Administrasi, dalam pengertian luas, menurut Sondang P. Siagian, adalah keseluruhan proses kerjasama antara dua orang atau lebih yang didasarkan atas rasionalitas tertentu untuk mencapai tujuan yang telah ditentukan sebelumnya.
Unsur-unsur administrasi:
1. Dua orang atau lebih;
2. Tujuan (goal);
3. Tugas yang hendak dilaksanakan;
4. Sarana dan prasarana tertentu;
Di lain pihak, masih terlalu sering administrasi diartikan secara sempit, yaitu sebatas kegiatan ketatausahaan. Padahal, ketatausahaan merupakan bagian kecil dari kegiatan operasional administrasi dalam arti luas.
Administrasi dan manajemen ilmiah menganut filsafat yang people centered, yang berarti memandang dan memperlakukan manusia itu tidak hanya sebagai alat produksi semata-mata, akan tetapi sebagai oknum yang berkepribadian, bertujuan, bercita-cita, dan mempunyai rasio, dan sekaligus juga sebagai makhluk emosi. Karena rasiolah manusia dapat merupakan faktor pendorong ke arah efisiensi jika ia dipandang dan diperlakukan sesuai dengan martabatnya sebagai manusia. Tetapi, manusia yang sama dapat menjadi faktor penghalang utama ke arah tercapainya efisiensi jika ia dipandang dan diperlakukan sebagai mesin dan/atau alat-alat produksi lainnya yang tidak berkepribadian dan bermartabat yang tinggi.
Di sisi lain,
administrasi dan manajemen nonilmiah menganut filsafat yang job centered, yang berarti bahwa dalam
usaha mencapai tujuan, yang penting adalah tugas-tugas yang harus dilaksanakan
supaya selesai tepat waktu.
Filsafat
administrasi dan manajemen modern dewasa ini berorientasi pada manusia sebagai
unsur terpenting (filsafat yang people
centered). Filsafat administrasi modern mengatakan bahwa manusia merupakan
unsur terpenting dalam setiap organisasi. Filsafat administrasi dan manajemen
modern sekarang ini didasarkan atas dan berorientasi pada manusia sebagai unsur
terpenting. Karena itu, dikatakan bahwa filsafat administrasi dan manajemen
sekarang ini adalah suatu filsafat yang people
centered.
KEPEMIMPINAN (LEADERSHIP)
Kepemimpinan
merupakan inti dari manajemen.[2]
Memang, demikianlah halnya. Karena, kepemimpinan merupakan “motor atau daya
penggerak semua sumber-sumber dan alat-alat (resources) yang tersedia dalam sebuah organisasi”. Resources itu digolongkan menjadi dua,
yaitu:
1.
Sumber
daya manusia
2.
Sumber
daya lainnya
Sukses tidaknya
suatu oganisasi mencapai tujuan yang telah ditentukan sangat tergantung dari
pemimpinnya dalam menggerakkan sumber
daya yang ada (resources)—SDM dan
sumber daya lainnya—secara efektif dan efisien.
Kepemimpinan
dan human relations
Kemampuan dalam human relations merupakan aspek yang
sangat penting dari kepemimpinan, terutama apabila ditinjau dari segi kemampuan
mempengaruhi perilaku bawahan dalam rangka pencapaian tujuan yang telah
ditentukan. Dengan kata lain, di bidang administrasi saat ini telah disadari
dan diakui bahwa di dalam setiap kegiatan administrasi ataupun organisasi,
unsur manusia serta hubungan-hubungan antarmanusia itu merupakan faktor yang
menentukan sukses tidaknya proses administrasi ataupun organisasi itu
dijalankan. Hal ini berarti, manusia dalam suatu organisasi tidak boleh
diperlakukan sama dengan unsur-unsur administrasi lainnya, seperti modal,
mesin, alat-alat perlengkapan, dsb.
Manusia merupakan
milik yang paling berharga bagi suatu organisasi, tetapi sekaligus juga
merupakan masalah terberat bagi pimpinan suatu organisasi. Di bidang
administrasi dan manajemen, Revolusi Industri di Inggris telah mengakibatkan
terjadinya perubahan radikal dalam filsafat administrasi dan manajemen yang
tadinya merupakan filsafat yang job
centered berubah ke filsafat yang human
centered.
Pemimpin
itu harus seorang generalis, bukan spesialis
Sukses tidaknya
seorang pemimpin tidak ditentukan oleh tingkat keterampilan teknis (technical skill) yang dimilikinya,
tetapi lebih ditentukan oleh keahliannya dalam menggerakkan orang lain agar
bekerja dengan baik, atau yang disebut dengan istilah “managerial skill”. Dalam
hubungan ini, perlu ditekankan bahwa seorang pemimpin yang baik adalah pemimpin
yang tidak melaksanakan sendiri tindakan-tindakan yang bersifat operasional,
tetapi tugasnya adalah mengambil keputusan, menentukan kebijakan, dan
menggerakkan orang lain untuk melaksanakan keputusan yang telah diambil.
Semakin tinggi
kedudukan seseorang dalam organisasi, semakin kurang tugas technical skill dan
semakin banyak memerlukan managerial
skill. Sebaliknya, semakin rendah kedudukan seseorang dalam suatu
organisasi, semakin banyak memerlukan technical
skill ketimbang managerial skill.
Dengan kata lain,
semakin tinggi kedudukan seseorang dalam organisasi, ia harus semakin menjadi
seorang generalist. Sebaliknya, semakin rendah kedudukan seseorang dalam
organisasi, ia harus menjadi specialist.
Semakin tinggi, semakin filosofis. Semakin rendah, semakin teknis (praktis).
Dapat juga dikatakan, semakin tinggi, semakin komprehensif. Semakin rendah,
semakin parsial.
Hal tersebut
dapat digambarkan berikutnya:
![]()
MS TS
|
MS TS
|
MS TS
|
Administrative management
(top)
Middle management
(middle)
Supervisory
management (lower)
Ket: MS: managerial skill
TS : technical skill
Sifat-sifat
Pemimpin yang Baik
1.
Memiliki
kondisi fisik yang sehat;
2.
Berpengetahuan
luas. Berpengetahuan luas tidak selalu diartikan dengan berpendidikan formal
tinggi. Karena, ada sekelompok orang yang meskipun berpendidikan tinggi, tetapi
pandangannya masih sempit, yaitu terbatas kepada bidang keahliannya saja.
Sebaliknya, banyak orang yang tidak berpendidikan tinggi, tetapi karena
pengalamannya dan kemauan keras untuk selalu belajar atau untuk self development, memiliki pengetahuan
yang luas tentang banyak hal;
3.
Memiliki
keyakinan yang kuat akan keberhasilan. Bukan seorang peragu;
4.
Mengetahui
kompleksitas dari tujuan yang hendak dicapai;
5.
Memiliki
stamina dan antusiasme yang besar. Pekerjaan
memimpin pada dasarnya adalah pekerjaan mental. Stamina bekerja sangat
diperlukan karena tekanan yang dihadapi oleh pelaksana biasa lebih kecil
dibanding tekanan yang dihadapi seorang yang menduduki jabatan pimpinan;
6.
Gemar
dan cepat mengambil keputusan. Karena tugas terpenting dari seorang pemimpin
adalah mengambil keputusan yang harus
dilaksanakan oleh orang lain;
7.
Objektif
dan rasional. Pemimpin yang emosional akan kehilangan objektivitas karena
tindakannya tidak didasarkan pada akal sehat, tetapi lebih sering didasarkan
atas pertimbangan personal likes and
dislikes, baik terhadap seseorang,
maupun terhadap penggunaan sumber-sumber daya lainnya;
8.
