Rabu, 01 Juli 2015
Topik Pilihan:
Analisis tentang perubahan sosial yang muncul kebanyakan diwarnai oleh dua aliran teori sosial yang sesungguhnya saling bertentangan, yaitu:
Teori modernisasi yang berakar pada paradigma sosial positivisme
Teori sosial kritik (teori ini juga dikenal dengan “ilmu sosial emansipatoris”, seperti teori kritis mazhab Frankfurt, neo-Marxisme, dan paham posmodernisme.
Kedua teori sosial di atas sangat berbeda dalam memandang dan memahami perubahan sosial. Dominasi suatu teori sosial sangat erat kaitannya dengan kekuatan dan kekuasaan bagi penganut teori tersebut dan tidak ada sangkut-pautnya dengan kebenaran teori tersebut, maka sesungguhnya wacana dalam teori sosial bersifat politik. Artinya, bukan persoalan benar atau salah, tetapi menang atau kalah.
Berikut penjelasan dari kedua teori di atas:
Teori Modernisasi
Analisis sosial yang kini didominasi oleh aliran mainstream lebih banyak memfokuskan pada manusianya. Aliran ini kurang melihat pada sistem dan struktur sosial, melainkan memfokuskan permasalahan sosial pada rendahnya kualitas sumber daya manusia dan moral manusia. Pendekatan yang sangat dipengaruhi oleh modernisasi, misalnya analisis perubahan sosial pengentasan kemiskinan (anti poverty). Dasar pemikiran analisis ini adalah bahwa perubahan sosial perlu dilakukan untuk mendorong kaum miskin untuk mengejar ketinggalan dengan masyarakat lain. Penyebab utama yang dilihat karena kurangnya sumber daya alam ataupun tidak produktif. Oleh karena itu, perlu diciptakan proyek peningkatan pendapatan bagi kaum miskin.
Analisis ini sama sekali tidak bertujuan untuk membebaskan dan mengemansipasi golongan miskin, melainkan justru menggunakan kaum miskin untuk tujuan pembangunan dan pertumbuhan. Sebagian besar organisasi seperti badan PBB, Bank Dunia, USAID, ODA, dan hampir semua pemerintah Dunia Ketiga, bahkan sebagian besar kalangan LSM di Indonesia juga menganut pemikiran tersebut.
Landasan ideologis dan teoritik analisis perubahan sosial aliran mainstream ini adalah pada pandangan liberal dalam perubahan sosial. Pandangan kaum liberal sesungguhnya berpijak pada nilai otonomi, persamaan dan nilai moral, dan kebebasan individu, namun pada saat yang sama dalam mendefinisikan masalah sosial tidak melihat struktur dan sistem sebagai pokok permasalahan. Kerangka umum pemikiran liberal dalam memperjuangkan persoalan sosial tertuju pada “kesempatan yang sama dan hak yang sama”, bagi setiap individu. Oleh karena itu, ketika menyoalkan mengapa golongan miskin tertinggal, kaum liberal beranggapan bahwa kemiskinan itu disebabkan oleh salah “mereka sendiri”. Dengan kata lain, jika sistemnya sudah memberikan kesempatan yang sama, maka jika golongan miskin tidak mampu bersaing dan kalah, maka yang perlu disalahkan adalah golongan miskin itu sendiri.
Atas dasar itulah, dalam rangka memecahkan masalah kaum miskin, konsep perubahan sosial yang mereka ajukan adalah berbagai pendekatan yang lebih terfokus untuk menyiapkan golongan miskin agar dapat bersaing. Untuk itu, perlu disiapkan aturan dan kebijakan (aturan main yang jelas) dan harus selalu ditegakkan. Dengan aturan main tersebut, persaingan yang fair boleh dilaksanakan. Sebagian dari usaha ini dapat dilihat misalnya dalam program-program community development, yakni dengan menyediakan program-program intervensi untuk meningkatkan taraf hidup keluarga, antara lain seperti program pendidikan, keterampilan, serta kebijakan yang dapat meningkatkan kemampuan sosial agar mampu berpartisipasi dalam pembangunan. Pertumbuhan yang tinggi akan menetes dan diyakini sebagai jalan untuk perubahan sosial menuju pengentasan kemiskinan.
