alt/text gambar

Minggu, 20 September 2015

Topik Pilihan:

HMI dan Tantangan Perjuangan


Oleh: NANI EFENDI


Idealnya, kader HMI sejati itu harus menguasai dan memahami dua persoalan besar di samping menekuni disiplin ilmu yang menjadi pilihannya di kampus. Dua persoalan besar itu adalah persoalan bangsa (wawasan kebangsaan atau keindonesiaan) dan persoalan keagamaan dan keumatan (wawasan keislaman). Dua wawasan ini—kebangsaan dan keislaman—harus benar-benar dimiliki oleh setiap kader HMI. Karena, hal ini sesuai dengan tujuan atau ide dasar didirikannya HMI itu sendiri. Jika dua hal itu tidak dimiliki, berarti seorang kader HMI itu tidak memahami tujuan HMI dan tujuan ber-HMI.

Di samping itu, ada dua wawasan lain yang akan menopang kompetensi seorang kader: wawasan kemahasiswaan dan keorganisasian. Wawasan kebangsaan dan keindonesiaan yang dimiliki oleh kader-kader HMI membuat mereka memiliki kesadaran politik dan kepekaan sosial yang tinggi. Kesadaran ini sangat perlu dalam memperjuangkan cita-cita HMI mewujudkan kesejahteraan rakyat Indonesia yang diridhoi oleh Allah s.w.t. Sedangkan wawasan keislaman akan menjadikan kader-kader HMI sebagai insan-insan moralis dan idealis yang selalu tunduk dan istiqomah untuk senantiasa memperjuangkan kebenaran yang berlandaskan al-Qur’an dan sunnah. 

