alt/text gambar

Kamis, 02 Juli 2015

Topik Pilihan:

DI MANAKAH TINJUMU ? ( Bag.I )


DIMANAKAH KEKUATAN YANG MENGHANCURKAN SEGALA HAL YANG MELAWAN




SUKARNO 


  Gelijk de grote oceaan doordrongen
Is van het zout, zo is mijnleer door-
Drenkt van de geest der bevrijding
Kulla Vagga


Dalam “Suluh Indonesia Muda” nomor tiga, maka Ir.J. Ada membentangkan pendapat-pendapatnya tentang problem agraria, yakni soal bagaimana kita bisa menolong rakyat tanah Jawa dari kemelaratan yang bertambah-tambah habiatnya itu, dan yang terjadi oleh karena makin lama makin banyaknya jumlah rakyat yang memakan hasilnya tanah Jawa itu. Bertambah-tambahnya penduduk itu adalah terjadi oleh karena jumlah orang meninggal dunia saban tahunnya ada lebih kecil daripada jumlah orang yang dilahirkan ; dan oleh sebab bertambahnya rakyat ini tidak diikuti oleh tambahnya hasilnya bumi yang sepadan, maka niscayalah makin lama makin kecil saja bagian masing-masing orang dalam pembagian rezeki tanah Jawa itu. Adapun banyaklah obat untuk mencegah kerasnya penyakit ini: kita bisa menambah luasnya tanah yang dipakai untuk sawah atau tegalan; kita bisa memperbaiki cara pertanian, sehingga hasil sebahu-bahunya bisa bertambah; kita bisa mengadakan kepabrikan (industri), dimana banyak orang bisa bekerja dan mendapat penghidupan; atau kita bisa memindahkan sebagian rakyat tanah Jawa itu kelain-lain pulau Indonesia, misalnya Sumatra. Akan tetapi sukarlah semua obat ini bisa tercapai dalam sebentar tempo. Menambah sawah atau tegalan tadi; mengadakan cara pertanian yang lebih menghasilkan; mengadakan kepabrikan; memindahkan rakyat dengan beratus-ratus ribu ke pulau lain; itu semua bukanlah hal-hal yang bisa terjadi dalam sebentar tempo. Inilah sukarnya problim agraris tadi!

 http://pikiransoekarno.blogspot.com/
Adapun Ir. J. telah menunjukkan pula obatnya: hendaklah katanya, kita menyokong modal-modal asing dilain-lain pulau Indonesia itu dengan menyumbangkan berketi-keti kaum buruh dari tanah Jawa, supaya mereka mendapat penghidupan; hendaklah, untuk hal ini aturan poenale sanctie itu di hapuskan dan diganti dengan aturan kerja-merdeka! Penyokongan  para modal asing itu adalah perlu, katanya, oleh karena, selain menolong kemelaratan rakyat tanah Jawa itu, hal itu niscaya pula menolong pulau-pulau tadi: sebab suburnya modal asing itu niscaya mendatangkan kemakmuran, dan niscaya mendatangkan jalan-jalan kereta api, jalan-jalan pelajaran dan lain-lain. Dan jikalau kita mufakat akan “obat” ini, jikalau kita tidak setuju akan penyokongan modal asing itu, maka Ir. J. menanya pada kita: “Dimanakah tinjumu? Dimanakah kekuatan yang menghancurkan segala hal yang melawan?” Sebab katanya, “kekuasaan modal itu ada; dan modal itu bertambah-tambah saja memperkuat diri dengan air-penghidupan dari dalam dan dari luar, walaupun kita mencegahnya”. Begitulah pendiriannya Ir. J.

Sebelum kita menguraikan apa sebabnya kita tidak setuju dengan pendirian yang semacam itu, maka berfaedahlah agaknya, jikalau kita lebih dulu menyelidiki soal “terlalu-banyakny-rakyat”, yakni soal overbevolking tadi. Adapun soal overbevolking itu, pada hakekatnya tidaklah tergantung dari berapa banyaknya penduduk, dan tidaklah tergantung dari berapa sesaknya negeri dimana penduduk itu diam. Soal overbevolking adalah soal rezeki; adalh soal yang mengajukan pertanyaan atas cukup atau tidaknya makanan dalan negeri tadi! Sebab, tidakkah banyak negeri yang penuh sesak dengan penduduk, dimana, oleh banyaknya rezeki, overbevolking itu tidak terasa? Tidakkah banyak pula negeri, yang sedikit sekali penduduknya, dimana rakyatnya, karena kurangnya  makanan, sama pindah kenegeri lain? Kita mengetahui, bahwa, umpamanya dalam tahun 1910, dinegeri Jerman yang mempunyai penduduk 120 orang dalam tiap-tiap kilometer persegi, hanya 25.531 oranglah yang meninggalkan itu untuk mencari penghidupan dinegeri lain; dan kita mengetahui, bahwa tahun 1910 itu juga, dinegeri Oostenrijk-Hongaria, yang penduduknya hanya 76 orang sekilometer persegi, jimlah rakyat yang pindah kelain negeri adalah sampai 278.240.- yakni hampir sebelas kali jumlahnya orang yang keluar dari negeri Jerman tadi itu!

