alt/text gambar

Rabu, 08 Juli 2015

Topik Pilihan:

Pilgub dan Keadilan Pembangunan di Provinsi Jambi


Oleh: NANI EFENDI


      Ada penelitian ilmiah (research) menarik yang dilakukan oleh Fahmi Rizal Gadin untuk tesis pascasarjananya tahun 2004 di Universitas Jambi dengan judul: Kondisi Kemiskinan di Provinsi Jambi. Penelitian itu menemukan bahwa dalam 20 tahun terakhir, ternyata terjadi ketimpangan pembangunan daerah di Provinsi Jambi. Pada 2004, diketahui bahwa Provinsi Jambi wilayah timur mengalami peningkatan pertumbuhan ekonomi yang cukup baik. Sedangkan di sisi lain, Provinsi Jambi wilayah barat mengalami peningkatan angka kemiskinan. Pemetaan wilayah Provinsi Jambi tahun 2004, dalam penelitiannya itu, dibagi dua: wilayah timur dan wilayah barat. Wilayah timur adalah Kota Jambi, Kabupaten Batang Hari, Kabupaten Muaro Jambi, Kabupaten Tanjung Jabung Barat, dan Kabupaten Tanjung Jabung Timur. Sementara wilayah barat terdiri dari Kabupaten Sarolangun, Kabupaten Merangin, Kabupaten Bungo, Kabupaten Tebo, dan Kabupaten Kerinci. Dari kelima kabupaten yang ada di wilayah barat itu, angka kemiskinan tertinggi terdapat di Kabupaten Kerinci.
Salah satu faktor yang menjadi penyebab ketimpangan itu adalah jangkauan akselerasi pembangunan dari ibu kota provinsi yang terlalu jauh. Mungkin, ketimpangan itu jugalah, yang merupakan sumber kritikan dari elemen-elemen masyarakat, khususnya masyarakat Jambi wilayah barat beberapa tahun yang lalu. Bahkan, sayup-sayup terdengar ide dan keinginan dari beberapa elemen masyarakat Jambi barat untuk memekarkan dan membentuk provinsi baru yang mereka namai Provinsi Puncak Andalas. Keinginan itu, sebenarnya, haruslah dipahami sebagai bentuk ketidakpuasan terhadap kebijakan pembangunan selama ini dan merupakan suatu bentuk kritik masyarakat dalam hal menuntut pembangunan yang adil dan merata yang semestinya menjadi tanggung jawab Pemerintah Provinsi.

Kemiskinan dan aksesibilitas

Secara teoritis, kemiskinan (poverty) memang sangat erat kaitannya dengan persoalan aksesibilitas dan pembangunan. Amartya Sen, profesor di Harvard University, Amerika Serikat, yang juga peraih Nobel Ekonomi tahun 1998, menjelaskan, bahwa kemiskinan itu disebabkan oleh keterbatasan akses. Menurut Sen, penyebab dari langgengnya kemiskinan, ketidakberdayaan, dan keterbelakangan adalah persoalan aksesibilitas. Karena keterbatasan akses, manusia mengalami keterbatasan pilihan untuk mengembangkan hidupnya. Akibatnya, manusia hanya menjalankan apa yang terpaksa dapat dilakukan, bukan apa yang seharusnya bisa dilakukan. Dengan demikian, potensi manusia untuk mengembangkan hidup menjadi terhambat dan kontribusinya pada kesejahteraan bersama pun menjadi lebih kecil.
Aksesibilitas yang dimaksud Sen adalah terfasilitasinya kebebasan politik, kesempatan ekonomi, kesempatan sosial (pendidikan, kesehatan, dan lain-lain), transparansi, dan lain sebagainya (lihat Setyo Budiantoro, “Manusia, Kebebasan, dan Pembangunan” dalam www.ekonomirakyat.org). Jalan, jembatan, bandar udara, pelabuhan, rel kereta api, dan lain sebagainya merupakan beberapa bentuk fasilitas-fasilitas publik yang dapat meningkatkan akses dan menjadi kunci pertumbuhan ekonomi. Itu dalam bentuk pembangunan fisik dan ekonomi.
Dalam konteks politik dan demokrasi, Sen juga menyebut, kelaparan yang terjadi di berbagai tempat di dunia ini bukan karena kurangnya makanan, tetapi karena kurangnya demokrasi (lihat Ignas Kleden, “Legislasi Antikomunisme atau Antiketidakadilan?”, dalam Frans M. Parera dan T. Jakob Koekerits (peny), Demokratisasi dan Otonomi: Mencegah Disintegrasi Bangsa, 1999). Demokrasi yang dimaksud Sen adalah demokrasi yang substansial, di mana setiap orang mendapatkan akses yang luas untuk mengembangkan hidup dan kehidupan mereka.

