Kita ulangi lagi: tidak adalah halangannya Nasionalis itu dalam geraknya, bekerja bersama-sama dengan Islamis dan Marxis.
Nasionalis yang sejati, yang cintanya pada tanah-air itu bersendi pada pengetahuan atau susunan ekonomi-duniadan riwayat, dan bukan semata-mata timbul dari kesombongan bangsa belaka, - nasionalis yang bukan chauvinis, tak boleh tidak, haruslah menolak segala paham pengecualian yang sempit-budi itu.
Nasionalis yang sejati, yang nasionalismenya itu bukan semata-mata suatu copy atau tiruan dari nasionalisme Barat, akan tetapi timbul dari rasa cinta akan manusia dan kemanusiaan, - nasionalis yang menerima rasa nasionalismenya itu sebagai suatu wahyu dan melaksanakan rasa iru sebagai suatu bukti, adalah terhindar dari segala paham kekecilan dan kesempitan. Baginya, maka rasa cinta bangsa itu adalah lebar dan luas, dengan memberi tempat pada lain-lain sesuatu, sebagai lebar dan luasnya udara yang memberi tempat pada segenap sesuatu yang perlu untuk hidupnya segala hal yang hidup.
Wahai, apakah sebabnya kecintaan-bangsa dari banyak nasisonalis Indonesia lalu menjadi kebencian, jikalau dihadapkan pada orang-orang Indonesia yang berkeyakinan Islamistis! Apakah sebabnya kecintaan itu lalu berbalik menjadi permusuhan, jikalau dihadapkan pada orang-orang Indonesia yang bergerak Marxisme? Tiadakah tempat dalam sanubarinya untuk nasionalismenya Gopala Krishna Gokhate, Mahatma Gandhi, atau Chita Ranjam Das? Janganlah hendaknya kaum kita sampai hati memeluk jingo nationalism, sebagai jingo nationalismnya Arya-Samaj di India pembelah dan pemecah persatuan Hindu-Muslim; sebab jingo nationalism yang semacam itu “akhirnya pastilah binasa”, oleh karena “nasionalisme hanyalah dapat mencapai apa yang dimaksudkannya, bilamana bersendi atas azas-azas yang lebih suci”. Bahwasanya, hanya nasionalisme-ke-Timur-anahyang pantas dipeluk oleh nasionalis-Timur yang sejati. Nasionalisme-Eropa,ialah suatu nasionalisme yang bersipat serang-menyerang, suatu nasionalisme yang mengejar keprluan sendiri, suatu nasionalisme perdagangan yang untung atau rugi, - nasionalisme yang semacam itu akhirnya pastilah alah, pastilah binasa.
Adakah keberatan untuk kaum Nasionalis yang sejati, buat bekerja bersama-sama dengan kaum Islam, oleh karena Islam itu melebihi kebangsaan dan melebihi batas – negeri ialah super- nasional super-teritorial?Adakah internasionaliteit Islam suatu rintangan buat geraknya nasionalisme, buat geraknya kebangsaan? Banyak nasionalis-nasionalis diantara kita yang sama lupa bahwa pergerakan-nasionalisme dan Islamisme di Indonesia ini –ya,diseluruh Asia- ada sama asalnya,sebagai yang telah kita uraikan di awal tulisan ini:dua-duanya berasal nafsu melawan “Barat”, atau lebih tegas,melawan kapitalisme dan imperialisme Barat,sehingga sebenarnya bukan lawan, melainkan kawannyalah adanya.Betapa lebih luhurnya sikap nasionalis Prof.T.L.Vaswani, seorang yang bukan Islam, yang menulis: “Jikalau Islam menderita sakit, maka Roh kemerdekaan Timur tentulah sakit juga; sebab makin sangatnya negeri-negeri Muslim kehilangan kemerdekaannya, makin lebih sangat pula imperialisme Eropa mencekik Roh Asia . Tetapi, saya percaya pada Asia-sediakala; saya percaya bahwa Rohnya masih akan menang. Islam adalah Internasional, dan jikalau Islam merdeka, maka nasionalisme kita itu adalah diperkuat oleh segenap kekuatannya iktikad internasional itu.”