Teori Sosial Kritik
Analisis teori ini tertuju pada sistem kelas yang menjadi penyebab dasar dari masalah kemiskinan. Pemecahan pendekatan untuk membongkar masalah kemiskinan tanpa membongkar relasi kelas atau struktur kelas yang ada, akan gagal membongkar pokok masalah kemiskinan yang sesungguhnya—maka dianggap gagal. Demikian halnya semua bentuk usaha pemecahan masalah kemiskinan yang lebih memfokuskan pada upaya untuk “menyalahkan korbannya” akan gagal memahami sistem dan makna realitas sosial. Mereka tidak percaya jika struktur sosial dan sistem sosial sangat eksploitatif, maka selamanya golongan miskin akan berada pada posisi yang tidak manusiawi. “Tetesan” seperti digambarkan oleh penganut paham dan teori pertumbuhan pada hakikatnya meletakkan kaum buruh dalam posisi sosial status quo sistem sosial yang tidak adil.
Dalam analisis ini, kaum buruh dianggap bermanfaat bagi kapitalisme dalam memproduksi buruh murah. Usaha perubahan sosial reformatif kaum liberal (kapitalis) untuk mendidik golongan miskin agar mampu bersaing, bagi teori kritik hanya akan menghasilkan perubahan sosial praktis jangka pendek. Oleh karena itu, paradigma yang lebih memfokuskan pada “manusia dan aturan main dan bukan pada strukturnya” mendapat tantangan oleh mereka yang lebih mengusahakan perubahan posisi dan struktur sosial, yakni perubahan sosial jangka panjang yang bersifat tranformatif, termasuk mendekonstruksi ketidakadilan kelas, gender, dan berbagai ketidakadilan hubungan kekuasaan lainnya. Oleh karena itu, analisis kelas yang tadinya banyak dipergunakan oleh kaum Marxis, saat ini telah menjadi alat analisis yang dipergunakan oleh hampir setiap organisasi yang bergerak dalam memperjuangkan nasib kaum miskin.
Analisis kelas memberi perangkat teoritik untuk memahami sistem ketidakadilan kelas dan oleh karena itu melahirkan juga teori perubahan sosial yang memusat pada perubahan kelas sosial.
Tanpa analisis kelas, perubahan sosial menjadi reduksionisme, karena hanya memusatkan perhatian perubahan manusianya saja. Analisis kelas membantu memahami bahwa pokok persoalannya adalah sistem dan struktur sosial yang tidak adil. Dengan analisis kelas, memungkinkan suatu program atau proyek penelitian memfokuskan pada relasi/struktur sosial ketimbang hanya memfokuskan pada kaum buruh miskin. Dengan demikian, yang menjadi agenda utama perubahan sosial tidak sekedar menjawab kebutuhan praktis untuk merubah kondisi golongan miskin, melainkan juga menjawab kebutuhan strategis golongan miskin, yakni memperjuangkan perubahan posisi golongan miskin, termasuk counter hegemoni dan counter discourse terhadap ideologi sosial yang telah mengakar dalam keyakinan sosial. Perubahan sosial inilah yang dikenal dengan pendekatan analisis kelas.
Kalau golongan miskin dikorbankan oleh suatu sistem sosial, dalam analisis kelas, maka seyogyanya bukanlah golongan miskin yang menjadi objek dan pangkal masalah, melainkan sistem sosial yang diperjuangkan oleh gagasan pembangunan sosial.
Jadi, menurut analisis sosial kritis, pangkal masalah kemiskinan bukanlah pada orang miskin, tetapi pada struktur sosial yang eksploitatif.