Adil
terhadap bawahan, terlepas dari pandangan-pandangan kedaerahan, kesukuan,
kepartaian, ikatan keluarga, dsb;
9.
Menguasai
prinsip-prinsip human relations. Human
relation adalah inti kepemimpinan. Pemimpin harus mampu membina teamwork yang baik;
10. Memiliki
keterampilan berkomunikasi yang baik, baik secara lisan maupun tulisan. Tidak ada
kepemimpinan tanpa komunikasi. Berkomunikasi—lisan maupun tulisan—adalah cara
yang penting dalam menyampaikan ide, gagasan, instruksi, nasehat, saran,
berita, informasi, bimbingan, kebijakan, dsb, kepada bawahan, sesama atasan,
pihak luar, dsb;
11. Dapat menjadi
komandan, guru, sahabat, dan ayah, terhadap bawahan. Dalam hal ini, harus
diperhatikan pula sifat-sifat bawahan yang dihadapi;
12. Mempunyai gambaran
yang komprehensif (holistik dan menyeluruh; filosofis) terhadap semua aspek
kegiatan organisasi.
Aksioma
administrasi mengatakan, bahwa tugas terpenting dari seorang pemimpin adalah
memimpin. Suatu aksioma yang terdengar sederhana. Karena terdengar sederhana
itulah ia sering dilupakan oleh orang yang bertugas memimpin suatu organisasi.
Akibatnya, sering orang-orang yang mempunyai kedudukan sebagai
pemimpin—presiden direktur, CEO, kepala, direktur, manager, atau apapun
istilahnya—dalam kenyataan, ia mengerjakan kegiatan-kegiatan operasional
(teknis) sehingga ia tidak punya waktu
untuk melakukan tugas pokoknya, yaitu memimpin.
Konsekuensi dari tugas pokok memimpin itu ialah bahwa
sebagian besar waktu dari setiap pemimpin harus dipergunakan untuk mengambil
keputusan. Oleh karenanya, setiap
pemimpin harus mempunyai daya analisis yang tinggi agar keputusan yang
diambilnya benar-benar tepat berdasarkan data-data yang up to date, objektif, dan benar-benar tepat dalam
rangka mencapai tujuan organisasi. Di samping itu, dibutuhkan keberanian
untuk mengambil keputusan yang cepat, tepat, praktis, dan rasional, serta
memikul risiko dan tanggung jawab terhadap konsekuensi dari keputusan yang
diambil. Pemimpin juga dituntut kemampuan
dan kemauan untuk belajar terus-menerus.
Pengambilan
keputusan adalah pemecahan masalah dengan cara yang sebaik-baiknya. Ia mesti
berdasarkan pada fakta-fakta dan data yang dapat dipercayai dan bersifat up to date.
Hal-hal
yang perlu diperhatikan dalam mengambil keputusan:
1.
Harus
diperhatikan kemampuan organisasi dalam arti tersedianya sumber-sumber materil
untuk melaksanakan keputusan, tenaga kerja yang tersedia, dan kualifikasinya
untuk melaksanakan keputusan.
2.
Pengambilan
keputusan harus didasarkan pada fakta dan data terkumpul secara sistematis,
yang sungguh-sungguh dapat dipercaya dan bersifat up to date.
3.
Harus
didasarkan pada skala prioritas.
4.
Dalam
pengambilan keputusan, agar keputusan itu dapat bermanfaat dalam mencapai
tujuan organisasi, maka pemimpin harus mengikutsertakan sebanyak mungkin
bawahannya. Peranan bawahan dalam hal ini ialah:
- sebagai sumber informasi dan data yang
objektif. Karena, yang tahu kondisi riil di lapangan itu adalah mereka yang
berada di tingkat bawah.
- sebagai pemberi kritik.
5.
Rapat.
Dalam hal pengambilan keputusan, jumlah peserta rapat tidak boleh terlalu
banyak. Idealnya, sekitar 5 orang. Dalam rapat, diperlukan papan tulis, spidol,
dan media-media lainnya seperti in focus,
bagan-bagan, dsb. Tujuannya adalah untuk mempermudah setiap orang untuk
menyampaikan ide, gagasan, pendapat, dsb. Salah satu tujuan pengambilan
keputusan adalah pemecahan masalah. Agar pemecahan masalah itu mendatangkan
hasil yang maksimal, maka perlu diusahakan agar pemecahan itu didasarkan pada
teknik-teknik ilmiah. Jika diteliti lebih lanjut, ternyata pemecahan masalah
berkisar pada pengolahan data dan fakta.
6.
Salah
satu kekeliruan dari hampir semua organisasi ialah pembuatan laporan yang
semakin banyak. Akibatnya, laporan-laporan itu sering tidak dibaca. Padahal, laporan dalam administrasi organisasi
bukanlah hanya sebatas formalitas tugas, tetapi untuk dipergunakan oleh
pimpinan untuk mengambil keputusan.
Tugas
terpenting dari pemimpin adalah mengambil keputusan
Tugas terpenting
dari pimpinan, baik sebagai individu maupun sebagai kelompok adalah mengambil
keputusan. Keputusan-keputusan yang telah diambil itulah yang akan menjadi dasar dan pedoman kegiatan-kegiatan
operasional. Keputusan-keputusan itu sendiri harus rasional.
Human relation merupakan inti dari kepemimpinan
karena cara penggerakan bawahan sekarang ini didasarkan pada pendapat bahwa
manusia adalah makhluk yang mempunyai martabat, perasaan, cita-cita, keinginan,
temperamen, harapan-harapan, dsb. Setiap manusia ingin bebas, ingin dihargai,
ingin memperoleh kemajuan dalam hidupnya. Hubungan—baik yang formal maupun
informal—perlu dibangun dan diciptakan dalam suatu organisasi. Sehingga,
tercipta suatu teamwork yang intim
dan harmonis dalam rangka mencapai tujuan organisasi.
Manusia bawahan
bukan mesin. Berbeda dari uang, metode, materiil, dan alat-alat produksi
lainnya, manusia ingin diperlakukan secara terhormat, serendah apa pun
pendidikan mereka. Oleh karena itu, dalam organisasi, pengertian, perasaan, dan
penghargaan memegang peranan yang menentukan.
Tugas terpenting
dari pimpinan ialah mengambil keputusan. Keputusan yang baik itu
setidak-tidaknya memenuhi persyaratan-persyaratan sebagai berikut:
1.
Keputusan
harus tepat, dalam arti dapat memecahkan persoalan-persoalan yang dimaksudkan
untuk dipecahkan oleh keputusan tersebut. Oleh karenanya, seorang pemimpin
dituntut kemampuan atau daya analisis yang tinggi.[3]
2.
Keputusan
yang diambil harus cepat
3.
Keputusan
yang diambil harus praktis dan realistis, sesuai kemampuan organisasi seperti
SDM, peralatan, keuangan, perlengkapan, dsb.
4.
Keputusan
yang diambil harus rasional. Artinya, harus masuk akal sehat dan dapat diterima
oleh para karyawan atau bawahan. Namun, hal ini tidaklah berarti bahwa setiap
keputusan itu harus dapat diterima semua orang. Malahan, dapat dikatakan, jika
seorang pemimpin mengambil keputusan yang menggembirakan semua orang, ada
kemungkinan keputusan itu bukanlah keputusan yang baik. Dalam setiap keputusan,
hampir dapat dipastikan akan ada orang yang merasa dirugikan oleh keputusan itu.
