Kita yakin bahwa tiadalah halangan yang penting bagi persahabatan Muslim-Marxis itu. Diatas sudah kit terangkan bahwa Islamisme yang sejati itu ada mengandung tabiat-tabiat sosialistis. Walaupun sosialistis itu masih belum tentu bermakna marxistis, walaupun kita bahwa sosialisme Islam itu tidak bersamaan dengan azas Marxisme, oleh karena sosialisme Islam itu berazas Spritualisme, dan sosialismenya Marxisme itu berazas Materialisme (perbendaan); walaupun begitu, maka untuk keperluan kita cukuplah agaknya jikalau kita membuktikan bahwa Islam sejati itu sosialistislah adanya.
Kaum Islam tak boleh lupa bahwa pemandangan Marxisme tentnag riwayat menurut azas-perbendaan (materialistische historie opvatting) inilah yang sering kali menjadi penunjuk- jalan bagi mereka tentang soal-soal ekonomi dan politik-dunia yang sukar dan sulit; mereka tak boleh pula lupa, bahwa caranya (methode) Historis-Materialisme (ilmu perbendaan berhubungan dengan riwayat) menerangkan kejadian-kejadian yang telah terjadi dimuka-bumi ini, adalah caranya menujumkan kejadian-kejadian yang akan datang, adalah amat berguna bagi mereka! Kaum Islamis tidak boleh lupa, bahwa kapitalisme, musuh Marxisme itu,ialah musuh Islamisme pula! Sebab meerwaarde sepanjang faham Marxisme, Dalam hakekatnya tidak lainlah daripada riba sepanjang faham Islam. Meerwaarde, ialah teori: memakan hasil pekerjaan lain orang, tidak memberikan bagian keuntungan yang seharusnya menjadi bagian keuntungan yang seharusnya menjadi bagian kaum buruh yang bekerja mengeluarkan untung itu, -teori meerwaarde itu disusun oleh Karl Marx dan Friedrich Engels untuk menerangkan asal-asalnya kapitalisme terjadi. Meerwaarde inilah yang nyawa segala peraturan yang bersifat kapitalis; dengan memerangi meerwaarde inilah, maka kaum Marxisme memerangi kapitalisme sampai pada akar-akarnya!
Kaum Islam tak boleh lupa bahwa pemandangan Marxisme tentnag riwayat menurut azas-perbendaan (materialistische historie opvatting) inilah yang sering kali menjadi penunjuk- jalan bagi mereka tentang soal-soal ekonomi dan politik-dunia yang sukar dan sulit; mereka tak boleh pula lupa, bahwa caranya (methode) Historis-Materialisme (ilmu perbendaan berhubungan dengan riwayat) menerangkan kejadian-kejadian yang telah terjadi dimuka-bumi ini, adalah caranya menujumkan kejadian-kejadian yang akan datang, adalah amat berguna bagi mereka! Kaum Islamis tidak boleh lupa, bahwa kapitalisme, musuh Marxisme itu,ialah musuh Islamisme pula! Sebab meerwaarde sepanjang faham Marxisme, Dalam hakekatnya tidak lainlah daripada riba sepanjang faham Islam. Meerwaarde, ialah teori: memakan hasil pekerjaan lain orang, tidak memberikan bagian keuntungan yang seharusnya menjadi bagian keuntungan yang seharusnya menjadi bagian kaum buruh yang bekerja mengeluarkan untung itu, -teori meerwaarde itu disusun oleh Karl Marx dan Friedrich Engels untuk menerangkan asal-asalnya kapitalisme terjadi. Meerwaarde inilah yang nyawa segala peraturan yang bersifat kapitalis; dengan memerangi meerwaarde inilah, maka kaum Marxisme memerangi kapitalisme sampai pada akar-akarnya!
Untuk Islamis sejati, maka dengan lekas saja teranglah
baginya,bahwa tak layaklah ia memusuhi faham Marxisme yang melawan peraturan
meerwaarde itu, sebab ia tak lupa, bahwa Islam yang sejati juga memerangi
peraturan itu; ia tak lupa, bahwa Islam yang sejati melarang keras akan perbuatan
memakan ria dan memungut bunga. Ia mengerti, bahwa riba ini pada hakekatnya
tiada lain daripada meerwaardenya faham Marxisme itu! “Janganlah makan riba berlipat-ganda dan perhatikanlah
kewajibanmu terhadap Allah, moga-moga kamu beruntung!”, begitulah tertulis
dalam Al Qur`an, surah Al `Imran, ayat 129!