Dan bukan itu saja. Banyak nasionalis-nasionalis yang sama lupa, bahwa orang Islam, dimanapun juga ia adanya, diseluruh “Darul Islam”, menurut agamanya, waji bekerja untuk keselamatan orang negeri yang di tempatinya. Nasionalis-nasionalis itu lupa,bahwa orang Islam yang sungguh-sungguh menjalankan ke-Islam-annya, baik orang Arab maupun orang India, baik orang Mesir maupun orang manapun juga, jikalau berdiam di Indonesia, wajib pula bekerja untuk keselamatan Indonesia itu. “Dimana-mana orang Islam bertempat, bagaimanapun juga jauhnya dari negeri tempat kelahirannya, di dalam negeri yang baru itu ia masih menjadi satu bahagian daripada rakyat Islam, daripada Persatuan Islam. Dimana-mana orang Islam bertempat, disitulah ia harus mencintai dn bekerja untuk keperluan negeri itu dan rakyatnya”.
Inilah Nasionalisme Islam! Sempit- budi dan sempit-pikiranlah nasionalis yang memusuhi Islamisme serupa ini. Sempit-budi dan sempit-pikiranlah ia, oleh karena ia memusuhi suatu azas, yang, walaupun internasional dan interrasial, mewajibkan pada segenab pemeluknya yang ada di Indonesia, bangsa apa merekapun juga, mencintai dan bekerja untuk keperluan Indonesia dan rakyat Indonesia juga adanya! Adakah pula keberatan untuk kaum Nasionalis sejati, bekerja bersama-sama dengan kaum Marxis, oleh karena Marxisme itu internasional juga?
Nasionalis yang segan berdekatan dan bekerja bersama-sama dengan kaum Marxis,-Nasionalis yang semacam itu menunjukkan ketiadaan yang sangat, atas pengetahuan tentang berputarnya roda- politik dunia dan riwayat. Ia lupa, bahwa asal pergerakan Marxis di Indonesia atau Asia itu, juga merupakan tempat asal pergerakan mereka. Ia lupa bahwa arah pergerakannya sendiri itu acap kali sesuai dengan arah pergerakan bangsanya yang Maxistis tadi. Ia lupa, bahwa memusuhi bangsanya yang Marxistis itu, samalah artinya dengan menolak kawan-sejalan dan menambah adanya musuh. Ia lupa dan tak mengerti akan arti sikapna saudara-saudaranya dilain-lain negeri Asia, umpamanya almarhum Dr. Sun Yat Sen, panglima nasionalis yang besar itu, yang dengan segala kesenangan hati bekerja bersama-sama dengan kaum Marxis walaupun beliau itu yakin, bahwa peraturan Marxis pada saat itu belum bisa di adakan di negeri tiongkok, oleh karena negeri tiongkok itu tidak ada syarat-syarat yang cukup –masak untuk mengadakan peraturan Marxis itu.Perlukah kita membuktikan lebih lanjut, bahwa Nasionalisme itu, baik sebagai suatu keinsyafan rakyat, bahwa rakyat itu ada satu golongan, satu bangsa; maupun sebagai suatu persatuan perangai yang terjadi dari persatuan hal-ihwal yang telah dijalani oleh rakyat itu, - perlukah kita membuktikan lebh lanjut bahwa Nasionalisme itu, asal saja yang memeluknya mau, bisa dirapatkan dengan Islamisme dan Marxisme? Perlukah kita lebih lanjut mengambil contoh-contoh sikapnyapendekar-pendekar Nasionalis dilain-lain negeri, yang sama bergandengan tangan dengan kaum-kaum Islamis dan rapat-diri dengan kaum-kaum Marxis? Kita rasa tidak! Sebab kita percaya bahwa tulisan ini, walaupun pendek dan jauh kurang sempurna, sudahlah cukup jelas untuk Nasionalis-nasionalis kita yang malu bersatu. Kita percaya, bahwa semua Nasionalis-nasionalis-muda adalah berdiri disamping kita. Kita percaya pula, bahwa masih banyaklah Nasionalis-nasionalis kolot yang mau akan persatuan; hanyalah kebimbangan mereka akan kekalnya persatuan itulah yang mengecilkan hatinya untuk mengikhtiarkan persatuan itu. Pada mereka itulah terutama tulisan ini kita hadapkan; untuk merekalah terutama tulisan ini kita adakan.
Kita tidak menuliskan rencana ini untuk Nasionalis-nasionalis yang tidak mau bersatu. Nasionalis-nasionalis yang demikian itu kita serahkan kepada pengadilan riwayat, kita serahkan pada putusannya mahkamah histori! (Bersambung..........!!!)