Yang penting ialah, keputusan itu menurut perkiraan akan menguntungkan
organisasi, yang berarti menguntungkan sebagian besar orang-orang dalam
organisasi.[4]
Pemimpin dan Daya Analisis
Persyaratan kepemimpinan yang perlu dipenuhi itu
ialah keberanian untuk mengambil keputusan yang cepat, tepat, praktis, dan
rasional serta memikul tanggung jawab atas akibat dan risiko yang ditimbulkan
oleh sebuah keputusan. Oleh karena itu, seorang pemimpin harus mempunyai
keberanian dan hal-hal sbb:
1.
Punya
kemampuan analisis yang tinggi
2.
Mengetahui
apa yang hendak dicapai oleh organisasi
3.
Memiliki
pengetahuan yang mendalam tentang dirinya sendiri, kekuatan-kekuatan dan
kelemahan, termasuk di dalamnya kemampuan dan kemauan belajar terus menerus.
4.
Mendalami
perilaku bawahan
Untuk mengambil
keputusan yang tepat, seorang pemimpin harus mengumpulkan saran-saran, ide,
pendapat, kritik, dan informasi dari sebagian besar bawahan/karyawan, kalau
tidak boleh dikatakan seluruhnya.
MANAJEMEN
Manajeman dapat
diartikan dari dua sudut pandang, yaitu:
1.
Sebagai
proses penyelenggaraan berbagai kegiatan dalam rangka penerapan tujuan
2.
Kemampuan
atau keterampilan orang yang menduduki jabatan manajerial untuk memperoleh
suatu hasil dalam rangka pencapaian tujuan melalui kegiatan-kegiatan orang
lain.
Manajemen
merupakan bagian dari administrasi. Sebagaimana halnya dengan organisasi,
manajemen pun telah mendapat penelitian khusus para sarjana yang mengakibatkan
banyaknya definisi tentang manajemen. Konsekuensinya, banyak orang yang ingin
mendalami teori manajemen, sering dibingungkan oleh aneka ragam definisi yang
terdapat dalam literatur yang sangat banyak. Hingga kini, para sarjana belum
mempunyai kata sepakat tentang fungsi-fungsi administrasi dan manajemen, baik
ditinjau dari segi klasifikasi maupun terminologi yang digunakan.[5]
Oleh karena itu,
setiap orang yang hendak mendalami tentang organisasi dan manajemen, perlu
memilih untuk dirinya sendiri definisi siapa yang akan dipegangnya sebagai
suatu kerangka konsepsional (conceptional
framework).
Setiap orang yang
ingin mendalami persoalan manajemen perlu memilih untuk dirinya sendiri
definisi siapa yang akan dipegangnya sebagai kerangka konseptual. Bagi saya
pribadi (NE), fungsi-fungsi manajemen itu meliputi POACE:
P = Planning (perencanaan)
O = Organizing (pengorganisasian)
A = Actuating (penggerakan)
C = Controlling (pengawasan)
E = Evaluating (evaluasi)[6]
Definisi klasik
mengatakan bahwa manajemen adalah “keterampilan untuk mendapatkan hasil dalam
rangka pencapaian tujuan yang telah ditentukan dengan menggerakkan orang-orang
lain dalam organisasi yang disebut bawahan.”[7]
Dari definisi
tersebut, jelas terlihat bahwa kelompok manajemen dalam organisasi bertugas
pokok bukan untuk melaksanakan sendiri kegiatan-kegiatan operasional, akan
tetapi untuk menggerakkan orang-orang lain untuk bekerja sedemikian rupa
sehingga tujuan tercapai sesuai harapan—dilaksanakan dengan cara-cara yang
efisien, efektif, dan ekonomis. Manajemen modern dewasa ini pada umumnya adalah
manajemen yang berorientasi kepada pemecahan masalah (problem-solving oriented).
PLANNING
(PERENCANAAN)
Perencanaan yang
baik harus didahului dengan research (penelitian)
dengan mengumpulkan data-data dan fakta-fakta selengkap mungkin. Data-data yang
dikumpulkan perlu dianalisis dan dihubungkan dengan situasi yang dihadapi dan
mungkin akan dihadapi di masa depan, baik situasi politik, sosial, maupun
keamanan, dan terutama yang bersifat ekonomi. Konsep 5W + 1H juga harus
diterapkan dalam proses perencanaan.
Proses perencanaan
(planning) harus dipandang sebagai
suatu masalah yang harus dipecahkan dengan mempergunakan teknik-teknik ilmiah.
Dalam proses planning, perlu
dikumpulkan data-data (collecting data).
Data itu harus lengkap, up to date,
dan dapat dipercaya. Setelah pengumpulan data, maka perlu diadakan analisis
data. Data hanya akan mempunyai arti apabila data itu diinterpretasikan
sedemikian rupa sehingga dapat membantu pimpinan dalam pengambilan keputusan.[8]
ORGANIZING
(PENGORGANISASIAN)
Pengorganisasian
(organizing) ialah proses
pengelompokan orang-orang, alat-alat, tugas-tugas, tanggung jawab, dan wewenang
sehingga tercipta suatu organisasi yang dapat digerakkan sebagai suatu kesatuan
dalam rangka mencapai suatu tujuan. Dalam proses mengorganisir inilah
ditentukan job description—siapa
melakukan apa, kapan, di mana, dan bagaimana.
ACTUATING
(PENGGERAKAN)
Dalam literatur
tentang manajemen, istilah yang digunakan untuk “penggerakan” bermacam-macam,
seperti motivating, commanding, directing,
dan actuating. Istilah-istilah itu pada dasarnya mempunyai satu kesamaan
maksud, yaitu menunjukkan proses penggerakan bawahan dalam rangka mencapai
tujuan organisasi yang telah ditentukan dalam planning maupun dalam tujuan organisasi secara luas. Dalam
pengertian singkat, penggerakan (actuating)
dapat diartikan dengan “proses pemberian dorongan bekerja kepada bawahan agar
mereka mau bekerja dengan ikhlas secara efektif, efisien, demi tercapainya
tujuan organisasi.
Sebagaimana
diketahui, manusia bukan mesin. Manusia adalah makhluk yang punya perasaan,
martabat, cita-cita, keinginan, harapan-harapan, dan lain sebagainya. Setiap
orang ingin kebahagiaan, kesejahteraan, ingin bebas, ingin dihargai, ingin
keadilan, ingin memperoleh kemajuan, dsb. Untuk memenuhi kebutuhan-kebutuhan
itu, maka manusia merasa perlu untuk berorganisasi. Akan tetapi, organisasi
secara formal juga mempunyai tujuan. Nah, agar tujuan organisasi dapat dicapai
dengan baik, maka pemimpin atau manajer dalam suatu organisasi harus mampu
mensingkronkan tujuan individu-individu dalam organisasi dengan tujuan
organisasi itu sendiri.
Ambil contoh di
sebuah perusahaan. Tujuan perusahaan tentu adalah untuk memperoleh laba yang
besar. Namun, sebaliknya, orang-orang yang bekerja di perusahaan itu juga punya
tujuan yang bersifat individu, seperti ingin sejahtera, ingin dianggap penting,
ingin mewujudkan cita-cita, dsb. Nah, agar perusahaan itu bisa survive, maka pimpinannya harus dapat
mensingkronkan tujuan organisasi (perusahaan) dengan tujuan-tujuan dari
individu-individu yang ada di dalamnya.
