Sir Muhammad Iqbal mengatakan: "Keadaan dasar jiwa manusia adalah kesepian." Tapi ia membenci kesepian. Kesepian, baginya, bisa diatasi dan harus diatasi. Manusia tak harus dibiarkan kesepian.
Sedangkan Friedrich Nietzsche memandang kesepian sebagai bagian dari hidup manusia itu sendiri. Nietzsche tak pernah bermaksud melenyapkan kesepian. Nietzsche menyebut, "Kesepian adalah rumahku."
Iqbal adalah seorang eksistensialis, pemikir, penyair, dan filsuf besar Muslim abad ke-20 asal Pakistan.
Nietzsche adalah salah seorang filsuf yang mempengaruhi pemikirannya, walaupun tak dapat dipastikan sejauh mana pengaruh pemikiran Nietzsche terhadap Iqbal. Yang jelas, pemikiran-pemikiran Iqbal diwarnai dengan usahanya mensintesiskan hipotesis Nietzsche dengan ajaran-ajaran al-Qur'an.
Pendekatan Iqbal terhadap masalah kesepian dan kegelisahan sebenarnya lebih dekat dengan Paul Tillich daripada dengan Nietzsche. Iqbal dan Tillich (yang juga banyak mengkaji filsafat Nietzsche) mengatasi kesepian dan kegelisahan lewat ajaran agama masing-masing: Iqbal lewat ajaran Islam, dan Tillich lewat ajaran Kristen.
Menurut Tillich, kesepian dan kegelisahan adalah bagian dari cara berada manusia di dunia: ia merupakan tanda keterasingan manusia. Untuk mengatasi keterasingan ini, manusia harus mendekatkan diri pada "Ultimate Concern", yang oleh orang beragama disebut "Tuhan".
Iqbal juga memandang kesepian dan kegelisahan sebagai cara berada manusia di dunia. Tapi cara yang demikian ini bukanlah cara final asalkan manusia menyelami dan mengakui kedudukannya sebagai "khalifatullah" di dunia.
Jadi, Iqbal dan Nietzsche mempunyai cara yang berbeda dalam mengatasi kesepian dan kegelisahan. Iqbal masih mengakui kekuatan dari luar untuk keluar dari belenggu lingkaran kesepian dan kegelisahan, sedangkan Nietzsche tak memandang kesepian dan kegelisahan sebagai belenggu, melainkan sebagai rumah. Penjelasan soal ini saya baca dari buku St. Sunardi, Nietzsche, Yogyakarta: LKiS, 2011, h. 227-231.
0 komentar:
Posting Komentar