alt/text gambar

Minggu, 06 April 2025

Topik Pilihan:

Seputar Goenawan Mohamad

"Cendekiawan adalah orang yang dikenal karena melahirkan discourse di bidang ide-ide sosial dan kemanusiaan—suatu penguraian buah renungan, umumnya dalam bentuk tulisan yang ditujukan kepada publik, dengan tekad mencari alternatif dan tak jarang lahir dari polemik yang mengandung perdebatan. Esensinya adalah kemerdekaan berpikir, kebebasan menjelajah, kemandirian sikap, dan keberanian mengartikulasikan semua itu." (Goenawan Mohamad, Mantan Pemred Majalah Tempo)

***

Yang dibutuhkan dalam demokrasi bukanlah kerumunan yang berteriak sama. Sebaliknya, demokrasi membutuhkan orang yang berani berpikir dan mengeluarkan suara yang berbeda dan bahkan menentang kerumunan. Seklusi dari politik lewat menulis dan membaca sampai saat ini masih merupakan jalan untuk memelihara kewarasan dan menghindar dari histeria massa dalam politik. Catatan Pinggir menawarkan jalan itu. Penulisnya tampak tidak goyah oleh teriakan riuh rendah berita-berita di tengahnya; dia berdiri di atas batu karang yang tenang dan kokoh: kebebasan berpikirnya. "Kini perlawanan terhadap Negara + Modal hanya akan seperti tusukan pisau yang majal,” begitu keyakinannya, ”... Maka satu-satunya cara melawan mungkin dengan menulis, mencerca, atau menertawakan. Selebihnya ilusi. (F Budi Hardiman, Pengantar dalam Goenawan Mohamad, Catatan Pinggir 9

***
GM menulis di “Politik”: Terutama ketika politik berubah jadi apa yang oleh Ranciere disebut la police: kuasa yang akhirnya memberi batasan ke dalam hidup sosial, kepada ketentuan peran dan posisi warga, kepada penegakan tata. Jelas bahwa tata itu sebenarnya bukan sesuatu yang alamiah. Ia tak punya fondasi dan tak akan bisa memadai. Selalu ada celah yang kosong, ada unsur-unsur sosial yang tak masuk hitungan, terkucil, dan tak puas. Dalam keadaan itu, politik adalah “disensus", bukan "konsensus".

***

"Memilih untuk tak memilih itu juga sebuah pilihan, memutuskan untuk tak memutuskan itu juga sebuah keputusan. Kita memang bisa meminta petunjuk dari orang lain, mohon bimbingan Tuhan, membaca doa atau buku panduan—tapi semua itu menuju ke satu titik, yakni titik kemerdekaan kita. Pada akhirnya aku-lah yang mengambil keputusan; bukan sanak-saudara, handai taulan, konsultan, rohaniwan, dan lain-lain. Dalam saat-saat memilih itu aku sendirian, dan—dalam kata-kata Sartre yang terkenal—di situlah 'manusia dihukum untuk merdeka'." —GM, "Selat" dalam Caping 13, h.124

0 komentar:

Posting Komentar