Oleh: Fitzerald Kennedy Sitorus
Untuk sebuah keperluan, saya membaca kembali tulisan pendek Marx yang berjudul: Zur Judenfrage (Tentang Persoalan Yahudi). Teks ini telah pernah saya baca dulu, mungkin sekitar 30 tahun lalu, sewaktu masih mahasiswa filsafat.
Yang membuat saya kagum ketika membaca teks ini kembali adalah bahwa apa yang dituliskan Marx dalam teks tersebut justru terasa sangat aktual sekarang ini.
Saya kutipkan beberapa terjemahannya berikut ini:
1. Tentang politik:
"Secara prinsip, politik itu superior dalam berhadapan dengan kekuasan uang, tapi dalam kenyataannya politik telah menjadi budak kekuasaan uang.”
“Kebutuhan praktis, egoisme adalah prinsip masyarakat sipil, dan hal itu muncul dalam bentuknya yang paling murni ketika masyarakat sipil sepenuhnya melahirkan negara politis.”
Komentar: Sekarang bukan politik yang mengatur uang, melainkan uang mengatur politik, bahkan politik/para politisi menjadi budak uang/oligark. “Tuhan-nya kebutuhan praktis dan egoisme adalah uang,” tulis Marx.
Ketika negara dan para penyelenggaranya bertindak berdasarkan kebutuhan praktis dan egoisme dalam berbagai bentuknya, maka sebenarnya di situ negara telah gagal. Negara merosot menjadi masyarakat sipil, yakni kerajaan egoisme di mana setiap orang menjadikan setiap orang lainnya semata-mata sebagai sarana bagi pemuasan kebutuhannya.
2. Tentang lingkungan hidup:
“Cara pandang terhadap alam yang melihatnya berdasarkan dominasi hak milik dan uang adalah penghinaan dan pelecehan praktis terhadap alam.”
Dengan mengutip Thomas Münzer, Marx menulis, “sungguh tidak dapat ditoleransi bahwa semua alam ciptaan diubah menjadi hak milik, ikan di laut, burung di udara dan tanaman di bumi: alam ciptaan harusnya bebas.”
Komentar: tidak sedikit orang beranggapan bahwa Marx tidak memberikan perhatian terhadap isu lingkungan hidup. Anggapan itu tidak tepat. Hal ini telah dibahas misalnya oleh ahli Marx dari Frankfurt, Iring Fetscher dalam bukunya Überlebensbedingungen der Menschheit.
Apa yang dikatakan Marx di atas sangat relevan untuk kita di Indonesia sekarang ini ketika banyak potensi alam dibagi-bagi para pengusaha dan penguasa, dijadikan hak milik pribadi dan dieksploitasi. Kita ingat Raja Ampat, pagar laut, dan konsesi-konsesi lainnya…
3. Tentang agama dan pemuka agama:
“Pemberitaan Firman Tuhan telah menjadi komoditi.”
Dengan mengutip Beaumont, Marx menulis: “Orang yang Anda lihat berdiri sebagai pimpinan sidang jemaat yang terhormat dulunya adalah pedagang. Ketika bisnisnya gagal, ia menjadi pendeta. Yang lainnya mulai sebagai pendeta, namun begitu ia berhasil mengumpulkan uang, ia meninggalkan kependetaannya dan menjadi pedagang. Di mata banyak orang, menjadi pelayan keagamaan (pendeta) adalah jalur karir yang menguntungkan.”
"Mammon (uang) adalah dewanya, yang dipujanya bukan hanya dengan bibirnya melainkan dengan seluruh kekuatan tubuh dan pikirannya."
Komentar: Sebenarnya tidak perlu komentar. Di media sosial kita sering membaca berita atau kritik terhadap rohaniwan (pemuka agama) yang mendewakan uang. Frase "dengan seluruh tubuh dan pikiran" di atas dapat dipahami sebagai usaha yang mereka lakukan, termasuk secara intelektual, untuk merancang khotbah-khotbah yang dapat menghasilkan lebih banyak mammon.
Marx memang tidak pernah mati.
Fitzerald Kennedy Sitorus
0 komentar:
Posting Komentar