Oleh: Fitzerald Kennedy Sitorus
Ini adalah rekaman video ceramah di Philosophy Underground, Teater Utan Kayu (TUK), Kamis, 19 September 2024 lalu. Dalam kuliah ini saya menjelaskan konsep negara hukum (Rechtsstaat) Kant. Apa yang dimaksud dengan negara hukum? Negara hukum tidak berarti sekadar semua orang sama di hadapan hukum, sebagaimana sering diucapkan oleh pejabat kita.
Kant juga memberi pendasaran filosofis rasional bahwa politik, hukum dan pengelolaan negara tidak terlepas dari moral. Politik tidak berdiri sendiri, semata-mata mengenai kekuasaan, sebagaimana dikatakan Hobbes. Kant memberikan argumen mengapa politik dan hukum harus dijangkarkan pada moralitas.
Bertentangan dengan tuntutan liberalisme, Kant memberi pendasaran rasional bahwa negara perlu mengontrol hak milik dan kekayaan. Kekayaan bukan hanya prestasi manusia individual, tapi juga prestasi sosial. Kekayaan menjadi prestasi sosial karena dia dihasilkan melalui sistem hak milik yang disepakati oleh masyarakat yang bersangkutan. Karena itu, Kant mengatakan, orang tidak boleh menggunakan kekayaannya dengan cara yang bertentangan dengan kehendak masyarakat yang turut "menghasilkan" kekayaan itu.
Pandangan ini dapat dijadikan basis filosofis rasional bagi konsep CSR (Corporate Social Responsibilty). Perusahaan memiliki tanggung jawab terhadap masyarakat karena masyarakat juga turut berpartisipasi dalam menghasilkan kekayaan yang dimiliki oleh perusahaan. Secara singkat, setiap kekayaan dan hak milik memiliki dimensi dan tanggung jawab sosial.
Sementara itu, dengan menggunakan konsep Kantian tentang "kepublikan akal budi" (die Öffentlichkeit der Vernunft), Habermas mengkonstruksi bentuk demokrasi deliberatif sebagai alternatif atas demokrasi liberal yang menurutnya justru dapat menghasilkan keputusan politis yang justru anti-demokrasi atau totaliter. Contoh untuk ini adalah proses-proses demokratis yang menjatuhkan hukuman mati atas Sokrates atau naiknya rezim Nazi dalam politik Jerman.
Di sisi lain, kita juga melihat ancaman atas ruang publik dewasa ini melalui kehadiran media-media sosial, buzzer, influencer yang justru memperjuangan kepentingan pribadi/kelompok di ruang publik. Ruang publik adalah salah satu prasyarat negara demokratis. Lalu apa yang terjadi ketika ruang publik tidak lagi diisi oleh suara-suara yang memperjuangan kepentingan publik, melainkan oleh kebisingan belaka yang entah memperjuangkan apa.
Tetapi konsep demokrasi deliberatif yang diajukan oleh Habermas pun bukan tanpa kesulitan. Ruang publik (dalam konsep demokasi deliberatif Habermas) ini mengandaikan bahwa keseluruhan unsur yang terdapat di dalamnya (pers, parlemen, pemerintah dan aktor-aktor lainnya) menyadari kepentingan bersama (publik) dan bertindak sesuai dengan kepentingan tersebut. Pada kenyataannya masing-masing unsur tersebut sering bertindak berdasarkan kepentingannya sendiri-sendiri sehingga deliberasi publik tidak berjalan.
Kalau tertarik, silahkan tonton di: https://youtu.be/56FKUQyku6s?si=0Oi_Bi57xGfN2ros
Sumber:
https://www.facebook.com/share/p/1RFau27c46/
0 komentar:
Posting Komentar