Nasionalis yang sejati, yang cintanya pada tanah-air itu bersendi pada pengetahuan atau susunan ekonomi-duniadan riwayat, dan bukan semata-mata timbul dari kesombongan bangsa belaka, - nasionalis yang bukan chauvinis, tak boleh tidak, haruslah menolak segala paham pengecualian yang sempit-budi itu.
Nasionalis yang sejati, yang nasionalismenya itu bukan semata-mata suatu copy atau tiruan dari nasionalisme Barat, akan tetapi timbul dari rasa cinta akan manusia dan kemanusiaan, - nasionalis yang menerima rasa nasionalismenya itu sebagai suatu wahyu dan melaksanakan rasa iru sebagai suatu bukti, adalah terhindar dari segala paham kekecilan dan kesempitan. Baginya, maka rasa cinta bangsa itu adalah lebar dan luas, dengan memberi tempat pada lain-lain sesuatu, sebagai lebar dan luasnya udara yang memberi tempat pada segenap sesuatu yang perlu untuk hidupnya segala hal yang hidup.
Wahai, apakah sebabnya kecintaan-bangsa dari banyak nasisonalis Indonesia lalu menjadi kebencian, jikalau dihadapkan pada orang-orang Indonesia yang berkeyakinan Islamistis! Apakah sebabnya kecintaan itu lalu berbalik menjadi permusuhan, jikalau dihadapkan pada orang-orang Indonesia yang bergerak Marxisme? Tiadakah tempat dalam sanubarinya untuk nasionalismenya Gopala Krishna Gokhate, Mahatma Gandhi, atau Chita Ranjam Das? Janganlah hendaknya kaum kita sampai hati memeluk jingo nationalism, sebagai jingo nationalismnya Arya-Samaj di India pembelah dan pemecah persatuan Hindu-Muslim; sebab jingo nationalism yang semacam itu “akhirnya pastilah binasa”, oleh karena “nasionalisme hanyalah dapat mencapai apa yang dimaksudkannya, bilamana bersendi atas azas-azas yang lebih suci”. Bahwasanya, hanya nasionalisme-ke-Timur-anahyang pantas dipeluk oleh nasionalis-Timur yang sejati. Nasionalisme-Eropa,ialah suatu nasionalisme yang bersipat serang-menyerang, suatu nasionalisme yang mengejar keprluan sendiri, suatu nasionalisme perdagangan yang untung atau rugi, - nasionalisme yang semacam itu akhirnya pastilah alah, pastilah binasa.
Adakah keberatan untuk kaum Nasionalis yang sejati, buat bekerja bersama-sama dengan kaum Islam, oleh karena Islam itu melebihi kebangsaan dan melebihi batas – negeri ialah super- nasional super-teritorial?Adakah internasionaliteit Islam suatu rintangan buat geraknya nasionalisme, buat geraknya kebangsaan? Banyak nasionalis-nasionalis diantara kita yang sama lupa bahwa pergerakan-nasionalisme dan Islamisme di Indonesia ini –ya,diseluruh Asia- ada sama asalnya,sebagai yang telah kita uraikan di awal tulisan ini:dua-duanya berasal nafsu melawan “Barat”, atau lebih tegas,melawan kapitalisme dan imperialisme Barat,sehingga sebenarnya bukan lawan, melainkan kawannyalah adanya.Betapa lebih luhurnya sikap nasionalis Prof.T.L.Vaswani, seorang yang bukan Islam, yang menulis: “Jikalau Islam menderita sakit, maka Roh kemerdekaan Timur tentulah sakit juga; sebab makin sangatnya negeri-negeri Muslim kehilangan kemerdekaannya, makin lebih sangat pula imperialisme Eropa mencekik Roh Asia . Tetapi, saya percaya pada Asia-sediakala; saya percaya bahwa Rohnya masih akan menang. Islam adalah Internasional, dan jikalau Islam merdeka, maka nasionalisme kita itu adalah diperkuat oleh segenap kekuatannya iktikad internasional itu.”