Dalam melakukan
fungsi manajemen (POACE), yakni actuating
(penggerakan), maka harus
dipahami bahwa dalam sebuah organisasi harus terdapat singkronisasi antara
tujuan organisasi sebagai keseluruhan dengan tujuan pribadi anggota organisasi.
Sukses tidaknya pimpinan organisasi dalam melaksanakan fungsi actuating, sangat
tergantung dari kemampuan pimpinan mensingkronkan tujuan tersebut. Pemimpin
harus memahami motif para bawahan untuk bergabung dengan organisasi. Motif itu
adalah pemuasan kebutuhan. Kebutuhan manusia itu secara garis besar ada dua,
yaitu kebutuhan materil dan nonmateril.[9]
CONTROLLING
(PENGAWASAN)
Penagawasan perlu
dilakukan untuk mencegah timbulnya penyelewengan atau penyimpangan-penyimpangan
terhadap hal-hal yang telah ditetapkan dalam planning sebelumnya. Pengawasan tidak dimaksudkan untuk menentukan
siapa yang salah, tetapi untuk menemukan apa yang tidak betul.
EVALUATING
(EVALUASI/PENILAIAN)
Evaluating ialah
proses pengukuran dan pembandingan hasil-hasil pekerjaan yang nyatanya dicapai
dengan hasil-hasil yang seharusnya dicapai.
ORGANISASI
Organisasi adalah
persekutuan antara dua orang atau lebih yang bekerjasama untuk mencapai suatu
tujuan. Ciri-ciri organisasi modern salah satunya adalah semakin meningkatnya
kesadaran bahwa faktor manusialah yang akan paling menentukan berhasil tidaknya
organisasi dalam mencapai tujuan. Suatu organisasi yang baik ialah organisasi
yang dipimpin dengan cara-cara yang demokratis, yang diistilahkan dengan participative management atau open management.[10]
Secara filosofis,
manusia merupakan unsur terpenting dalam satu organisasi. Karena, uang,
mesin-mesin, materi, waktu, kekayaan, dan aset-aset lainnya, hanya dapat
memberi manfaat bagi organisasi jika manusia yang di dalamnya merupakan daya
pembangun, bukan perusak. Jadi, manusia merupakan modal terpenting bagi suatu
organisasi. Namun demikian, manusia juga dapat menjadi faktor penghalang bagi
organisasi dalam mencapai tujuan.
Pembuatan Laporan
dan Pengambilan Keputusan
Salah satu
“kesalahan besar” yang dilakukan hampir semua organisasi ialah pembuatan
laporan yang semakin banyak. Akibatnya, laporan-laporan itu sering tidak dibaca
dan menjadi tidak berguna. Kalau pun ada kepuasan dalam hal yang demikian,
kepuasan itu hanyalah kepuasan bagi si
pembuat laporan. Sementara kegunaannya bagi organisasi terutama dalam hal
pengambilan keputusan—adalah sangat kecil untuk tidak dikatakan nihil. Padahal,
penyusunan laporan memerlukan waktu, tenaga, dan biaya.
Suatu
laporan dikatakan tidak baik apabila laporan itu mempunyai ciri-ciri sebagai
berikut:
1.
Mengandung
banyak informasi, tetapi di dalamnya tidak terdapat data yang dibutuhkan oleh
pimpinan untuk mengambil keputusan
2.
Data
yang terdapat dalam laporan tidak ada hubungannya dengan dasar perbandingan dan
tujuan manajemen.
3.
Laporan
hanya berisikan hal-hal yang positif, untuk memberikan kesan bahwa segala
sesuatu berjalan dengan lancar. Padahal, manajemen perlu juga mengetahui
segi-segi negatif kegiatan supaya faktor-faktor penghambat dapat dihilangkan
atau paling tidak dikurangi. Yang dibutuhkan ialah informasi yang dapat
digunakan untuk bertindak, bukan hanya untuk sekedar memiliki informasi.
Syarat-syarat laporan yang baik:
1.
Tersusun
dengan rapi
2.
Dibuat
dengan bahasa yang sederhana dan mudah dimengerti
3.
Mengandung
semua fakta yang dibutuhkan
4.
Data-data
yang terkandung di dalamnya up to date,
dapat dipercaya, dan lengkap.
5.
Mudah
dipergunakan oleh pimpinan dalam proses pengambilan keputusan.
Penyimpanan
Informasi
Ditinjau dari segi
kegunaannya, informasi bagi suatu organisasi dapat digolongkan kepada empat
golongan utama, yaitu:
1.
Informasi
yang perlu disimpan untuk selama-lamanya
2.
Informasi
yang perlu disimpan untuk Jangka panjang
3.
Informasi
yang perlu disimpan untuk Sementara
4.
Informasi
yang segera dapat dilupakan
Tentunya sulit
untuk mengadakan suatu pola umum tentang klasifikasidari informasi yang
dikategorikan kepada empat golongan di atas. Karena, klasifikasi itu sangat
dipengaruhi oleh berbagai faktor, misalnya:
1.
tujuan
pendirian organisasi
2.
dasar
hukum pendirian organisasi
3.
AD/ART
organisasi
4.
Filsafat
yang dianut oleh pimpinan organisasi
5.
Sifat
sumber informasiyang dipergunakan oleh organisasi
Dengan kata lain,
setiap organisasi harus merumuskan sendiri kebijakan yang menyangkut
penyimpanan informasi. Untuk mempermudah perumusan kebijakan, di bawah ini
dapat diberikan contoh:
1.
Informasi
yang harus disimpan untuk selama-lamanya, misalnya, informasi yang menyangkut
status hukum organisasi
2.
Informasi
yang disimpan untuk jangka panjang, misalnya informasi yang menyangkut pegawai
3.
Informasi
yang disimpan untuk jangka pendek, misalnya dokumen yang kegunaannya hanya
berlaku satu kali dan pengaruhnya terhadap kegiatan organisasi hanya bersifat
jangka pendek
4.
Informasi
yang segera dapat dilupakan, misalnya undangan rapat yang jika rapatnya telah
selesai, undangannya pun dapat dibuang.
Adapun
keuntungan dari kebijakan yang demikian ialah sbb:
1.
Tidak
banyaknya tempat yang harus disediakan untuk menyimpan informasi
2.
Semakin
mudahnya memelihara tempat penyimpanan informasi
3.
Semakin mudahnya memelihara mutu informasi
yang tersimpan
4.
Semakin
mudahnya mengetahui di mana suatu informasi tersimpan
5.
Semakin
mudahnya mengambil informasi itu dari tepat penyimpanannya jika sewaktu-waktu
diperlukan.
[1] Disarikan dari buku Sondang P.
Siagian, Filsafat Administrasi,
Jakarta: Bumi Aksara, 2003
[2] Ibid., h. 5.
[3] Kalau meminjam
istilah Dahlan Iskan itu ialah mampu berpikir LAS (logis, analitis, dan
sistematis), yang dianggapnya sebagai kemampuan berpikirnya para sarjana.
[4] Jika kita
merujuk kepada teori fiqh, harus dipertimbangkan besar manfaat dan mudaratnya.
[5] Ibid., h. 82.
[6] Ibid., h. 82-87
[7] Ibid., h. 67.
[8] Ibid., h. 93
[9] Ibid., h. 106-111.
[10] Ibid., h. 67-76
FILSAFAT
ADMINISTRASI (ADMINISTRASI,
KEPEMIMPINAN, MANAJEMEN
DAN
ORGANISASI)[1]
Administrasi,
dalam pengertian luas, menurut Sondang P. Siagian, adalah keseluruhan proses
kerjasama antara dua orang atau lebih yang didasarkan atas rasionalitas
tertentu untuk mencapai tujuan yang telah ditentukan sebelumnya.
