alt/text gambar

Rabu, 24 September 2025

Topik Pilihan: ,

PRD MENANTI TERDAKWA BARU



(FORUM KEADILAN, Nomor 12, Tahun V, 23 September 1996)


Siapa saja yang bersalah dalam Peristiwa 27 Juli? Tampaknya, jumlah yang dianggap terlibat masih akan terus bertambah. Kata Jaksa Agung Singgih, "Tergantung hasil pemeriksaan. Kalau tidak cukup bukti, bisa dilepaskan. Sebaliknya, yang sekarang menjadi saksi kalau bisa berubah menjadi tersangka, ya, dijadikan tersangka."

Karena itu, daftar "peluang" menjadi tersangka tampaknya kian panjang. Hal itu berkaitan dengan bertambahnya orang yang menjadi saksi. Sudah 20 saksi yang dimintai keterangan oleh pihak Kejaksaan, tampaknya dirasa belum cukup. Pertengahan bulan ini, Ketua Komite Independen Pemantau Pemilu (KIPP), Goenawan Mohamad, Ketua DPP PDI, Soerjadi, Megawati, dan Ketua Pokja Petisi 50, Ali Sadikin, juga akan dimintai keterangan di Kejaksaan Agung.

Menurut Singgih, Bang Ali akan dimintai kesaksian berkaitan dengan kehadiran Muchtar Pakpahan di rumahnya di Jalan Borobudur saat kejadian. Sebenarnya, tidak hanya Muchtar, tapi aktivis LSM lainnya juga ikut mampir. Itu terjadi setelah tempat pertemuan mereka di LBH tidak lagi aman karena massa sudah demikian banyak.

Kini, sudah ada 11 tersangka utama. Dua di antaranya, Muchtar dan Ketua PRD, Budiman Soedjatmiko, dianggap sebagai dalang kerusuhan oleh aparat keamanan. Sedangkan anggota PRD sampai kini sudah 35 orang yang diciduk (19 orang di Surabaya, 13 di Jakarta, 2 di Solo, dan seorang di Yogyakarta).

Aparat masih akan terus memburu anggota PRD. Awal bulan ini, Ketua Solidaritas Mahasiswa Indonesia untuk Demokrasi (SMID) – dianggap sebagai onderbouw PRD – Cabang Yogyakarta, Yul Amrozi, ditangkap. Ketika akan ditangkap, Yul sempat menolak. Tapi, setelah ditodong pistol, ia tak kuasa melawan. Kini, ia masih "diinapkan" di kantor Kodim Yogyakarta.

Kantor sebuah LSM, Solidaritas Perempuan, awal bulan ini juga digerebek petugas jam empat pagi. Tiga orang yang menginap di kantor itu dibawa petugas. Seorang di antaranya, Wahyu Susilo, yang masih kerabat Ketua Jaringan Kebudayaan Rakyat (Jaker), organisasi onderbouw PRD, Wiji Thukul, diinterogasi cukup lama. Kabarnya, Wahyu diinterogasi dengan sedikit paksaan.

Namun, tidak semua anggota PRD yang tertangkap lantas menjadi tersangka. Dua orang anggota PRD asal Solo, Kelik Ismunandar dan Onang, sempat ditahan 24 jam oleh aparat keamanan, kemudian dilepaskan. Namun, mereka harus bersedia datang bila dipanggil aparat untuk dimintai keterangan.

Nasib hampir serupa dialami aktivis Aliansi Demokrasi Rakyat (Aldera) dan Yayasan Pijar, Hendrik Dicson Sirait. Selama dua pekan ia mendekam di tahanan dan diperiksa di kantor Bakorstanas. Ia mengaku mengalami trauma selama "diamankan" itu. Cuma, karena Hendrik bukan anggota PRD, ia lantas dibebaskan.

Meski gerakan pembersihan terhadap aktivis PRD begitu gencar, mereka yang masih bergerak di bawah tanah tetap bertahan. Ketua SMID, Andi Arief, misalnya, mengaku cukup leluasa bergerak untuk berkonsolidasi dengan aktivis PRD lainnya. Bahkan, ia mengaku tengah mengadakan counter propaganda untuk mengimbangi pernyataan yang dikeluarkan pejabat ABRI dan pemerintah.

Kata Andi Arief, "Saya bersedia memberikan keterangan, asalkan ada jaminan dari Jaksa Agung atau Pangab, tidak akan mendapat perlakuan yang tak sesuai dengan prosedur hukum."

Perkembangan lain, memojokkan Sekjen ICMI, Adi Sasono, dan Ketua Departemen Lingkungan Hidup dan HAM CIDES, Egi Sudjana. Ada yang mengabarkan, dua orang itu ikut membentuk PRD. Isu beredar dari ceramah Ketua PBNU, Abdurrahman Wahid, di Pondok Pesantren Wali Songo, Situbondo.

Tuduhan ke arah Adi Sasono adalah, manifesto politik PRD diduga mengandung pemikiran mantan Ketua Dema FTB itu. Sebelum di ICMI, cucu Mohammad Roem itu dikenal sebagai aktivis LSM yang cukup vokal me nyuarakan kepentingan rakyat kecil. Itulah mungkin yang menyebabkan ada kabar, sebagian pemikirannya diambil alih dalam pernyataan politik PRD.

Selain tuduhan itu, Adi juga diisukan berdiskusi dengan anggota PRD sebulan sebelum kejadian. Semua tuduhan itu tentu dibantah Adi. "Pertama, orang yang mendukung PRD itu yang merasa di pinggiran. Nah, saya tidak merasa berada di pinggiran, dari dulu itu," katanya. Selain itu, Adi melihat kerangka politik dan ideologi PRD sangat berbeda dengan dirinya, "Kalau PRD itu kekiri-kirianlah," katanya (Lihat rubrik Wawancara: "Maling Teriak...").

Sedangkan Egi dikabarkan sebagai bidan yang melahirkan PRD dan menjadi ketua yang pertama. Tapi, Egi yang pernah men bentuk Majelis Penyelamatan Organisasi HMI, sebagai penolakan atas penerimaan asas tunggal, membantah bahwa ia membentuk PRD. Dia berkata, "Saya tidak ikut membentuk, apalagi menjadi ketua PRD Saya tidak mau membohongi sejarah, kalau saya melakukan itu akan saya akui, harus dipenjara," katanya.

Pracoyo, Lukas dan San Tjiaw (Jakarta), Farid (Yogyakarta) 

Sumber: FORUM KEADILAN, Nomor 12, Tahun V, 23 September 1996


0 komentar:

Posting Komentar