Dalam bukunya Islam Alternatif: Ceramah-Ceramah di Kampus (Bandung: Mizan, 1986, h. 47-49), Jalaluddin Rakhmat (Kang Jalal), menjelaskan bahwa Islam ternyata agama yang menekankan urusan muamalah (kehidupan sosial) lebih besar daripada urusan ibadah (ritual).
Menurut Ayatullah Khomeini, dalam Al-Hukumah al Islamiyah—sebagaimana dikutip Kang Jalal—perbandingan antara ayat-ayat ibadah dan ayat-ayat yang menyangkut kehidupan sosial adalah satu berbanding seratus. Artinya, untuk satu ayat ibadah, ada seratus ayat muamalah.
Alasan lain lebih ditekankannya muamalah dalam Islam, lanjut Kang Jalal, ialah adanya kenyataan bahwa bila urusan ibadah bersamaan waktunya dengan urusan muamalah yang penting, maka ibadah boleh diperpendek atau ditangguhkan (tentu bukan ditinggalkan).
Diriwayatkan oleh Bukhari dan Muslim dari Anas bin Malik, Rasulullah berkata, "Aku sedang shalat dan aku ingin memanjangkannya. Tapi aku dengar tangisan bayi. Aku pendekkan shalatku. Karena aku maklum akan kecemasan ibunya karena tangisannya itu."
Beberapa tahun lalu, dalam suatu acara, orang-orang akan meninggalkan acara karena sudah masuk waktu shalat. Tapi Buya Jasrial Zakir, yang ketika itu sedang membahas hal penting, mengatakan, bahwa lebih utama meninggalkan shalat "sementara waktu", sampai selesainya urusan penting itu. Dan ia kemukakan dalil fiqh-nya pada waktu itu. Tapi saya tak ingat dalil yang beliau sampaikan. Yang jelas, saya sepakat dengan beliau ketika itu.
Nah, setelah membaca buku Kang Jalal, seperti yang saya sebut di atas, apa yang dikatakan Buya Jasrial Zakir, ternyata nyambung dan klop.
0 komentar:
Posting Komentar