Topik Pilihan: Tokoh
Wawancara Nurcholish Madjid:
"Jangan Mengukur Baju Orang Dengan Badan Sendiri" SOSOKNYA seperti tak bisa dipisahkan dengan semangat lahirnya demokrasi dan tegaknya hak asasi. Tapi ia juga hampir menyatu dengan HMI. Karena di situlah, Dr. Nurcholish Majid, 58 tahun, pernah menjadi ketua umum selama dua periode dari tahun 1966-1971. Lulusan Universitas Chicago, AS, ini sekarang aktif di kelompok pengajian Yayasan Paramadina. Selain itu, Cak Nur juga mengajar di fakultas pasca sarjana IAIN Syarif Hidayatullah, Ciputat, Jakarta. Ia juga salah satu petinggi di Dewan Pakar ICMI, anggota Komnas HAM, dan pelopor berdirinya Komite Independen Pemantau Pemilu (KIPP).
Rabu lalu, 26 Maret 1997, bertempat di Yayasan Paramadina, Cak Nur diwawancarai Darol Mahmada dari TEMPO Interaktif seputar gemebyar dan sepak terjang HMI, yang kini sudah berusia 50 tahun. Berikut cuplikannya:
Anda bilang bahwa usia ke-50 HMI bukan merupakan tahun emas, tapi tahun besi karatan. Apa maksudnya?
Saya mengatakan begitu karena mengamati sebagai orang dalam HMI. Bukan orang luar, sehingga muncullah pernyataan saya di D&R (Di majalah itu, Cak Nur berang dengan instruksi pengurus HMI yang akan mengeluarkan setiap anggotanya yang aktif dalam KIPP. "Itu ironi besar dan HMI melawan kodratnya sendiri," ujarnya). Itu merupakan ekspresi kecintaan saya terhadap lembaga itu. Dan tentu saja kalau orang luar mengatakan itu, saya juga tidak enak dan pasti protes. Kalau kenyataannya begitu, itu bisa dilihat dan ditafsirkan macam-macam. Kritikan itu hanya mengingatkan saja. Ibaratnya, kalau terhadap anak, saya hanya menjewernya.
Mengapa mereka harus diingatkan?
Ada hal-hal tertentu yang harus diingatkan.
Sebagai seorang yang pernah intens terlibat di organisasi itu, sikap
seperti itu mesti (dilakukan). Dan saya kira, sebagai organisasi
mahasiswa HMI masih dalam relnya.
Mengapa orientasi HMI cenderung ke Masyumi? Apa akibat politisnya sampai kini?
HMI itu secara geneologis kebanyakan anak
Masyumi karena itu orientasinya juga sangat ke Masyumi. Walaupun
anggota PB HMI kebanyakan anak NU,tetapi orientasinya banyak ke Masyumi.
Ciri-cirinya, misalnya dari segi agama, mereka non sektarian. Mereka
menangkap Islam itu seperti Masyumi, yaitu punya ide-ide dasar dan
nilai-nilai fundamental. Karena itu, ada suatu buku kecil yang
menjelaskan nilai-nilai fundamental itu yang di sebut Nilai Identitas
Kader (NIK). Begitu juga di bidang lain, lebih dekat ke Masyumi.
Misalnya egalitarianisme dan kosmopolitanisme. Di antara semua
organisasi mahasiswa, yang paling menyeluruh itu, hanya HMI yang seperti
Masyumi. Kalau NU, PKI, PSI itu kan berbau Jawa. Hanya Masyumi yang
mencakup semuanya. Dan itu terulang pada HMI. Karena itu HMI itu
merupakan Indonesia dalam miniatur. Hanya saja penduduknya Islam. Tetapi
persepsi keislamannya pun paling menyebar.
Tetapi juga ada pengaruh psikologis bahwa Masyumi
dulu sebagai partai yang dilarang (pemerintah waktu itu mengakibatkan
anggota Masyumi) menjadi agak menjauh dari pemerintah. Ini suatu proses
yang merugikan. Jadi mentalitas di luar pagar. ICMI saja, kami lahirkan
untuk mengakhiri mentalitas itu. Apalagi sebagian besar lulusan
universitas itu adalah anak HMI yang orientasinya ke Masyumi. Kalau
mereka mengidap mentalitas itu, dalam arti tidak mempunyai sense of belonging
(rasa memiliki) pada negara, sangat berbahaya. Berbahaya bagi negara,
karena jumlah mereka semakin besar, tapi juga berbahaya untuk diri
sendiri, karena akan kehilangan kebebasan bergerak. Dan kalau orang
sudah kehilangan kebebasan bergerak, diawasi, dibatasi dan sebagainya,
maka ia juga kehilangan kesempatan untuk berekspresi. Nah, itulah HMI sampai sekarang.