Bahwasanya: soal “overbevolkt” atau tidaknya tanah Jawa itu, hanya-lah tergantung dari cukup atau tidaknya rezeki tanah Jawa itu pula: hanyalah ia tergantung dari banyak –sedikitnya  makanan; dan tidaklah ia tergantung dari jumlah penduduknya sekilometer-kilometer  perseginya! Betul jumlah rakyat tanah Jawa itu makin lama makin bertambah; betul tambahnya itu begitu cepat, sehingga Dr.Bleeker dalam tahun 1863 berani mengatakan, bahwa jumlah rakyat tanah Jawa itu dalam tiap-tiap 35 tahun akan menjadi lipat dua kali ganda besarnya; betul dalamtiga puluh lima tahun antara 1865 dan 1900 teori Dr. Bleeker itu ada cocok dengan keadaan yang sebenarnya; betul untuk tahun-tahun yang belakangan ini, maka tempo menjadinya dua kali ganda itu oleh Kerkkamp masih ditetapkan atas 42 tahun;- betul tanah Jawa itu rakyatnya cepat sekali bertambahnya ; (walaupun teori-teori Bleeker dan Kerkkamp  itu dua-duanya tidak cocok buat selama-lamanya); dan betul tanah Jawa itu kalau dibandingkan dengan negeri-negeri lain sudah sesak sekali,- akan tetapi, apakah kiranya ditanah Jawa ada penyakit “overbevolking”, jikalau cepat- naiknya jumlah rakyat itu diikuti oleh jumlah naiknya rezeki  yang sepadan? Dan apakah si -Jawa itu sampai menderita kelaparan, bilamana persediaan makanan baginya ada cukup? Memang, memang! Baik sekalilah adanya, kalau sebagian rakyat Jawa itu bisa pindah ke Sumatra; baik sekali kalau pindahan rakyat itu bisa lekas terjadi.
 http://pikiransoekarno.blogspot.com/
Akan tetapi apakah yang kita perbuat, kalau pemindahan rakyat itu tidak bisa terjadi dengan sesungguh-sungghnya sebagai sekarang ini; apakah yang harus kita ikhtiarkan terhadap pada emigrasi ini, jikalau emigrasi itu sampai sekarang hanya kecil-kecilan saja, dan tidak beratus-ratus ribu sebagai yang diinginkan oleh Ir.J. itu? Poenale Sanctie! Baik, kitapun mengharap dan mendoa, moga-moga poenale sanctie itu lekas musnah dari dunia ini; kitapun mengerti, bahwa aturan-kerja sebagai budak-belian itu mengurangkan nafsu rakyat tanah Jawa buat menyerahkan diri dalam tangannya “werek”; kitapun mengerti, bahwa nafsu mencari kerja dilain pulau itu niscaya menjadi besar, jikalau poenale sanctie itu dihapuskan; - akan tetapi kita tidak percaya, bahwa lenyapnya poenale sanctie itu saja akan bisa memindahkan beratus-ratus ribu kaum buruh dari tanah Jawa tiap-tiap tahun,walaupun disokong oleh siapa juga, kita tidak percaya, bahwa hapusnya poenale sanctie itu saja bisa menjadi obat yang mustajab bagi penyakit “overbevolking” ditanah Jawa. Sebab emigrasi itu tidaklah tergantung dari ada atau tidak adanya salah satu aturan. Emigrasi adalah suatu soal rezeki! Karenanya, tidak pertama-tama berhubung dengan harapan akan emigrasi inilah, maka kita ingin akan lenyapnya poenale sanctie itu. Kita menuntut dicabutnya, ialah dengan alasan-alasan rasa kemanusiaan; kita menuntut hilangnya, ialah oleh karena aturan itu ada aturan yang hina!

 http://pikiransoekarno.blogspot.com/

Marilah kita melanjutkan penyelidikan kita tentang soal overbevolking ditanah Jawa itu. Jikalau kita ingin mengerti betul-betul akan soal itu, jikalau kita ingin mengerti dengan terang-benderang akan naik-turunnya jumlah penduduk tanah Jawa itu, maka haruslah kita mengetahui jalannya politik atau susunan ekonomi sediakala; haruslah kita mengenali betul-betul segala keadaan yang berpengaruh atas soal tadi itu. Sebab keadaan jumlah penduduk dalam suatu negeri, adalah berhubungan rapat dengan aturan politik dan susunan ekonomi dinegeri itu pula.