Komitmen politik Cagub

Dalam tulisan ini, saya tidak bertujuan membahas tentang ide Provinsi Puncak Andalas sebagaimana yang saya singgung sekilas di atas. Yang ingin saya tekankan dalam tulisan ini adalah komitmen dari calon Gubernur Jambi pada Pilgub nanti untuk memberikan keadilan pembangunan secara merata di seluruh Provinsi Jambi dalam upaya menanggulangi kemiskinan dan keterbelakangan. Meningkatkan fasilitas dan aksesibilitas masyarakat Jambi barat ke ibu kota provinsi haruslah menjadi salah satu agenda prioritas utama Gubernur Jambi kedepan.
Siapa pun nanti yang akan maju di Pilgub Jambi, ia harus membuat komitmen atau kontrak politik  yang jelas untuk memperhatikan dan membangun wilayah Jambi barat, khususnya kabupaten bagian barat yang paling jauh dari pusat Ibu Kota Provinsi Jambi, yakni Kabupaten Kerinci. Karena, dari research yang dilakukan oleh Fahmi Rizal Gadin untuk tesis S2-nya itu—di bawah bimbingan Prof.Dr. H.M. Havis Aima, M.S., di Universitas Jambi—diketahui bahwa Kerinci pada 2004 merupakan kabupaten di Provinsi Jambi yang angka kemiskinannya cukup tinggi. Bahkan, terkesan terabaikan selama bertahun-tahun dengan berbagai macam alasan.
Oleh karena itu, siapa pun yang terpilih dan dipercaya oleh masyarakat untuk memimpin Provinsi Jambi kedepan melalui Pilgub nanti, haruslah menjauhkan sikap politik yang bersifat diskriminatif, apatis, sukuisme, dan sentimen-sentimen kedaerahan. Tidak boleh ada  kebijakan  yang bersifat diskriminatif  dan tidak adil dari Pemprov  Jambi terhadap semua kabupaten yang ada di wilayah pemerintahannya.
Nah, Pilgub adalah momentum terbaik bagi masyarakat Jambi barat untuk memilih pemimpin yang benar-benar peduli terhadap persoalan kemiskinan dan keadilan pembangunan. Oleh karena itu, dalam momen Pilgub Jambi nanti, masyarakat Jambi, khususnya wilayah barat, harus meminta komitmen yang tegas dari calon gubernur untuk memperhatikan dan mengupayakan pembangunan yang berarti bagi wilayah Jambi bagian barat jika seandainya ia terpilih dan menjabat sebagai Gubernur Jambi nantinya. Masyarakat semestinya memilih Cagub yang mempunyai visi pembangunan yang berkeadilan serta memiliki komitmen yang kuat untuk memajukan dan membangun kabupaten-kabupaten yang relatif tertinggal di wilayah Provinsi Jambi, bukan memilih mereka yang hanya memikirkan kepentingan-kepentingan politiknya semata. Cukuplah ketimpangan pembangunan di masa lalu menjadi cermin untuk semua.

NANI EFENDI, Alumnus HMI

Rabu, 8 Juli 2015


0 komentar:

Posting Komentar