Oleh: Nani Efendi
Saat ini, terlalu banyak grup-grup WhatsApp yang dibuat dengan berbagai tujuan. Bahkan banyak yang tak jelas juntrungannya. Kesalnya, dalam aplikasi WA tak ada menu pengaturan untuk bisa memblokir pesan masuk. Juga tak ada pengaturan agar kita keluar tapi tak diketahui oleh para anggota grup. Kalau ada yang keluar, pasti aplikasi Whatsapp akan memberi keterangan: "si X keluar", "si Badu keluar". Karena itu, orang jadi segan keluar grup—karena merasa tak enak dengan kawan yang lain, terutama terhadap admin pembuat grup. Oleh karena itu, ketika mau keluar grup, orang terpaksa harus pamitan baik-baik agar kawan tak tersinggung. Sebaliknya, ada juga peserta yang dongkol, namun memilih tetap bertahan karena alasan menghormati admin grup. Padahal, ia ingin sekali keluar grup seandainya ada cara yang lebih baik.
Nietzsche tentang moral kawanan
Bagi yang belajar filsafat atau pemikiran Nietzsche, pasti tahu istilah "moral kawanan". Friedrich Nietzsche adalah seorang filsuf dan kritikus budaya yang lahir di Jerman pada 1844. Ungkapan Nietzsche yang terkenal ialah " tuhan telah mati".
Bramanti Kusuma, dalam salah satu tulisan di Kompasiana yang berjudul "Teori Nietzsche Mengenai Etika", menjelaskan, bahwa Nietzsche membagi moralitas menjadi dua: moralitas budak dan moralitas tuan. Moralitas budak disebut juga moralitas kawanan. Moralitas kawanan adalah moralitas orang kecil, masal, lemah, moralitas yang tidak mampu untuk bangkit dan menentukan hidupnya sendiri dan selalu iri terhadap mereka yang kuat.
Moralitas budak ini, lanjut Bramanti Kusuma, selalu mengikuti kelompok dan tidak berani untuk bertindak sesuai keinginannya sendiri.
Nietzsche sangat membenci moralitas. Karena moralitas itu membuat orang tidak berani menjadi diri sendiri: karena moralitas kawanan menjadikan orang hidup sesuai dengan orang-orang lain. Nietzsche ingin orang tidak perlu ikut-ikutan orang lain.
Keluar dari grup WA, jangan berkerumun, jadilah otentik!
Dalam kondisi sosial media hari ini, menurut F. Kennedy Sitorus, mungkin Nietzsche akan menganggap kita ini mengikuti moralitas budak atau moralitas kawanan semua. Terutama dengan banyak orang-orang yang menjadi anggota grup-grup WA. Orang jadi ketergantungan pada sosial media. Tak berani keluar untuk menjadi diri sendiri.
Senada dengan Kennedy Sitorus, F. Budi Hardiman, alumnus Hochschule für Philosophie München, Jerman, yang sekarang menjadi guru besar filsafat di Universitas Pelita Harapan Jakarta, dalam suatu diskusi, mengatakan, bahwa kerumunan sangat berbahaya untuk kebebasan eksistensial. Karena kerumunan mengasingkan individu dari perasaan-perasaannya, dari pemikirannya, bahkan juga dari keinginannya. Orang yang terbiasa didikte oleh kelompok, tidak sadar siapa dirinya. Tidak sadar keinginannya sendiri. Jadi, kerumunan adalah entitas yang berbahaya: memperbodoh, membuat orang takut ambil keputusan, membuat orang tidak dewasa dan tidak matang. Karena itu, kata F. Budi Hardiman, jauhi kerumunan. Jadilah otentik.
Hidup berkerumun itu analoginya adalah kawanan bebek, atau kawanan domba. Seekor bebek tak berani ambil keputusan sendiri: tetap selalu "membebek" mengikuti kawanannya, bergantung pada kawanannya.
Grup-grup WA, FB, kata Fitzerald Kennedy Sitorus, juga bisa digolongkan sebagai kerumunan. Jadi, orang harus berani keluar dari grup-grup WA yang tak jelas. Pesan Friedrich Nietzsche: jadilah orang penting (Ubermensch), jangan jadi sekedar bagian dari kerumunan atau the last man (orang rata-rata) saja.
Nani Efendi, Alumnus HMI
0 komentar:
Posting Komentar