alt/text gambar

Selasa, 19 Agustus 2025

Topik Pilihan:

Guru

Pengamat pendidikan, Darmaningtyas, dalam bukunya Pendidikan yang Memiskinkan, (h. 295-298), menulis terkait kualitas guru dan cara-cara perekrutannya. 

Dulu, pemerintah mendirikan IKIP (Institut Keguruan dan Ilmu Pendidikan) untuk mencetak calon guru. Tapi sayangnya, yang masuk IKIP, jelas Darmansyah, adalah mereka yang tak diterima di universitas terkemuka. IKIP dianggap pilihan kedua. Jadi, tujuan IKIP untuk mencari guru berkualitas menjadi kontraproduktif. 

Nah, ada ide menarik dari Darmaningtyas, dan saya kira sangat relevan dengan kondisi saat ini, yaitu untuk mencari guru berkualitas, calon-calon guru harus bisa direkrut dari jurusan apa saja, asalkan mereka punya minat dan jiwa mendidik.

Mestinya, menurut Darmaningtyas, dan saya setuju, setiap lulusan S1 dari perguruan tinggi dari jurusan apa pun dapat diterima menjadi guru asalkan lulus tes. Soal ilmu keguruan yang harus menjadi bekal setiap calon guru dapat diberikan melalui training singkat dan atau melalui program-program pelatihan setelah menjadi guru. 

Buktinya, untuk jadi dosen juga tidak wajib dari fakultas keguruan. Semua orang bisa jadi dosen asal punya kemampuan. Hanya saja, di Indonesia anehnya, untuk jadi dosen dipersulit lagi dengan syarat administratif: mesti lulus S2. 

***

Jadi, masalah ilmu keguruan itu sebetulnya tidak perlu dirisaukan, lanjut Darmaningtyas, karena kalau kita lihat pada pengalaman sebelumnya, rekrutmen guru-guru SMTA pada dekade 1960-1970-an juga berasal dari universitas dan ternyata kualitas mereka cukup dapat dibanggakan. Padahal mereka juga tidak mengantongi Akta IV, tapi lebih didasarkan pada penguasaan materi saja.

Pada periode tersebut memang belum ada aturan bahwa untuk menjadi guru harus lulus sekolah keguruan dan atau mengantongi Akta IV.

Jadi bila ditarik pada tingkat praktik, mundurnya kualitas pendidikannya itu bukan hanya bersumber pada LPTK-nya, tetapi lebih dominan adalah pada kebijakan-kebijakan yang membatasi hak seseorang untuk menjadi guru dengan persyaratan-persyaratan administratif.

Rekomendasi-rekomendasi persyaratan administratif itu bila ditelusur lebih jauh berasal dari pemikiran para psikolog yang melihat perkembangan ilmu pengetahuan dari satu sisi saja, yaitu perkembangan jiwa manusia. Padahal, masalahnya tidak sesederhana rumusan para psikolog tersebut, terlalu kompleks sehingga memerlukan pendekatan multidimensi dan multibidang.

0 komentar:

Posting Komentar