Unsur-unsur
administrasi:
1. Dua orang atau
lebih;
2. Tujuan (goal);
3. Tugas yang hendak
dilaksanakan;
4. Sarana dan
prasarana tertentu;
Di lain pihak,
masih terlalu sering administrasi diartikan secara sempit, yaitu sebatas
kegiatan ketatausahaan. Padahal, ketatausahaan merupakan bagian kecil dari kegiatan
operasional administrasi dalam arti luas.
Administrasi dan
manajemen ilmiah menganut filsafat yang people
centered, yang berarti memandang dan memperlakukan manusia itu tidak hanya
sebagai alat produksi semata-mata, akan tetapi sebagai oknum yang berkepribadian,
bertujuan, bercita-cita, dan mempunyai rasio, dan sekaligus juga sebagai
makhluk emosi. Karena rasiolah manusia dapat merupakan faktor pendorong ke arah
efisiensi jika ia dipandang dan diperlakukan sesuai dengan martabatnya sebagai
manusia. Tetapi, manusia yang sama dapat menjadi faktor penghalang utama ke
arah tercapainya efisiensi jika ia dipandang dan diperlakukan sebagai mesin
dan/atau alat-alat produksi lainnya yang tidak berkepribadian dan bermartabat
yang tinggi.
Di sisi lain,
administrasi dan manajemen nonilmiah menganut filsafat yang job centered, yang berarti bahwa dalam
usaha mencapai tujuan, yang penting adalah tugas-tugas yang harus dilaksanakan
supaya selesai tepat waktu.
Filsafat
administrasi dan manajemen modern dewasa ini berorientasi pada manusia sebagai
unsur terpenting (filsafat yang people
centered). Filsafat administrasi modern mengatakan bahwa manusia merupakan
unsur terpenting dalam setiap organisasi. Filsafat administrasi dan manajemen
modern sekarang ini didasarkan atas dan berorientasi pada manusia sebagai unsur
terpenting. Karena itu, dikatakan bahwa filsafat administrasi dan manajemen
sekarang ini adalah suatu filsafat yang people
centered.
KEPEMIMPINAN (LEADERSHIP)
Kepemimpinan
merupakan inti dari manajemen.[2]
Memang, demikianlah halnya. Karena, kepemimpinan merupakan “motor atau daya
penggerak semua sumber-sumber dan alat-alat (resources) yang tersedia dalam sebuah organisasi”. Resources itu digolongkan menjadi dua,
yaitu:
1.
Sumber
daya manusia
2.
Sumber
daya lainnya
Sukses tidaknya
suatu oganisasi mencapai tujuan yang telah ditentukan sangat tergantung dari
pemimpinnya dalam menggerakkan sumber
daya yang ada (resources)—SDM dan
sumber daya lainnya—secara efektif dan efisien.
Kepemimpinan
dan human relations
Kemampuan dalam human relations merupakan aspek yang
sangat penting dari kepemimpinan, terutama apabila ditinjau dari segi kemampuan
mempengaruhi perilaku bawahan dalam rangka pencapaian tujuan yang telah
ditentukan. Dengan kata lain, di bidang administrasi saat ini telah disadari
dan diakui bahwa di dalam setiap kegiatan administrasi ataupun organisasi,
unsur manusia serta hubungan-hubungan antarmanusia itu merupakan faktor yang
menentukan sukses tidaknya proses administrasi ataupun organisasi itu
dijalankan. Hal ini berarti, manusia dalam suatu organisasi tidak boleh
diperlakukan sama dengan unsur-unsur administrasi lainnya, seperti modal,
mesin, alat-alat perlengkapan, dsb.
Manusia merupakan
milik yang paling berharga bagi suatu organisasi, tetapi sekaligus juga
merupakan masalah terberat bagi pimpinan suatu organisasi. Di bidang
administrasi dan manajemen, Revolusi Industri di Inggris telah mengakibatkan
terjadinya perubahan radikal dalam filsafat administrasi dan manajemen yang
tadinya merupakan filsafat yang job
centered berubah ke filsafat yang human
centered.
Pemimpin
itu harus seorang generalis, bukan spesialis
Sukses tidaknya
seorang pemimpin tidak ditentukan oleh tingkat keterampilan teknis (technical skill) yang dimilikinya,
tetapi lebih ditentukan oleh keahliannya dalam menggerakkan orang lain agar
bekerja dengan baik, atau yang disebut dengan istilah “managerial skill”. Dalam
hubungan ini, perlu ditekankan bahwa seorang pemimpin yang baik adalah pemimpin
yang tidak melaksanakan sendiri tindakan-tindakan yang bersifat operasional,
tetapi tugasnya adalah mengambil keputusan, menentukan kebijakan, dan
menggerakkan orang lain untuk melaksanakan keputusan yang telah diambil.
Semakin tinggi
kedudukan seseorang dalam organisasi, semakin kurang tugas technical skill dan
semakin banyak memerlukan managerial
skill. Sebaliknya, semakin rendah kedudukan seseorang dalam suatu
organisasi, semakin banyak memerlukan technical
skill ketimbang managerial skill.
Dengan kata lain,
semakin tinggi kedudukan seseorang dalam organisasi, ia harus semakin menjadi
seorang generalist. Sebaliknya, semakin rendah kedudukan seseorang dalam
organisasi, ia harus menjadi specialist.
Semakin tinggi, semakin filosofis. Semakin rendah, semakin teknis (praktis).
Dapat juga dikatakan, semakin tinggi, semakin komprehensif. Semakin rendah,
semakin parsial.
Hal tersebut
dapat digambarkan berikutnya:
![]()
MS TS
|
MS TS
|
MS TS
|
Administrative management
(top)
Middle management
(middle)
Supervisory
management (lower)
Ket: MS: managerial skill
TS : technical skill
Sifat-sifat
Pemimpin yang Baik
1.
Memiliki
kondisi fisik yang sehat;
2.
Berpengetahuan
luas. Berpengetahuan luas tidak selalu diartikan dengan berpendidikan formal
tinggi. Karena, ada sekelompok orang yang meskipun berpendidikan tinggi, tetapi
pandangannya masih sempit, yaitu terbatas kepada bidang keahliannya saja.
Sebaliknya, banyak orang yang tidak berpendidikan tinggi, tetapi karena
pengalamannya dan kemauan keras untuk selalu belajar atau untuk self development, memiliki pengetahuan
yang luas tentang banyak hal;
3.
Memiliki
keyakinan yang kuat akan keberhasilan. Bukan seorang peragu;
4.
Mengetahui
kompleksitas dari tujuan yang hendak dicapai;
5.
Memiliki
stamina dan antusiasme yang besar. Pekerjaan
memimpin pada dasarnya adalah pekerjaan mental. Stamina bekerja sangat
diperlukan karena tekanan yang dihadapi oleh pelaksana biasa lebih kecil
dibanding tekanan yang dihadapi seorang yang menduduki jabatan pimpinan;
6.
Gemar
dan cepat mengambil keputusan. Karena tugas terpenting dari seorang pemimpin
adalah mengambil keputusan yang harus
dilaksanakan oleh orang lain;
7.
Objektif
dan rasional. Pemimpin yang emosional akan kehilangan objektivitas karena
tindakannya tidak didasarkan pada akal sehat, tetapi lebih sering didasarkan
atas pertimbangan personal likes and
dislikes, baik terhadap seseorang,
maupun terhadap penggunaan sumber-sumber daya lainnya;
8.
