alt/text gambar

Selasa, 27 Februari 2024

Topik Pilihan:

Islam dan Keindonesiaan: Keterbukaan, Toleransi, dan Pemenuhan Hak Azasi Manusia

 


Oleh: Lisa Riyanti


Apakah persoalan hubungan antara Islam dan keindonesiaan—dalam konteks berbangsa dan bernegara di Indonesia—sudah selesai? Bisa dijawab sudah, tapi bisa juga belum. Secara dasar negara, boleh dikata perdebatan itu sudah selesai. Dalam artian, perdebatan itu diakhiri dengan diterimanya—oleh semua pihak—Pancasila sebagai dasar negara kita, bukan Islam. Bagi mayoritas kaum muslim Indonesia, Pancasila dianggap tak bertentangan dengan Islam. Bahkan, nilai-nilai dalam Pancasila itu sudah terkandung dalam Islam itu sendiri.

Persoalannya menjadi lain, ketika Pancasila ditafsirkan secara monopolistik oleh rezim. Seakan-akan hanya tafsir pemerintah saja yang benar. Padahal, Pancasila adalah “teks terbuka” yang bisa ditafsirkan secara berbeda-beda sesuai konteks. Tak ada tafsir resmi.

Bagi kalangan Islam di Indonesia, tafsir terhadap Pancasila bukan monopoli rezim. Umat Islam juga berhak menafsirkan Pancasila dalam tujuan mewujudkan keadilan dan kesejahteraan sosial. Oleh karena itu, Pancasila harus dijadikan pedoman umum dalam bernegara. Bukan ideologi sempit yang hanya benar berdasarkan tafsir rezim yang berkuasa. Jika persoalan tafsir terhadap Pancasila tak dimonopoli oleh kalangan tertentu, saya pikir tak ada persoalan antara Islam dan keindonesiaan.

Keterbukaan dan toleransi dalam Islam

Islam itu agama yang mencintai kedamaian. Islam adalah agama yang terbuka dan toleran. Toleransi dalam Islam telah diajarkan oleh Rasulullah dalam kehidupan masyarakat Madinah. Dari kata Madinah itulah tercipta istilah “masyarakat madani”.  

Tentang sikap toleransi dalam Islam, Allah berfirman, “Allah tidak melarang kamu untuk berbuat baik dan berlaku adil terhadap orang-orang yang tiada memerangimu karena agama dan tidak (pula) mengusir kamu dari negerimu. Sesungguhnya Allah menyukai orang-orang yang berlaku adil. Sesungguhnya Allah hanya melarang kamu menjadikan sebagai kawanmu orang-orang yang memerangimu karena agama dan mengusir kamu dari negerimu, dan membantu (orang lain) untuk mengusirmu. Dan barangsiapa menjadikan mereka sebagai kawan, maka mereka itulah orang-orang yang zalim.” (QS. Al Mumtahanah: 8-9)

Ayat ini mengajarkan prinsip toleransi, yaitu, selama tidak ada sangkut pautnya dengan aqidah, hendaklah setiap muslim berbuat baik pada  sesama manusia. Ibnu Katsir rahimahullah berkata, “Allah tidak melarang kalian berbuat baik kepada non muslim yang tidak memerangi kalian seperti berbuat baik kepada wanita dan orang yang lemah di antara mereka. Hendaklah berbuat baik dan adil karena Allah menyukai orang yang berbuat adil.” (Tafsir Al Qur’an Al ‘Azhim, 7: 247). Ibnu Jarir Ath Thobari rahimahullah mengatakan bahwa bentuk berbuat baik dan adil di sini berlaku kepada setiap agama. Lihat Tafsir Ath Thobari, 14: 81.

Islam dan Hak Azasi Manusia

Sebelum isu “HAM” seperti yang kita kenal saat ini, Islam telah mengajarkan tentang perlindungan terhadap hak azasi manusia. Dalam khutbah terakhir Rasulullah—sebagaimana dijelaskan oleh KH Ahmad Chodri Romli melalui karyanya Ensiklopedia Haji & Umrah: Ensiklopedia Terlengkap Lintas-Mazhab Seputar Haji dan Umrah dari A sampai Z (2018)—beliau menyampaikan beberapa pesan penting. 

Pesan penting Rasulullah dalam Khutbah Haji Wada' itu antara lain: penegasan bahwa semua umat Islam bersaudara; larangan bagi umat Islam mengambil harta dan hak orang mukmin lainnya; wasiat Rasulullah agar umat Islam memegang teguh Al-Quran dan Sunnah Nabi; perintah bagi umat Islam agar menunaikan amanah; penghapusan segala macam amalan dan tradisi jahiliyah; pengampunan atas tuntutan "utang darah" di zaman jahiliyah; penegasan tentang haramnya riba; perintah agar suami-istri saling memenuhi hak masing-masing; dan lain-lain.

Dari pesan Rasulullah dalam Khutbah Haji Wada’, jelas bahwa beliau memerintahkan umat Islam untuk melindungi hak azasi manusia. Umat Islam diperintahkan untuk melindungi harta maupun nyawa setiap manusia. Perintah Rasulullah itu merupakan “deklarasi” terhadap perlindungan HAM bagi manusia di muka bumi.  

Lisa RiyantiPeserta LK III dari Badko Sumbar

 

 

 

0 komentar:

Posting Komentar