Islamis yang luas pemandangan, Islamis yang mengerti akan
kebutuhan-kebutuhan perlawanan kita, pastilah setuju akan persahabatan dengan
kaum Marxis, oleh sebab ia insyaf bahwa memakan riba dan pemungutan bunga,
menurut agamanya adalah suatu perbuatan yang terlarang, suatu perbuatan yang
haram; ia insyaf, bahwa inilah caranya Islam memerangi kapitalisme sampai pada
akr dan benihnya, oleh karena, sebagai yang sudah kita terangkan dimuka,riba
ini sama dengan meerwaarde yang menjadi nyawanya kapitalisme itu. Ia insyaf,
bahwa sebagai Marxisme, Islam pula, “denga kepercayaannya pada Allah, dengan
pengakuannya atas Kerajaan Tuhan, adalah suatu protes terhadap kejahatannya
kapitalisme”.
Islamis yang “fanatik” dan memerangi pergerakan Marxisme
adalah Islamis yang tak kenal akan larangan-larangan agamanya sendiri.Islamis
yang demikian itu tak mengetahui, bahwa, sebagai Marxisme, Islamisme yang
sejati melarang penumpukan uang secara kapitalistis, melarang penimbunan
harta-harta untuk kepentingan sendiri. Ia tak ingat akan ayat Al Qur`an:
“Tetapi kepada barang siapa menumpuk-numpuk emas dan perak dan membelanjakannya
dia tidak menurut jalan celaka!” Ia mengetahui, bahwa sebagai Marxisme yang
dimusuhi itu agama Islam dengan jalan yang memerangi wujudnya kapitalisme
dengan seterang-terangnya!
Dan masih banyaklah kewajiban-kewajiban dan
ketentuan-ketentuan dalam agama Islam yang bersamaan dengan tujuan-tujuan dan
maksud-maksud Marxisme itu! Sebab tidakkah pada hakekatnya faham kewajiban
zakat dalam agama Islam itu, suatu kewajiban sikaya membagikan rezekinya kepada
simiskin, pembagian-rezeki mana dikehendaki pula oleh Marxisme,- tentu saja
dengan cara Marxisme sendiri? Tidakkah Islam bercocokan anasir-anasir
“kemerdekaan, persamaan dan persaudaraan” dengan Marxisme yang dimusuhi oleh
banyak kaum Islamis itu? Tidakkah Islam yang sejati telah membawa “segenap
perikemanusiaan diatas lapang kemerdekaan, persamaan dan persaudaraan”?
Tidakkah nabi-Islam sendiri telah mengajarkan persamaan itu dengan sabda: “Hai,
aku ini hanyalah seorang manusia sebagai kamu; sudahlah dilahirkan padaku,
bahwa Tuhanmu ialah Tuhan yang satu?”Bukankah persaudaraan ini diperintahkan
pula olen ayat 13 Surah Al- Hujarat, yang bunyinya: “Hai manusia, sungguhlah
kami telah menjadikan kamu dari seorang laki-laki dan seorang perempuan, dan
kami jadikan dari padamu suku-suku dan cabang-cabang keluarga, supaya kamu
berkenal-kenalan satu sama lain?” Bukankah persaudaraan ini “tidak tinggal
sebagai persaudaraan didalam teori saja”, dan oleh orang-orang yang bukan Islam
diaku pula adanya? Tidakkah sayang beberapa kaum Islamis memusuhi suatu
pergerakan, yang anasir-anasirnya juga berbunyi “kemerdekaan,persamaan, dan
persaudaraan”?
Hendaklah kaum Islamis yang tak mau merapatkan diri dengan
kaum Marxis, sama ingat, bahwa pergerakan itu, sebagai pergerakan Marxis,
adalah suatu gaung atau kumandangnya jerit dan tangis rakyat Indonesia yang
makin lama makin sempit kehidupannya, makin lama makin pahit rumah tangganya.
Hendaklah kaum itu sama ingat, bahwa pergerakannya itu pergerakan Marxis,
banyaklah persesuaian cita-cita,banyaklah persamaan tuntutan-tuntutan.
Hendaklah kaum itu mengambil teladan akan utusan kerajaan Islam Afganistan,
yang tatkala ia ditanyai oleh suatu surat kabar Marxis telah menerangkan,
bahwa, walaupun beliau bukan seorang Marxis beliau mengaku menjadi “sahabat
yang sesungguh-sungguhnya” dari kaum Marxis, oleh karena beliau adalah suatu
musuh yang hebat dari kapitalisme Eropa di Asia!