Adil
terhadap bawahan, terlepas dari pandangan-pandangan kedaerahan, kesukuan,
kepartaian, ikatan keluarga, dsb;
9.
Menguasai
prinsip-prinsip human relations. Human
relation adalah inti kepemimpinan. Pemimpin harus mampu membina teamwork yang baik;
10. Memiliki
keterampilan berkomunikasi yang baik, baik secara lisan maupun tulisan. Tidak ada
kepemimpinan tanpa komunikasi. Berkomunikasi—lisan maupun tulisan—adalah cara
yang penting dalam menyampaikan ide, gagasan, instruksi, nasehat, saran,
berita, informasi, bimbingan, kebijakan, dsb, kepada bawahan, sesama atasan,
pihak luar, dsb;
11. Dapat menjadi
komandan, guru, sahabat, dan ayah, terhadap bawahan. Dalam hal ini, harus
diperhatikan pula sifat-sifat bawahan yang dihadapi;
12. Mempunyai gambaran
yang komprehensif (holistik dan menyeluruh; filosofis) terhadap semua aspek
kegiatan organisasi.
Aksioma
administrasi mengatakan, bahwa tugas terpenting dari seorang pemimpin adalah
memimpin. Suatu aksioma yang terdengar sederhana. Karena terdengar sederhana
itulah ia sering dilupakan oleh orang yang bertugas memimpin suatu organisasi.
Akibatnya, sering orang-orang yang mempunyai kedudukan sebagai
pemimpin—presiden direktur, CEO, kepala, direktur, manager, atau apapun
istilahnya—dalam kenyataan, ia mengerjakan kegiatan-kegiatan operasional
(teknis) sehingga ia tidak punya waktu
untuk melakukan tugas pokoknya, yaitu memimpin.
Konsekuensi dari tugas pokok memimpin itu ialah bahwa
sebagian besar waktu dari setiap pemimpin harus dipergunakan untuk mengambil
keputusan. Oleh karenanya, setiap
pemimpin harus mempunyai daya analisis yang tinggi agar keputusan yang
diambilnya benar-benar tepat berdasarkan data-data yang up to date, objektif, dan benar-benar tepat dalam
rangka mencapai tujuan organisasi. Di samping itu, dibutuhkan keberanian
untuk mengambil keputusan yang cepat, tepat, praktis, dan rasional, serta
memikul risiko dan tanggung jawab terhadap konsekuensi dari keputusan yang
diambil. Pemimpin juga dituntut kemampuan
dan kemauan untuk belajar terus-menerus.
Pengambilan
keputusan adalah pemecahan masalah dengan cara yang sebaik-baiknya. Ia mesti
berdasarkan pada fakta-fakta dan data yang dapat dipercayai dan bersifat up to date.
Hal-hal
yang perlu diperhatikan dalam mengambil keputusan:
1.
Harus
diperhatikan kemampuan organisasi dalam arti tersedianya sumber-sumber materil
untuk melaksanakan keputusan, tenaga kerja yang tersedia, dan kualifikasinya
untuk melaksanakan keputusan.
2.
Pengambilan
keputusan harus didasarkan pada fakta dan data terkumpul secara sistematis,
yang sungguh-sungguh dapat dipercaya dan bersifat up to date.
3.
Harus
didasarkan pada skala prioritas.
4.
Dalam
pengambilan keputusan, agar keputusan itu dapat bermanfaat dalam mencapai
tujuan organisasi, maka pemimpin harus mengikutsertakan sebanyak mungkin
bawahannya. Peranan bawahan dalam hal ini ialah:
- sebagai sumber informasi dan data yang
objektif. Karena, yang tahu kondisi riil di lapangan itu adalah mereka yang
berada di tingkat bawah.
- sebagai pemberi kritik.
5.
Rapat.
Dalam hal pengambilan keputusan, jumlah peserta rapat tidak boleh terlalu
banyak. Idealnya, sekitar 5 orang. Dalam rapat, diperlukan papan tulis, spidol,
dan media-media lainnya seperti in focus,
bagan-bagan, dsb. Tujuannya adalah untuk mempermudah setiap orang untuk
menyampaikan ide, gagasan, pendapat, dsb. Salah satu tujuan pengambilan
keputusan adalah pemecahan masalah. Agar pemecahan masalah itu mendatangkan
hasil yang maksimal, maka perlu diusahakan agar pemecahan itu didasarkan pada
teknik-teknik ilmiah. Jika diteliti lebih lanjut, ternyata pemecahan masalah
berkisar pada pengolahan data dan fakta.
6.
Salah
satu kekeliruan dari hampir semua organisasi ialah pembuatan laporan yang
semakin banyak. Akibatnya, laporan-laporan itu sering tidak dibaca. Padahal, laporan dalam administrasi organisasi
bukanlah hanya sebatas formalitas tugas, tetapi untuk dipergunakan oleh
pimpinan untuk mengambil keputusan.
Tugas
terpenting dari pemimpin adalah mengambil keputusan
Tugas terpenting
dari pimpinan, baik sebagai individu maupun sebagai kelompok adalah mengambil
keputusan. Keputusan-keputusan yang telah diambil itulah yang akan menjadi dasar dan pedoman kegiatan-kegiatan
operasional. Keputusan-keputusan itu sendiri harus rasional.
Human relation merupakan inti dari kepemimpinan
karena cara penggerakan bawahan sekarang ini didasarkan pada pendapat bahwa
manusia adalah makhluk yang mempunyai martabat, perasaan, cita-cita, keinginan,
temperamen, harapan-harapan, dsb. Setiap manusia ingin bebas, ingin dihargai,
ingin memperoleh kemajuan dalam hidupnya. Hubungan—baik yang formal maupun
informal—perlu dibangun dan diciptakan dalam suatu organisasi. Sehingga,
tercipta suatu teamwork yang intim
dan harmonis dalam rangka mencapai tujuan organisasi.
Manusia bawahan
bukan mesin. Berbeda dari uang, metode, materiil, dan alat-alat produksi
lainnya, manusia ingin diperlakukan secara terhormat, serendah apa pun
pendidikan mereka. Oleh karena itu, dalam organisasi, pengertian, perasaan, dan
penghargaan memegang peranan yang menentukan.
Tugas terpenting
dari pimpinan ialah mengambil keputusan. Keputusan yang baik itu
setidak-tidaknya memenuhi persyaratan-persyaratan sebagai berikut:
1.
Keputusan
harus tepat, dalam arti dapat memecahkan persoalan-persoalan yang dimaksudkan
untuk dipecahkan oleh keputusan tersebut. Oleh karenanya, seorang pemimpin
dituntut kemampuan atau daya analisis yang tinggi.[3]
2.
Keputusan
yang diambil harus cepat
3.
Keputusan
yang diambil harus praktis dan realistis, sesuai kemampuan organisasi seperti
SDM, peralatan, keuangan, perlengkapan, dsb.
4.
Keputusan
yang diambil harus rasional. Artinya, harus masuk akal sehat dan dapat diterima
oleh para karyawan atau bawahan. Namun, hal ini tidaklah berarti bahwa setiap
keputusan itu harus dapat diterima semua orang. Malahan, dapat dikatakan, jika
seorang pemimpin mengambil keputusan yang menggembirakan semua orang, ada
kemungkinan keputusan itu bukanlah keputusan yang baik. Dalam setiap keputusan,
hampir dapat dipastikan akan ada orang yang merasa dirugikan oleh keputusan itu.