Kesimpulan (sintesis)
Agenda perubahan sosial mendatang adalah transformasi sosial, bukan sekedar reformasi. Setiap agenda perubahan, selain melihat pada kebutuhan praktis maupun strategis kaum miskin dalam masyarakat, juga selayaknya memfokuskan pada reformasi kebijakan yang menyangkut nasib kaum miskin dalam masyarakat sekaligus transformasi terhadap sistem dan struktur sosial.
Perubahan sosial yang berperspektif transformatif memiliki dimensi yang luas, baik dari segi metodologi, agenda maupun motivasi. Demikian halnya dengan cakupan yang menjadi lapangan studi, mulai dari studi terhadap ideologi dan pikiran individual, relasi dan ideologi kelas di masyarakat, kelembagaan bahkan dimensi kelas di tingkat negara. Perubahan sosial berperspektif transformatif juga berdimensi hal-hal untuk memenuhi kebutuhan praktis golongan miskin dan juga menggarap pemenuhan kebutuhan strategis golongan miskin. Hanya dengan cara yang luas itulah perubahan sosial dapat menyumbangkan transformasi sosial ke arah yang lebih adil.
Pemahaman Baru tentang Teori Kelas menurut Dr Mansour Faqih
Pemahaman umum tentang kelas diartikan sekedar pembagian golongan masyarakat berdasarkan pemilikan harta. Masyarakat tanpa kelas menurut pendapat klasik adalah masyarakat tanpa “pemilikan harta pribadi”.
Menurut Mansour Faqih, pemahaman baru tentang teori kelas adalah suatu proses relasi manusia yang bersifat eksploitatif, yaitu proses appropriation of surplus value dari suatu kelompok sosial ke kelompok sosial lainnya. Kelas, menurut pemahaman baru, adalah proses pencurian dari satu golongan oleh golongan lain. Masyarakat tanpa kelas, menurut pemahaman baru, berarti masyarakat tanpa eksploitasi atau suatu sistem sosial tanpa “pencurian” struktural.
Analisis tentang Perubahan Sosial
Analisis tentang perubahan sosial yang muncul kebanyakan diwarnai oleh dua aliran teori sosial yang sesungguhnya saling bertentangan, yaitu:
Teori modernisasi yang berakar pada paradigma sosial positivisme
Teori sosial kritik (teori ini juga dikenal dengan “ilmu sosial emansipatoris”, seperti teori kritis mazhab Frankfurt, neo-Marxisme, dan paham posmodernisme.
Kedua teori sosial di atas sangat berbeda dalam memandang dan memahami perubahan sosial. Dominasi suatu teori sosial sangat erat kaitannya dengan kekuatan dan kekuasaan bagi penganut teori tersebut dan tidak ada sangkut-pautnya dengan kebenaran teori tersebut, maka sesungguhnya wacana dalam teori sosial bersifat politik. Artinya, bukan persoalan benar atau salah, tetapi menang atau kalah.
Berikut penjelasan dari kedua teori di atas:
Teori Modernisasi
Analisis sosial yang kini didominasi oleh aliran mainstream lebih banyak memfokuskan pada manusianya. Aliran ini kurang melihat pada sistem dan struktur sosial, melainkan memfokuskan permasalahan sosial pada rendahnya kualitas sumber daya manusia dan moral manusia. Pendekatan yang sangat dipengaruhi oleh modernisasi, misalnya analisis perubahan sosial pengentasan kemiskinan (anti poverty). Dasar pemikiran analisis ini adalah bahwa perubahan sosial perlu dilakukan untuk mendorong kaum miskin untuk mengejar ketinggalan dengan masyarakat lain. Penyebab utama yang dilihat karena kurangnya sumber daya alam ataupun tidak produktif. Oleh karena itu, perlu diciptakan proyek peningkatan pendapatan bagi kaum miskin.