Lalu, bagaimana kini hubungan pemerintah dengan HMI?
Saya melihat, kondisi HMI di mata pemerintah
ambivalen. Artinya, tidak merangkul sama sekali seperti terhadap
organisasi-organisasi yang tergabung di dalam Golkar, Kasgoro misalnya.
Tapi juga tidak menyingkirkan sama sekali. Tidak seperti halnya terhadap
organisasi mahasiswa lainnya semisal GMKI. Di situlah sulitnya HMI.
Dari dulu seperti itu.
Bukankah posisi HMI kini malah kian dekat dengan pemerintah?
Saya kira masih mengalami ambivalen. Sama dengan
ICMI. Oleh karena itu saya agak sedikit kecewa ketika orang terkejut
dengan fenomena Amien Rais. Kalau orang tahu ICMI, fenomena itu tidak
aneh. Banyak orang ICMI yang kritis. Orang kaget dengan fenomena itu dan
tepuk tangan, termasuk, terus terang saja, Arief Budiman dengan
tulisannya itu. Karena dia ada prasangka bahwa ICMI itu organisasi
pemerintah. Dan prasangka itu juga terjadi pada HMI. Prasangka bahwa
seharusnya HMI itu menentang pemerintah, maka ketika ada gejala
kedekatan terhadap pemerintah, lalu menimbulkan kecelaan yang terlalu
dini. Kalau dibandingkan dengan PMKRI, GMNI, PMII terus terang saja
situasi yang ada pada HMI dan alumninya itu jauh lebih mampu. Oleh
karena itu, jangan berharap sikap HMI sama dengan organisasi lain, yang
sedikit banyak termarjinalisasi. Jadi jangan mengukur baju orang dengan
badan sendiri.
Apa arti penting Dies Natalis ke-50 HMI yang langsung dihadiri oleh presiden?
Peristiwa itu bukan pertama kalinya buat HMI. Di
jaman Bung Karno dulu, pada tahun 50-an, ketika terjadi debat dasar
negara, Bung Karno sendiri datang ke pertemuan HMI. Kemudian awal tahun
1966, ketika muktamar nasional, kami juga diundang Bung Karno ke Istana
Bogor. Waktu itu orang-orang yang mencitrakan HMI beroposan terhadap
Bung Karno terkejut, kok ternyata HMI masih bersama Bung Karno.
Tetapi sikap seperti itu tidak menjamin HMI membelanya. Buktinya, HMI
paling efektif menjatuhkan Bung Karno. Itulah HMI punya sejarahnya
sendiri. Oleh karena itu, HMI tidak bisa menempuh cara-cara perjuangan
yang linier. Artinya hanya oposisi saja, tapi harus bervariasi.
Lalu mengapa pemerintah kian mendekati HMI?
Mungkin saja karena melihat potensi HMI itu
sendiri. Seperti Soekarno dulu memeluk HMI. Tentu saja strategi Pak
Harto ini tidak bisa disamakan dengan Bung Karno. Artinya, kalau dulu
masalah ideologis, tetapi sekarang lebih ke masalah ekonomi.
Agaknya visi politik HMI sudah berubah. Buktinya, HMI menolak ikut
bergabung dalam Forum Komunikasi Pemuda Indonesia (FKPI) yang dibentuk
kelompok Cipayung baru-baru ini. Betulkah demikian?
Kekhawatiran seperti itu relatif sekali. Itu bisa
merupakan persepsi yang sangat subyektif. Bisa juga itu merupakan
retorika dari orang yang ingin supaya HMI bersama mereka. HMI bisa
berbalik (bertanya) mengapa mereka tidak mengikuti kami? Sebab HMI itu interest group-nya
itu besar sekali. Jadi ia tidak bisa bermain asal-asalan. Ya, kalau
PMII , PMKRI, GMKI itu kecil sekali. Organisasi mahasiswa yang masih ada
itu kan tinggal HMI. Yang lainnya tinggal papan nama. Karena itu tidak
bisa disamakan dengan mereka. Kalau misalnya HMI celaka, itu nyata.
Karena menyangkut sekian puluh ribu anggota dan alumninya. Pada tingkat
retorika nasional, mereka berkumpul dan bikin pernyataan, malah HMI
terisolir. Tapi pada tingkat nyata manusianya, HMI tidak terisolir sama
sekali.
0 komentar:
Posting Komentar