Yang penting ialah, keputusan itu menurut perkiraan akan menguntungkan
organisasi, yang berarti menguntungkan sebagian besar orang-orang dalam
organisasi.[4]
Pemimpin dan Daya Analisis
Persyaratan kepemimpinan yang perlu dipenuhi itu
ialah keberanian untuk mengambil keputusan yang cepat, tepat, praktis, dan
rasional serta memikul tanggung jawab atas akibat dan risiko yang ditimbulkan
oleh sebuah keputusan. Oleh karena itu, seorang pemimpin harus mempunyai
keberanian dan hal-hal sbb:
1.
Punya
kemampuan analisis yang tinggi
2.
Mengetahui
apa yang hendak dicapai oleh organisasi
3.
Memiliki
pengetahuan yang mendalam tentang dirinya sendiri, kekuatan-kekuatan dan
kelemahan, termasuk di dalamnya kemampuan dan kemauan belajar terus menerus.
4.
Mendalami
perilaku bawahan
Untuk mengambil
keputusan yang tepat, seorang pemimpin harus mengumpulkan saran-saran, ide,
pendapat, kritik, dan informasi dari sebagian besar bawahan/karyawan, kalau
tidak boleh dikatakan seluruhnya.
MANAJEMEN
Manajeman dapat
diartikan dari dua sudut pandang, yaitu:
1.
Sebagai
proses penyelenggaraan berbagai kegiatan dalam rangka penerapan tujuan
2.
Kemampuan
atau keterampilan orang yang menduduki jabatan manajerial untuk memperoleh
suatu hasil dalam rangka pencapaian tujuan melalui kegiatan-kegiatan orang
lain.
Manajemen
merupakan bagian dari administrasi. Sebagaimana halnya dengan organisasi,
manajemen pun telah mendapat penelitian khusus para sarjana yang mengakibatkan
banyaknya definisi tentang manajemen. Konsekuensinya, banyak orang yang ingin
mendalami teori manajemen, sering dibingungkan oleh aneka ragam definisi yang
terdapat dalam literatur yang sangat banyak. Hingga kini, para sarjana belum
mempunyai kata sepakat tentang fungsi-fungsi administrasi dan manajemen, baik
ditinjau dari segi klasifikasi maupun terminologi yang digunakan.[5]
Oleh karena itu,
setiap orang yang hendak mendalami tentang organisasi dan manajemen, perlu
memilih untuk dirinya sendiri definisi siapa yang akan dipegangnya sebagai
suatu kerangka konsepsional (conceptional
framework).
Setiap orang yang
ingin mendalami persoalan manajemen perlu memilih untuk dirinya sendiri
definisi siapa yang akan dipegangnya sebagai kerangka konseptual. Bagi saya
pribadi (NE), fungsi-fungsi manajemen itu meliputi POACE:
P = Planning (perencanaan)
O = Organizing (pengorganisasian)
A = Actuating (penggerakan)
C = Controlling (pengawasan)
E = Evaluating (evaluasi)[6]
Definisi klasik
mengatakan bahwa manajemen adalah “keterampilan untuk mendapatkan hasil dalam
rangka pencapaian tujuan yang telah ditentukan dengan menggerakkan orang-orang
lain dalam organisasi yang disebut bawahan.”[7]
Dari definisi
tersebut, jelas terlihat bahwa kelompok manajemen dalam organisasi bertugas
pokok bukan untuk melaksanakan sendiri kegiatan-kegiatan operasional, akan
tetapi untuk menggerakkan orang-orang lain untuk bekerja sedemikian rupa
sehingga tujuan tercapai sesuai harapan—dilaksanakan dengan cara-cara yang
efisien, efektif, dan ekonomis. Manajemen modern dewasa ini pada umumnya adalah
manajemen yang berorientasi kepada pemecahan masalah (problem-solving oriented).
PLANNING
(PERENCANAAN)
Perencanaan yang
baik harus didahului dengan research (penelitian)
dengan mengumpulkan data-data dan fakta-fakta selengkap mungkin. Data-data yang
dikumpulkan perlu dianalisis dan dihubungkan dengan situasi yang dihadapi dan
mungkin akan dihadapi di masa depan, baik situasi politik, sosial, maupun
keamanan, dan terutama yang bersifat ekonomi. Konsep 5W + 1H juga harus
diterapkan dalam proses perencanaan.
Proses perencanaan
(planning) harus dipandang sebagai
suatu masalah yang harus dipecahkan dengan mempergunakan teknik-teknik ilmiah.
Dalam proses planning, perlu
dikumpulkan data-data (collecting data).
Data itu harus lengkap, up to date,
dan dapat dipercaya. Setelah pengumpulan data, maka perlu diadakan analisis
data. Data hanya akan mempunyai arti apabila data itu diinterpretasikan
sedemikian rupa sehingga dapat membantu pimpinan dalam pengambilan keputusan.[8]
ORGANIZING
(PENGORGANISASIAN)
Pengorganisasian
(organizing) ialah proses
pengelompokan orang-orang, alat-alat, tugas-tugas, tanggung jawab, dan wewenang
sehingga tercipta suatu organisasi yang dapat digerakkan sebagai suatu kesatuan
dalam rangka mencapai suatu tujuan. Dalam proses mengorganisir inilah
ditentukan job description—siapa
melakukan apa, kapan, di mana, dan bagaimana.
ACTUATING
(PENGGERAKAN)
Dalam literatur
tentang manajemen, istilah yang digunakan untuk “penggerakan” bermacam-macam,
seperti motivating, commanding, directing,
dan actuating. Istilah-istilah itu pada dasarnya mempunyai satu kesamaan
maksud, yaitu menunjukkan proses penggerakan bawahan dalam rangka mencapai
tujuan organisasi yang telah ditentukan dalam planning maupun dalam tujuan organisasi secara luas. Dalam
pengertian singkat, penggerakan (actuating)
dapat diartikan dengan “proses pemberian dorongan bekerja kepada bawahan agar
mereka mau bekerja dengan ikhlas secara efektif, efisien, demi tercapainya
tujuan organisasi.
Sebagaimana
diketahui, manusia bukan mesin. Manusia adalah makhluk yang punya perasaan,
martabat, cita-cita, keinginan, harapan-harapan, dan lain sebagainya. Setiap
orang ingin kebahagiaan, kesejahteraan, ingin bebas, ingin dihargai, ingin
keadilan, ingin memperoleh kemajuan, dsb. Untuk memenuhi kebutuhan-kebutuhan
itu, maka manusia merasa perlu untuk berorganisasi. Akan tetapi, organisasi
secara formal juga mempunyai tujuan. Nah, agar tujuan organisasi dapat dicapai
dengan baik, maka pemimpin atau manajer dalam suatu organisasi harus mampu
mensingkronkan tujuan individu-individu dalam organisasi dengan tujuan
organisasi itu sendiri.
Ambil contoh di
sebuah perusahaan. Tujuan perusahaan tentu adalah untuk memperoleh laba yang
besar. Namun, sebaliknya, orang-orang yang bekerja di perusahaan itu juga punya
tujuan yang bersifat individu, seperti ingin sejahtera, ingin dianggap penting,
ingin mewujudkan cita-cita, dsb. Nah, agar perusahaan itu bisa survive, maka pimpinannya harus dapat
mensingkronkan tujuan organisasi (perusahaan) dengan tujuan-tujuan dari
individu-individu yang ada di dalamnya.