Analisis ini sama sekali tidak bertujuan untuk membebaskan dan mengemansipasi golongan miskin, melainkan justru menggunakan kaum miskin untuk tujuan pembangunan dan pertumbuhan. Sebagian besar organisasi seperti badan PBB, Bank Dunia, USAID, ODA, dan hampir semua pemerintah Dunia Ketiga, bahkan sebagian besar kalangan LSM di Indonesia juga menganut pemikiran tersebut.
Landasan ideologis dan teoritik analisis perubahan sosial aliran mainstream ini adalah pada pandangan liberal dalam perubahan sosial. Pandangan kaum liberal sesungguhnya berpijak pada nilai otonomi, persamaan dan nilai moral, dan kebebasan individu, namun pada saat yang sama dalam mendefinisikan masalah sosial tidak melihat struktur dan sistem sebagai pokok permasalahan. Kerangka umum pemikiran liberal dalam memperjuangkan persoalan sosial tertuju pada “kesempatan yang sama dan hak yang sama”, bagi setiap individu. Oleh karena itu, ketika menyoalkan mengapa golongan miskin tertinggal, kaum liberal beranggapan bahwa kemiskinan itu disebabkan oleh salah “mereka sendiri”. Dengan kata lain, jika sistemnya sudah memberikan kesempatan yang sama, maka jika golongan miskin tidak mampu bersaing dan kalah, maka yang perlu disalahkan adalah golongan miskin itu sendiri.
Atas dasar itulah, dalam rangka memecahkan masalah kaum miskin, konsep perubahan sosial yang mereka ajukan adalah berbagai pendekatan yang lebih terfokus untuk menyiapkan golongan miskin agar dapat bersaing. Untuk itu, perlu disiapkan aturan dan kebijakan (aturan main yang jelas) dan harus selalu ditegakkan. Dengan aturan main tersebut, persaingan yang fair boleh dilaksanakan. Sebagian dari usaha ini dapat dilihat misalnya dalam program-program community development, yakni dengan menyediakan program-program intervensi untuk meningkatkan taraf hidup keluarga, antara lain seperti program pendidikan, keterampilan, serta kebijakan yang dapat meningkatkan kemampuan sosial agar mampu berpartisipasi dalam pembangunan. Pertumbuhan yang tinggi akan menetes dan diyakini sebagai jalan untuk perubahan sosial menuju pengentasan kemiskinan.
Teori Sosial Kritik
Analisis teori ini tertuju pada sistem kelas yang menjadi penyebab dasar dari masalah kemiskinan. Pemecahan pendekatan untuk membongkar masalah kemiskinan tanpa membongkar relasi kelas atau struktur kelas yang ada, akan gagal membongkar pokok masalah kemiskinan yang sesungguhnya—maka dianggap gagal. Demikian halnya semua bentuk usaha pemecahan masalah kemiskinan yang lebih memfokuskan pada upaya untuk “menyalahkan korbannya” akan gagal memahami sistem dan makna realitas sosial. Mereka tidak percaya jika struktur sosial dan sistem sosial sangat eksploitatif, maka selamanya golongan miskin akan berada pada posisi yang tidak manusiawi. “Tetesan” seperti digambarkan oleh penganut paham dan teori pertumbuhan pada hakikatnya meletakkan kaum buruh dalam posisi sosial status quo sistem sosial yang tidak adil.
Dalam analisis ini, kaum buruh dianggap bermanfaat bagi kapitalisme dalam memproduksi buruh murah. Usaha perubahan sosial reformatif kaum liberal (kapitalis) untuk mendidik golongan miskin agar mampu bersaing, bagi teori kritik hanya akan menghasilkan perubahan sosial praktis jangka pendek. Oleh karena itu, paradigma yang lebih memfokuskan pada “manusia dan aturan main dan bukan pada strukturnya” mendapat tantangan oleh mereka yang lebih mengusahakan perubahan posisi dan struktur sosial, yakni perubahan sosial jangka panjang yang bersifat tranformatif, termasuk mendekonstruksi ketidakadilan kelas, gender, dan berbagai ketidakadilan hubungan kekuasaan lainnya. Oleh karena itu, analisis kelas yang tadinya banyak dipergunakan oleh kaum Marxis, saat ini telah menjadi alat analisis yang dipergunakan oleh hampir setiap organisasi yang bergerak dalam memperjuangkan nasib kaum miskin.
