari untuk diri sendiri (pribadi), dan bahagia yang sejati ialah bahagia yang berguna bagi masyarakat. Maka bahagia yang sejati itulah yang patut oleh orang yang cukup prikemanusiaan. Bahagia untuk sendiri tidak akan tercapai kalau tidak melalui bahagia untuk pergaulan hidup lebih dahulu. Oleh karena itu, hendaklah bahagia untuk bersama dijadikan pokok, dan bahagia untuk diri sendiri dijadikan ranting. Orang yang menuntut bahagia semata-mata untuk dirinya sendiri niscaya tersisih dari masyarakat dan terkadang timbul huru-hara si sendiri itu dengan orang banyak. Dengan sendirinya bukan lagi bahagia yang didapatnya, tetapi kehinaan terpisah dan terbuang. Tidaklah manusia akan mendapat suatu bahagia untuk dirinya sendiri jika tidak dipertalikan lebih dahulu dengan bahagia masyarakat. Tolstoy tidak mengakui bahagia yang hanya diperoleh untuk diri seorang. Tolstoy memandang bahagia semacam itu tidak ada, sebab penghidupan antara satu manusia dengan manusia lain tak dapat diputuskan. Bahagia yang sejati, menurut Tolstoy, ialah bahwa engkau cinta sesama manusia sebagaimana engkau mencintai dirimu sendiri. Dan engkau akan merasa lebih bahagia lagi jika teman-temanmu sesama hidup telah merasa cinta kepada engkau sebagaimana cinta kepada dirinya sendiri pula. Maka amanlah dunia, teraturlah pergaulan hidup, ramailah gereja dan masjid, tersebarlah damai di segala kalangan, tersingkirlah pertumpahan darah. Sebab, tiap-tiap orang merasa dirinya buat masyarakat. Islam pun menyokong pendapat demikian. Sebagaimana firman Allah dalam surat Ali Imran ayat 103, Al Maidah ayat 2, dan sabda Rasul, "Tidaklah beriman seorang kamu, sebelum ia cinta kepada saudaranya sebagaimana ia cinta kepada dirinya sendiri." (HR. Bukhari dari Anas) (Hamka, TasawufModern, h. 38-41)

"Dilihat dari sisi mana pun, akan nampak sufisme Syeikh Akbar Ibn 'Arabi lebih dekat kepada filsafat dibandingkan kepada Kalam (teologi)." (William C. Chittick)

"Kalau orang ingin melambangkan kapitalisme dalam gambar-gambar yang nyata, maka boleh jadi iklanlah yang pertama teringat. Iklan membayangkan dunia kemewahan yang berkilauan dan bercahaya neon serta dunia janji akan kemewahan yang lebih berlimpah." (Peter L. Berger)

"Ada dua hal yang membuat kita berbeda hari ini dengan kita bertahun-tahun yang akan datang, yaitu, buku yang kita baca dan orang-orang yang kita temui. Buku yang kita baca akan membentuk paradigma dan pola pikir kita, sedangkan orang terdekat akan membentuk watak dan karakter kita. Bacalah banyak buku apa saja, temui dan tumbuhlah bersama orang-orang hebat, orang-orang yang banyak melakukan perubahan besar dan orang-orang yang kamu kagumi." (KataBijak)

"1 hal yang membuat kita bahagia adalah kasih sayang; 1 hal yang membuat kita dewasa adalah masalah; 1 hal yang membuat kita hancur adalah putus asa; 1 hal yang membuat kita maju adalah usaha; 1 hal yang membuat kita kuat adalah do'a. Jadi, agar hari ini lebih indah, sebarkanlah kasih sayang kepada sesama, bersahabat dengan masalah, tak putus asa, terus berusaha, dan selalu berdo'a kepada Allah." (KataBijak)

"Manusia tidak hidup hanya dari roti." (Peter L. Berger, Piramida Kurban Manusia, h. 153)

"Baik keterlibatan (engagement) maupun sikap tak memihak (detachement) dapat kehilangan sifat manusiawi kalau dilaksanakan sampai berlebihan. Si fanatik yang mengamuk sama menjijikkannya dengan si ahli teori yang memperlakukan penderitaan manusia hanya sebagai objek latihan intelektual." (Peter L. Berger)

"Saya yakin bahwa jauh lebih baik kalau keputusan-keputusan mengenai pengaturan ekonomi suatu negara Dunia Ketiga akan didasarkan pada pertimbangan pragmatis ketimbang ideologis." (Peter L. Berger, Piramida Korban Manusia: Etika Politik dan Perubahan Sosial, h. 252)

"Jika engkau haus akan kedamaian jiwa dan kebahagiaan, maka: percayalah. Jika engkau ingin menjadi murid kebenaran, maka: carilah!" (FriedrichNietzsche)

"Betapa bahagianya kita yang mempunyai pengetahuan, asalkan kita tahu bagaimana harus berdiam diri dalam waktu yang cukup lama." (Nietzsche)

"Pendirian utama saya adalah: tidak gejala-gejala moral; yang ada hanyalah penafsiran moral terhadap gejala-gejala ini. Penafsiran itu sendiri berasal dari ekstra-moral (Nietzsche)

"Demokrasi mempunyai kecenderungan untuk memperkuat semangat percaya pada hukum. Ini sendiri tidak buruk; tetapi, sayangnya, ia cenderung menggantikan sudut pandang moral murni, dan menyama-artikan sesuatu yang legal dengan sesuatu yang salah." (Muhammad Iqbal)

"Menulis adalah permainan dalam bahasa." (Derrida)

"Menulis adalah suatu imitasi dari bicara." (Goenawan Mohamad)

"Bukankah, menurut Nietzsche, kebenaran bukanlah antitesis dari kekeliruan, melainkan, dalam hal-hal yang paling fundamental, hanya merupakan bentuk hubungan antara berbagai macam kekeliruan." (Goenawan Mohamad)

Nietzsche hanya mengakui satu kebenaran: tidak ada kebenaran. Segalanya hanyalah perspektif dan interpretasi (lihat St. Sunardi, h. 183)

"Kita lebih suka dihancurkan oleh pujian ketimbang diselamatkan oleh kritikan." (Norman Vincent Peale)


"Dunia adalah komedi bagi mereka yang memikirkannya, dan tragedi bagi mereka yang merasakannya." (Horace Walpole, Pengarang bangsa Inggris)


“Segala yang jahat berasal dari kelemahan” --Jean-Jacques Rousseau


"Seseorang bisa bebas tanpa kebesaran, tapi tidak seorang pun dapat besar tanpa kebebasan." (Kahlil Gibran, Jiwa-Jiwa Pemberontak)

Kedunguan telah mengubah ajaran suci Tuhan melalui para nabi menjadi belenggu umat beragama. Sejarah sering menjadi saksi, kekuasaan agama dan politik sering bahu membahu untuk membuat manusia menjadi dungu agar dapat dikuasai oleh ambisi-ambisi mereka.(Kahlil Gibran, Jiwa-Jiwa Pemberontak)


Kadang—sama seperti diungkap Scheler—pemberontakan kerap dikaitkan dengan kemarahan dan dendam. Padahal jauh dari itu, pemberontakan adalah laku terpelajar yang sangat menghormati hak-haknya. Bahkan, di awal pembahasan dalam The Rebel, Albert Camus tampak jelas dipengaruhi eksistensialisme Rene Descartes. Menurutnya, agar eksist setiap orang harus berontak. Jadi, aku memberontak maka aku ada!!

0 komentar:

Posting Komentar