Ketundukan kepada kebenaran itu adalah konsekwensi logis dari sikap ber-islam, yakni tunduk, patuh, dan pasrah kepada Allah. Wawasan keislaman ini juga menuntut kader-kader HMI untuk selalu mengimplementasikan nilai-nilai Islam dalam segala sektor kehidupan berbangsa dan bernegara.
Kenapa kader-kader HMI harus mempunyai wawasan kebangsaan dan keislaman? Karena, tujuan awal didirikannya HMI itu sendiri, yakni mempertahankan NKRI dan mempertinggi derajat rakyat Indonesia serta mensyiarkan Islam.
Jadi, setiap mahasiswa yang bergabung dengan HMI harus melek atau paham tentang politik, walaupun tidak harus menjadi politisi atau terjun ke kancah politik praktis. Kenapa kader-kader HMI harus melek politik? Karena, persoalan umat dan bangsa tidak bisa dipisahkan dari persoalan politik.
Bertolt Brecht, seorang penyair Jerman, mengatakan, "Buta yang terburuk adalah buta politik, dia tidak mendengar, tidak berbicara, dan tidak berpartisipasi dalam peristiwa politik. Dia tidak tahu bahwa biaya hidup, harga kacang, harga ikan, harga tepung, biaya sewa, harga sepatu, dan obat, semua tergantung pada keputusan politik. Orang yang buta politik begitu bodoh sehingga ia bangga dan membusungkan dadanya mengatakan bahwa ia membenci politik. Si dungu tidak tahu bahwa dari kebodohan politiknya lahir pelacur, anak terlantar, dan pencuri terburuk dari semua pencuri, politisi buruk, rusaknya perusahaan nasional dan multinasional."
Oleh karena itu, kader-kader HMI mutlak harus memahami politik. Tapi, maksudnya adalah politik perjuangan untuk kebaikan dan kebenaran. Namun, sekali lagi saya tegaskan maksud saya dalam hal ini adalah bukan mesti berbondong-bondong menjadi politisi dalam pengertian praktis. Politik yang saya maksudkan adalah kesadaran kebangsaan dan keumatan untuk memperjuangkan kehidupan yang lebih baik. Karena memang, HMI bukanlah organisasi pencetak kader politik, tetapi pencetak kader umat dan kader bangsa. Politik yang saya maksudkan di sini adalah kepedulian atau kesadaran sosial dan moral terhadap problem-problem kebangsaan dan keumatan.
Kader HMI tidak boleh apatis terhadap setiap problem sosial dan politikdalam pengertian luas. Memahami berbagai persoalan dalam kehidupan berbangsa dan bernegara, mulai dari persoalan sosial politik sampai persoalan ekonomi, hukum, budaya, iptek, dan lain sebagainya adalah kewajiban setiap kader HMI.Pendek kata, kader-kader HMI mesti memahami berbagai persoalan kehidupan berbangsa. Oleh karena itu, komitmen untuk selalu belajar harus menjadi bagian dari jati diri seorang kader HMI. Kader HMI harus menjadi insan-insan pembelajar. Belajar tentunya tidak sebatas di institusi formal, seperti di sekolah atau di kampus saja, tetapi bisa belajar di mana dan kapan saja.
Di atas semua itu, nilai-nilai (values) dan landasan keislaman tidak boleh lepas dari diri setiap kader-kader HMI. Islam harus tetap menjadi ruh, spirit, sumber nilai, serta kekuatan dan landasan moral bagi setiap kader HMI dalam perjuangannya. Profesionalitas dan intelektualititas yang tinggi dengan dilandasi iman yang mantap (keislaman), itulah sosok ideal kader HMI yang bisa membawa Indonesia menjadi bangsa yang adil makmur. Persoalan bangsa hari ini ialah terjadi keterpisahan antara dua wawasan itu (split personality). Akhirnya, banyak orang pintar, tetapi tidak memiliki integritas dan moral yang baik. Sebaliknya, banyak juga orang yang mantap keimanan, integritas, dan moralnya, tetapi tidak memiliki intelektualitas dan profesionalitas yang mumpuni. Kedepan bangsa kita membutuhkan pemimpin-pemimpin dan orang-orang yang memiliki keduanya: intelektualitas dan moral.
Nah, kita berharap HMI memberikan kontribusi yang besar melahirkan kader-kader bangsa yang intelektual dan bermoral. Untuk mencapai tujuan itu, HMI tentunya harus berbenah diri dan mampu membaca peluang dan tantangan bangsa kedepan.
Membaca indonesia hari ini dan kedepan, pertarungan HMI sudah banyak ke tataran intelektual dan profesionalitas. Jika HMI tidak mampu melahirkan kader-kader yang cerdas, kritis, dan profesional diberbagai bidang serta memiliki semangat juang yang tinggi untuk mensejahterakan umat, maka kader-kader HMI harus bersiap-siap ditinggalkan oleh massa rakyat. Kader HMI hanya mampu bertindak reaktif-emosional, tetapi tidak tahu harus berbuat apa. Kader HMI hanya sadar dirinya dirugikan oleh struktur sosial politik dan ekonomi yang tidak adil, tetapi tidak memahami secara persis kenapa itu terjadi dan bagaimana mengatasinya.
Persoalan besar yang dihadapi oleh bangsa Indonesia dan umat Islam kedepan adalah banyak ke persoalan-persoalan ekonomi politik, seperti persoalan keadilan sosial, kemiskinan, kebodohan, pengangguran, dan penghisapan manusia oleh manusia. Perebutan sumber daya ekonomi yang terjadi akibat sistem kapitalisme dan neoliberalisme akan mewarnai problem-problem bangsa kedepan. Kedepan, kita tidak lagi menghadapi musuh dalam bentuk fisik seperti ditahun 1940-an sampai 1960-an, tetapi musuh kita kedepan datang dalam bentuk ideologi, ilmu pengetahuan dan teknologi, yang dapat meluluhlantakkan sendi-sendi kehidupan berbangsa dan bernegara.
Ideologi kapitalisme dan individualisme sedang menggerogoti sendi kehidupan bangsa kita hari ini. Sehingga keserakahan dan kehidupan yang hedonis dan mementingkan diri sendiri sudah menjadi tren kehidupan sebagian besar rakyat kita. Kesenjangan sosial sudah kian melebar antara orang-orang kaya (the haves) dan orang-orang miskin (the haves-not). Pengangguran sudah menjadi problem besar bangsa ini. Kepedulian sosial semakin menipis. Orang miskin semakin terpinggirkan. Sementara kaum kaya sibuk memperkaya diri mereka sendiri.
Penjajahan gaya modern tidak hanya datang dari bangsa asing dalam bentuk sistem ekonomi kapitalis yang serakah, tetapi juga datang dari dalam bangsa sendiri dalam berbagai bentuk dan strategi. Kebijakan yang tidak adil dan merugikan rakyat yang lemah serta kebijakan-kebijakan koruptif  dalam berbagai bentuk adalah salah satu contoh dalam hal ini.
Nah, begitu besar problem-problem umat dan bangsa yang harus diselesaikan oleh kader-kader HMI ke depan. Pertanyaannya, mampukah kader-kader HMI mengatasi berbagai persoalan bangsa ke depan, sehingga masyarakat adil dan makmur dapat terwujud?
Dengan motto, “Yakin Usaha Sampai”, tentunya kader-kader HMI mesti mampu mencapai semua cita. Dengan syarat, kader-kader HMI harus berbenah diri dan mempersiapkan diri dengan meningkatkan intelektualitas, profesionalitas, spiritualitas, dan idealisme atau semangat juang yang tinggi.Untuk itu, kader-kader HMI harus banyak belajar.
Untuk menghadapi masa depan yang penuh tantangan, ada beberapa  bekal yang wajib dimiliki oleh kader-kader HMI. Bekal ituantara lain: (1) penguasaan terhadap bahasa asing (minimal bahasa Inggris), (2) penguasaan terhadap IT (information technology), (3) kemampuan organisasi, leadership, dan manajerial, dan (4) communication skill (kemampuan berbicara, presentasi, pidato, dan menulis). Itu merupakan beberapa bekal bagi kader HMI dalam berjuang mewujudkan kehidupan masyarakat adil dan makmur. Tentu, bukan hanya itu. Komitmen atau sikap istiqomah untuk mewujudkan cita-cita sosial juga mesti terus menyala dalam dada setiap kader HMI.
Semoga, sacred mission (misi suci), yakni terwujudnya masyarakat adil dan makmur yang diridhai Allah s.w.t. bisa dicapai oleh HMI. Yakin Usaha Sampai, dan usaha sampai yakin! Jayalah HMI.

NANI EFENDI
Aktivis dan alumnus Advance Training (Latihan Kader III) HMI



0 komentar:

Posting Komentar