Dalam melakukan
fungsi manajemen (POACE), yakni actuating
(penggerakan), maka harus
dipahami bahwa dalam sebuah organisasi harus terdapat singkronisasi antara
tujuan organisasi sebagai keseluruhan dengan tujuan pribadi anggota organisasi.
Sukses tidaknya pimpinan organisasi dalam melaksanakan fungsi actuating, sangat
tergantung dari kemampuan pimpinan mensingkronkan tujuan tersebut. Pemimpin
harus memahami motif para bawahan untuk bergabung dengan organisasi. Motif itu
adalah pemuasan kebutuhan. Kebutuhan manusia itu secara garis besar ada dua,
yaitu kebutuhan materil dan nonmateril.[9]
CONTROLLING
(PENGAWASAN)
Penagawasan perlu
dilakukan untuk mencegah timbulnya penyelewengan atau penyimpangan-penyimpangan
terhadap hal-hal yang telah ditetapkan dalam planning sebelumnya. Pengawasan tidak dimaksudkan untuk menentukan
siapa yang salah, tetapi untuk menemukan apa yang tidak betul.
EVALUATING
(EVALUASI/PENILAIAN)
Evaluating ialah
proses pengukuran dan pembandingan hasil-hasil pekerjaan yang nyatanya dicapai
dengan hasil-hasil yang seharusnya dicapai.
ORGANISASI
Organisasi adalah
persekutuan antara dua orang atau lebih yang bekerjasama untuk mencapai suatu
tujuan. Ciri-ciri organisasi modern salah satunya adalah semakin meningkatnya
kesadaran bahwa faktor manusialah yang akan paling menentukan berhasil tidaknya
organisasi dalam mencapai tujuan. Suatu organisasi yang baik ialah organisasi
yang dipimpin dengan cara-cara yang demokratis, yang diistilahkan dengan participative management atau open management.[10]
Secara filosofis,
manusia merupakan unsur terpenting dalam satu organisasi. Karena, uang,
mesin-mesin, materi, waktu, kekayaan, dan aset-aset lainnya, hanya dapat
memberi manfaat bagi organisasi jika manusia yang di dalamnya merupakan daya
pembangun, bukan perusak. Jadi, manusia merupakan modal terpenting bagi suatu
organisasi. Namun demikian, manusia juga dapat menjadi faktor penghalang bagi
organisasi dalam mencapai tujuan.
Pembuatan Laporan
dan Pengambilan Keputusan
Salah satu
“kesalahan besar” yang dilakukan hampir semua organisasi ialah pembuatan
laporan yang semakin banyak. Akibatnya, laporan-laporan itu sering tidak dibaca
dan menjadi tidak berguna. Kalau pun ada kepuasan dalam hal yang demikian,
kepuasan itu hanyalah kepuasan bagi si
pembuat laporan. Sementara kegunaannya bagi organisasi terutama dalam hal
pengambilan keputusan—adalah sangat kecil untuk tidak dikatakan nihil. Padahal,
penyusunan laporan memerlukan waktu, tenaga, dan biaya.
Suatu
laporan dikatakan tidak baik apabila laporan itu mempunyai ciri-ciri sebagai
berikut:
1.
Mengandung
banyak informasi, tetapi di dalamnya tidak terdapat data yang dibutuhkan oleh
pimpinan untuk mengambil keputusan
2.
Data
yang terdapat dalam laporan tidak ada hubungannya dengan dasar perbandingan dan
tujuan manajemen.
3.
Laporan
hanya berisikan hal-hal yang positif, untuk memberikan kesan bahwa segala
sesuatu berjalan dengan lancar. Padahal, manajemen perlu juga mengetahui
segi-segi negatif kegiatan supaya faktor-faktor penghambat dapat dihilangkan
atau paling tidak dikurangi. Yang dibutuhkan ialah informasi yang dapat
digunakan untuk bertindak, bukan hanya untuk sekedar memiliki informasi.
Syarat-syarat laporan yang baik:
1.
Tersusun
dengan rapi
2.
Dibuat
dengan bahasa yang sederhana dan mudah dimengerti
3.
Mengandung
semua fakta yang dibutuhkan
4.
Data-data
yang terkandung di dalamnya up to date,
dapat dipercaya, dan lengkap.
5.
Mudah
dipergunakan oleh pimpinan dalam proses pengambilan keputusan.
Penyimpanan
Informasi
Ditinjau dari segi
kegunaannya, informasi bagi suatu organisasi dapat digolongkan kepada empat
golongan utama, yaitu:
1.
Informasi
yang perlu disimpan untuk selama-lamanya
2.
Informasi
yang perlu disimpan untuk Jangka panjang
3.
Informasi
yang perlu disimpan untuk Sementara
4.
Informasi
yang segera dapat dilupakan
Tentunya sulit
untuk mengadakan suatu pola umum tentang klasifikasidari informasi yang
dikategorikan kepada empat golongan di atas. Karena, klasifikasi itu sangat
dipengaruhi oleh berbagai faktor, misalnya:
1.
tujuan
pendirian organisasi
2.
dasar
hukum pendirian organisasi
3.
AD/ART
organisasi
4.
Filsafat
yang dianut oleh pimpinan organisasi
5.
Sifat
sumber informasiyang dipergunakan oleh organisasi
Dengan kata lain,
setiap organisasi harus merumuskan sendiri kebijakan yang menyangkut
penyimpanan informasi. Untuk mempermudah perumusan kebijakan, di bawah ini
dapat diberikan contoh:
1.
Informasi
yang harus disimpan untuk selama-lamanya, misalnya, informasi yang menyangkut
status hukum organisasi
2.
Informasi
yang disimpan untuk jangka panjang, misalnya informasi yang menyangkut pegawai
3.
Informasi
yang disimpan untuk jangka pendek, misalnya dokumen yang kegunaannya hanya
berlaku satu kali dan pengaruhnya terhadap kegiatan organisasi hanya bersifat
jangka pendek
4.
Informasi
yang segera dapat dilupakan, misalnya undangan rapat yang jika rapatnya telah
selesai, undangannya pun dapat dibuang.
Adapun
keuntungan dari kebijakan yang demikian ialah sbb:
1.
Tidak
banyaknya tempat yang harus disediakan untuk menyimpan informasi
2.
Semakin
mudahnya memelihara tempat penyimpanan informasi
3.
Semakin mudahnya memelihara mutu informasi
yang tersimpan
4.
Semakin
mudahnya mengetahui di mana suatu informasi tersimpan
5.
Semakin
mudahnya mengambil informasi itu dari tepat penyimpanannya jika sewaktu-waktu
diperlukan.
[1] Disarikan dari buku Sondang P.
Siagian, Filsafat Administrasi,
Jakarta: Bumi Aksara, 2003
[2] Ibid., h. 5.
[3] Kalau meminjam
istilah Dahlan Iskan itu ialah mampu berpikir LAS (logis, analitis, dan
sistematis), yang dianggapnya sebagai kemampuan berpikirnya para sarjana.
[4] Jika kita
merujuk kepada teori fiqh, harus dipertimbangkan besar manfaat dan mudaratnya.
[5] Ibid., h. 82.
[6] Ibid., h. 82-87
[7] Ibid., h. 67.
[8] Ibid., h. 93
[9] Ibid., h. 106-111.
[10] Ibid., h. 67-76
TULISAN YANG MENAMBAH WAWASAN BARU TERUTAMA BAGI YANG MEMPELAJARI FILOSOFI ADMINISTRASI. TERIMA KASIH
BalasHapus