Analisis kelas memberi perangkat teoritik untuk memahami sistem ketidakadilan kelas dan oleh karena itu melahirkan juga teori perubahan sosial yang memusat pada perubahan kelas sosial.
Tanpa analisis kelas, perubahan sosial menjadi reduksionisme, karena hanya memusatkan perhatian perubahan manusianya saja. Analisis kelas membantu memahami bahwa pokok persoalannya adalah sistem dan struktur sosial yang tidak adil. Dengan analisis kelas, memungkinkan suatu program atau proyek penelitian memfokuskan pada relasi/struktur sosial ketimbang hanya memfokuskan pada kaum buruh miskin. Dengan demikian, yang menjadi agenda utama perubahan sosial tidak sekedar menjawab kebutuhan praktis untuk merubah kondisi golongan miskin, melainkan juga menjawab kebutuhan strategis golongan miskin, yakni memperjuangkan perubahan posisi golongan miskin, termasuk counter hegemoni dan counter discourse terhadap ideologi sosial yang telah mengakar dalam keyakinan sosial. Perubahan sosial inilah yang dikenal dengan pendekatan analisis kelas.
Kalau golongan miskin dikorbankan oleh suatu sistem sosial, dalam analisis kelas, maka seyogyanya bukanlah golongan miskin yang menjadi objek dan pangkal masalah, melainkan sistem sosial yang diperjuangkan oleh gagasan pembangunan sosial.
Jadi, menurut analisis sosial kritis, pangkal masalah kemiskinan bukanlah pada orang miskin, tetapi pada struktur sosial yang eksploitatif.
Kesimpulan (sintesis)
Agenda perubahan sosial mendatang adalah transformasi sosial, bukan sekedar reformasi. Setiap agenda perubahan, selain melihat pada kebutuhan praktis maupun strategis kaum miskin dalam masyarakat, juga selayaknya memfokuskan pada reformasi kebijakan yang menyangkut nasib kaum miskin dalam masyarakat sekaligus transformasi terhadap sistem dan struktur sosial.
Perubahan sosial yang berperspektif transformatif memiliki dimensi yang luas, baik dari segi metodologi, agenda maupun motivasi. Demikian halnya dengan cakupan yang menjadi lapangan studi, mulai dari studi terhadap ideologi dan pikiran individual, relasi dan ideologi kelas di masyarakat, kelembagaan bahkan dimensi kelas di tingkat negara. Perubahan sosial berperspektif transformatif juga berdimensi hal-hal untuk memenuhi kebutuhan praktis golongan miskin dan juga menggarap pemenuhan kebutuhan strategis golongan miskin. Hanya dengan cara yang luas itulah perubahan sosial dapat menyumbangkan transformasi sosial ke arah yang lebih adil.
Pemahaman Baru tentang Teori Kelas menurut Dr Mansour Faqih
Pemahaman umum tentang kelas diartikan sekedar pembagian golongan masyarakat berdasarkan pemilikan harta. Masyarakat tanpa kelas menurut pendapat klasik adalah masyarakat tanpa “pemilikan harta pribadi”.
Menurut Mansour Faqih, pemahaman baru tentang teori kelas adalah suatu proses relasi manusia yang bersifat eksploitatif, yaitu proses appropriation of surplus value dari suatu kelompok sosial ke kelompok sosial lainnya. Kelas, menurut pemahaman baru, adalah proses pencurian dari satu golongan oleh golongan lain. Masyarakat tanpa kelas, menurut pemahaman baru, berarti masyarakat tanpa eksploitasi atau suatu sistem sosial tanpa “pencurian” struktural.
Langganan:
Posting Komentar (Atom)
0 komentar:
Posting Komentar