alt/text gambar

Jumat, 08 Juli 2016

Topik Pilihan:

IDUL AYAM, IDUL FITRI




Diskusi Sor-Baujan bertambah sepi, sebab jutaan orang di negeri ini mulai mudik (pulang kampung) untuk beberapa hari. Rupanya, Salik dan Matin merasa kesepian. Simaklah obrolan berikut ini.

Salik (S): Mohon maaf lahir batin
Matin (M): Sama-sama. Mudik nggak?
S: Nggak.Kamu mudik?
M: Nggak juga. Koq sama. Kenapa nggak mudik?
S: Yang mudik itu untuk orang yang baru masuk Islam.
M: Hati-hati, jaga bicaramu!
S: Saya serius! Yang mementingkan mudik itu orang yang hanya memikirkan simbol!

M: Hmmmm. Ini tradisi bagus. Saling silaturahim. Agar kacang tak lupa kulitnya.Harus ingat orangtua dan saudara tempat mereka berasal.
S: Ya silahkan saja! Tapi bukankah silaturahim itu kan menyambung tali kasih sayang. Kalau tadinya tidak terputus, apa yang harus disambung?
M: Ya untuk memperkuat.
S: Berarti harus setiap saat dong! Tidak harus menunggu idul fitri! Kita wajib menjaga setiap saat.
M: Hmmmm. Tapi, tetap harus dirayakan. Ini syi'ar! Tradisi baik yang perlu dipertahankan!
S: Setuju! Silahkan saja! Saya nggak ikut. Saya gak mau salah kaprah.
M: Salah kaprah bagaimana?
S: Mereka yang merayakan justru hanya fokus pada "pesta" lebarannya, tapi melupakan nilai. Semua waktu dan tenaga dipersiapkan hanya untuk lebaran dan pulang kampung. Semua arogansi, riya, pamer, narsisme, norak dan kemewahan tersentral untuk lebaran.

M: Hmmmm
S: Bahkan, ukuran keberhasilan anak juga ditentukan saat mereka mudik. Maaf-memaafkan juga hanya di hari ini. Kebersamaan pun di hari ini. Setelah lebaran semua menjadi biasa. Saling sikut, saling sikat dan saling benci!
M: Sebenarnya kamu ngomongin siapa sih?
S: Orang yang merasa saja.
M: Memang itu alasannya kamu gak mudik?
S: Hehehe. Bukan hanya itu.
M: Apa lagi?
S: Saya gak punya duit.
M: Hahahahaha. Bilang saja nggak punya uang untuk mudik. Pakai bawa-bawa Islam segala.
S: Biar kesannya keren! Ilmiah! Intelektual!
M: Hmmmm.
S: Memang kenapa kamu nggak mudik juga?

M: Karena saya gak punya kampung. Saya lahir disini, kerja disini.
S: Jadi seumur hidup kamu gak pernah mudik?
M: Yup. Tapi, saya tidak punya alasan sepertimu tadi.
S: Sebab, kamu tidak bisa merasakan bagaimana susahnya transportasi di republik ini. Kamu tidak bisa merasakan susahnya cari uang. Kamu tidak bisa merasakan berapa ongkos, oleh-oleh, sumbangan keluarga, bantuan untuk mereka yang tak mampu di kampung kita.

M: Tapi, jangan salahkan tradisi doong! Salahkan yang ngurus republik ini. Bukannya kampung, kota kecil, kabupaten, kecamatan dan desa diuntungkan secara ekonomi di hari ini. Ada distribusi uang cash dalam trilyunan di Hari Raya.
S: Saya paham.
M: Terus kenapa kau salahkan tradisinya?!
S: Saya gak salahkan tradisi. Tapi sikap picik seseorang terhadap tradisi. Kalau orang paham makna puasa Ramadhan, maka ia akan membawa nilai puasa pada setiap saat. Nilai Puasa hilang, dengan hingar bingar pesta! Mereka tidak merayakan kembali pada kesucian (Idul fitri), tetapi hanya kembali pada hari-hari biasa (Idul Ayam).
M: Saya pikir Idul Ayam, artinya hari raya opor ayam. hehehe

S: hmmm
M: Minta maaf deh. Kita sepakat untuk tidak sepakat. Mohon maaf lahir batin ya. Kita kan sama-sama gak mudik.
S: Sama-sama.

Semoga bermanfaat!
Mohon maaf lahir batin dari Sor-Baujan.
Salam
Copas dari Halim Ambiya





0 komentar:

Posting Komentar