Oleh: Hairus Salim
Art & Book Festival 2025 ini akan mengangkat topik tentang Kuntowijoyo, seorang penyair, novelis, dan sejarawan, serta "cendekiawan muslim" terkemuka. Istilah cendikiawan muslim saya kasih tanda petik karena mungkin istilah ini muncul semerbak pada tahun 80-an dan 90-an dan kini rasanya tidak populer lagi. Kenapa ya?
Istilah ini sendiri secara khusus merujuk pada kemunculan para akademisi dari perguruan tinggi umum yang punya perhatian pada masalah sosial-politik di satu pihak dan keislaman di pihak lain. Banyak akademisi, tapi belum tentu menyandang predikat cendekiawan/intelektual karena akademisi hanya sebagai profesi, bukan sebuah tanggung jawab dan komitmen sosial-intelektual.
Itulah yang membedakan orang-orang misal seperti Arief Budiman cs dan rekannya para dosen yang lain. Tapi orang seperti Arief berbeda dengan misal Amin Rais cs, yang belakangan ini menyandang predikat "muslim" bukan saja karena berlatar 'islamic Movement' tapi juga menjadikan Islam sebagai titik berangkat dan perspektif.
Cendekiawan muslim terlibat dalam wacana sosial politik dan ikut meramaikan "pasar ide" saat itu. Mereka menawarkan gagasan-gagasan baru sebagai tawaran alternatif dari kebuntuan perkembangan masyarakat di bawah rezim orba. Salah seorang di antaranya adalah Kuntowijoyo, yang menawarkan gagasan ilmu sosial profetik.
Bersama beberapa teman muda, saya akan hadir dalam festival ini untuk membahas gagasan ini. Apa persisnya dan apa relevansinya sekarang ini?
Kini saya menyadari bahwa istilah cendekiawan muslim sekarang sudah jarang terdengar dan sepertinya telah aus. Aneh juga, karena justru sekarang ini kita banyak punya doktor bahkan gubes, tapi pasar ide dan wacana senyap sekali.
Ke mana para cendekiawan, muslim maupun yang bukan muslim?
Sumber: https://www.facebook.com/share/p/1AdN5ZYEg6/
0 komentar:
Posting Komentar