Dan bukan itu saja. Banyak nasionalis-nasionalis yang sama lupa, bahwa orang Islam, dimanapun juga ia adanya, diseluruh “Darul Islam”, menurut agamanya, waji bekerja untuk keselamatan orang negeri yang di tempatinya. Nasionalis-nasionalis itu lupa,bahwa orang Islam yang sungguh-sungguh menjalankan ke-Islam-annya, baik orang Arab maupun orang India, baik orang Mesir maupun orang manapun juga, jikalau berdiam di Indonesia, wajib pula bekerja untuk keselamatan Indonesia itu. “Dimana-mana orang Islam bertempat, bagaimanapun juga jauhnya dari negeri tempat kelahirannya, di dalam negeri yang baru itu ia masih menjadi satu bahagian daripada rakyat Islam, daripada Persatuan Islam. Dimana-mana orang Islam bertempat, disitulah ia harus mencintai dn bekerja untuk keperluan negeri itu dan rakyatnya”.
Inilah Nasionalisme Islam! Sempit- budi dan sempit-pikiranlah nasionalis yang memusuhi Islamisme serupa ini. Sempit-budi dan sempit-pikiranlah ia, oleh karena ia memusuhi suatu azas, yang, walaupun internasional dan interrasial, mewajibkan pada segenab pemeluknya yang ada di Indonesia, bangsa apa merekapun juga, mencintai dan bekerja untuk keperluan Indonesia dan rakyat Indonesia juga adanya! Adakah pula keberatan untuk kaum Nasionalis sejati, bekerja bersama-sama dengan kaum Marxis, oleh karena Marxisme itu internasional juga?
Nasionalis yang segan berdekatan dan bekerja bersama-sama dengan kaum Marxis,-Nasionalis yang semacam itu menunjukkan ketiadaan yang sangat, atas pengetahuan tentang berputarnya roda- politik dunia dan riwayat. Ia lupa, bahwa asal pergerakan Marxis di Indonesia atau Asia itu, juga merupakan tempat asal pergerakan mereka. Ia lupa bahwa arah pergerakannya sendiri itu acap kali sesuai dengan arah pergerakan bangsanya yang Maxistis tadi. Ia lupa, bahwa memusuhi bangsanya yang Marxistis itu, samalah artinya dengan menolak kawan-sejalan dan menambah adanya musuh. Ia lupa dan tak mengerti akan arti sikapna saudara-saudaranya dilain-lain negeri Asia, umpamanya almarhum Dr. Sun Yat Sen, panglima nasionalis yang besar itu, yang dengan segala kesenangan hati bekerja bersama-sama dengan kaum Marxis walaupun beliau itu yakin, bahwa peraturan Marxis pada saat itu belum bisa di adakan di negeri tiongkok, oleh karena negeri tiongkok itu tidak ada syarat-syarat yang cukup –masak untuk mengadakan peraturan Marxis itu.Perlukah kita membuktikan lebih lanjut, bahwa Nasionalisme itu, baik sebagai suatu keinsyafan rakyat, bahwa rakyat itu ada satu golongan, satu bangsa; maupun sebagai suatu persatuan perangai yang terjadi dari persatuan hal-ihwal yang telah dijalani oleh rakyat itu, - perlukah kita membuktikan lebh lanjut bahwa Nasionalisme itu, asal saja yang memeluknya mau, bisa dirapatkan dengan Islamisme dan Marxisme? Perlukah kita lebih lanjut mengambil contoh-contoh sikapnyapendekar-pendekar Nasionalis dilain-lain negeri, yang sama bergandengan tangan dengan kaum-kaum Islamis dan rapat-diri dengan kaum-kaum Marxis? Kita rasa tidak! Sebab kita percaya bahwa tulisan ini, walaupun pendek dan jauh kurang sempurna, sudahlah cukup jelas untuk Nasionalis-nasionalis kita yang malu bersatu. Kita percaya, bahwa semua Nasionalis-nasionalis-muda adalah berdiri disamping kita. Kita percaya pula, bahwa masih banyaklah Nasionalis-nasionalis kolot yang mau akan persatuan; hanyalah kebimbangan mereka akan kekalnya persatuan itulah yang mengecilkan hatinya untuk mengikhtiarkan persatuan itu. Pada mereka itulah terutama tulisan ini kita hadapkan; untuk merekalah terutama tulisan ini kita adakan.
Kita tidak menuliskan rencana ini untuk Nasionalis-nasionalis yang tidak mau bersatu. Nasionalis-nasionalis yang demikian itu kita serahkan kepada pengadilan riwayat, kita serahkan pada putusannya mahkamah histori! (Bersambung..........!!!)
Islamisme, Ke-Islam-an!
0 komentar:
Posting Komentar