Sayang, sayangkah jikalau pergerakan Islam di Indonesia-kita
ini bermusuhan dengan pergerakan Marxis itu! Belum pernahlah di Indonesia-kita
ini ada pergerakan, yang sesungguh-sungguhnya merupakan pergerakan rakyat,
sebagai pergerakan Islam dan pergerakan Marxis itu! Belum pernahlah
dinegeri-kita ini ada pergerakan yang begitu menggetar sampai kedalam
urat-sumsumnya rakyat, sebagai pergerakan yang dua itu! Alangkah hebatnya
jikalau dua pergerakan ini, dengan mana rakyat itu tidur dan dengan mana rakyat
itu bangun, bersatu menjadi satu banjir yang sekuasa-kuasanya!
Bahagialah kaum pergerakan- Islam yang insyaf dan mau akan
persatuan. Bahagialah mereka,oleh karena merekalah yang sesungguh-sungguhnya
menjalankan perintah-perintah agamanya!
Kaum Islam yang tidak mau akan persatuan, dan yang mengira
bahwa sikapnya yang demikian itulah sikap yang benar,- wahai, moga-mogalah
mereka itu bisa mempertanggungkan sikapnya yang demikin itu dihadapan Tuhannya!
Marxisme!
Mendengar perkataan ini, maka tampak sebagai suatu
bayang-bayangan dipenglihatan kita gambarnya berduyun-duyun kaum yang mudlarat
dari segala bangsa dan negeri, pucat-muka dan kurus-badan, pakaian
berkoyak-koyak; tampak pada angan-angan kita dirinya pembela dan kampiun si
mudlarat tadi, seorang ahli-pikir yang ketetapan dan keinsyafan akan
kebisaannya “mengingatkan kita pada pahlawan-pahlawan dari dongen-dongen kuno
Jerman yang sakti dengan tiada terkalahkan itu”, suatu manusia yang “geweldidig” (hebat) yang dengan
sesungguh-sungguhnya bernama “grootmeester”
(maha guru) pergerakan kaum buruh, yakni: Heinrich Karl Marx.
Dari muda sampai pada wafatnya, ,manusia yang hebat ini
tiada berhenti-hentinya membela dan memberi penerangan pada simiskin, bagaimana
mereka itu sudah menjadi sengsara dan bagaimana mereka itu past akan mendapat kemenangan;
tiada kesal capeknya ia berusaha dan bekerja untuk pembelaan itu: duduk diatas
kursi, dimuka meja-tulisnya begitulah ia dalam tahun 1883 menghembuskan
nafasnya yang penghabisan.
Seolah-olah mendengarlah kita dimana-mana negeri suaranya
mendengung sebagai guntur, tatkala ia dalam tahun 1847 menulis seruannya: “kaum
buruh dari semua negeri, kumpullah menjadi satu!” dan sesungguhnya! Riwayat –
dunia belumlah pernah menceritakan pendapat dari seorang manusia, yang begitu
cepat masuknya dalam keyakinan satu golongan pergaulan-hidup, sebagai
pendapatnya kampiun kaum buruh ini. Dari puluhan menjadi ratusan, dari ratusan
menjadi ribuan, dari ribuan menjadi laksaan, ketian, jutaan ... begitulah
jumlah pengikutnya bertambah-tambah. Sebab, walaupun teori-teori ada sangat
sukar dan berat untuk kaum yang pandai dan terang-pikiran, tetapi “amatlah ia
gampang dimengerti oleh kaum yang tertindas dan sengsara: kaum melarat pikiran
yang berkeluh-kesah itu”.
Berlainan dengan sosialis-sosialis lain, yang mengira bahwa
cita-cita mereka itu dapat tercapai dengan jalan persahabatan antara buruh dan
menjadikan, berlainan dengan umpamanya: Ferdinand Lassalle, yang teriaknya itu
ada suatun teriak-perdamaian, maka Karl Marx, yang dalam tulisan-tulisannya
tidak satu kali mempersoalkan kata asih atau kata cinta, membeberkan pula faham
pertentangan golongan; faham klassentrijd,
dan mengajarkan pula, bahwa lepasnya kaum buruh dari nasibnya itu ialah oleh
perlawanan-zonder-damai terhadap pada kaum “bursuasi”,
satu perlawanan yang tdak boleh tidak, musti terjadi oleh karena peraturan yang
kapitalistis itu adanya. (Bersambung....!!)
0 komentar:
Posting Komentar