Perhatikanlah angka-angka dibawah ini:

Penduduk tanah Jawa tiap- kilometer perseginya, ialah:

               Dalam tahun 1810......................  29 jiwa

                    “       “      1830......................  54  “

                    “       “      1850......................  72   “

                    “       “      1860......................  96   “

                    “       “      1870......................124    “

                    “       “      1880......................150    “

                    “       “      1890......................181   “

                    “       “      1900......................218    “

                    “       “      1905......................226    “

Jadi tambahannya penduduk tanah Jawa itu adaah sebagai berikut :

1810  sampai 1830 ................... 86   %  atau 4,3   % tiap tahunnya

1830         “    1850 .................. 33    %  atau 1.65 %           “                

1850         “    1860 .................. 33    %  atau 3,3   %           “    

1860         “    1870 .................. 29    %  atau 2,9   %           “             

1870         “    1880 .................. 21    %  atau 2,1   %           “             

1880         “    1890 .................. 20,6 %  atau 2,06 %           “

1890         “    1900 .................. 20,5 %  atau 2,05 %           “

1900         “    1905 ..................   5    %  atau 1      %           “



Bukankah dengan angka-angka diatas ini tampak dengan seterang-terangnya perhubungan antara tambahnya penduduk tiap- tahunnya dengan aturan politik atau susunan ekonomi? Sebab,bukankah cepat naiknya jumlah penduduk diantara 1810 dan 1830 itu ialah terjadi oleh perubahan-perubahan yang diadakan oleh Raffles, yang politiknya ada “vrijzinning” (bebas), jikalau dibandingkan dengan politiknya orang Belanda pada masa itu, dan yang “membikin tempo pemerintahannya yang pendek itu sebagai salah satu dari yang paling penting dalam seluruh riwayat tanah Jawa”? Bukankah turunnya persentase antara 1830 dan 1850 itu ialah terjadi oleh kerasnya tindasan cultuurstelsel, yang mulai 1830 diderita oleh rakyat tanah Jawa? Bukankah naiknya lagi persentase sesudah itu antara 1850 dan 1860 ialah terjadi dari bangkrutnya politik cultuurstelsel dan mulainya perlawanan politik liberal terhadap politik yang “kuno”, sedang mulai masa itu pula sebagian rakyat tanah Jawa bisa sedikit-sedikit mencari penghidupan dalam onderneming-onderneming dan lain-lain perusahaan? Dan bukankah turunnya lagi persentase sesudah tahun 1860 itu ialah terjadi dari masuknya tanah Jawa dalam masa modern kapitalistis? Sesudahnya tahun 1860, teristimewa sesudahnya tahun 1870, maka menanglah sama sekali politiknya kaum burdjuasi liberal dalam pertandingan terhadap pada politiknya kaum kuno itu; dan sebagai angin penyakit yang makin lama makin jahat, masuklah modal asing di tanah Jawa. Tindasannya cultuurstelsel adalah diganti dengan genjetan modal asing; perasannya politik “batig slot” diganti dengan isapan politik “zoet dividend”; itulah sebabnya, maka semenjak 1870 persentase tambahnya rakyat itu makin lama selalu makain kecil saja adanya! Tetapi, walaupun tindasan dan perasan dan isapan yang sangat itu, walaupun selalu mundurnya persentase tadi, maka kekuatan-hidup atau vitaliteitnya rakyat tanah Jawa adalah tak terhingga besarnya. Walaupun kesengsaraan yang dideritanya, walaupun “via dolorosa” yang dijalaninya,maka masihlah besar sekali jumlah penduduk tanah Jawa ditiap-tiap kilometer  persegi jikalau dibandingkan dengan rakyat tani dinegeri-negeri asing: Hanya sedikitlah negeri-negeri dimuka bumi ini,yang mempunyai penduduk lebih dari 260 jiwa sekilometer perseginya sebagai tanah Jawa itu!



 

0 komentar:

Posting Komentar