alt/text gambar

Kamis, 19 Oktober 2023

Topik Pilihan: ,

TIGA JENIS TUHAN

Oleh: Luthfi Assyaukaniee


Orang yang tidak belajar beragam disiplin ilmu hanya mengenal satu jenis tuhan, yakni tuhan yang personal, tuhan yang memiliki sifat-sifat manusia. Tuhan yang maha tahu dan maha pengasih adalah contoh tuhan personal yang diberi sifat dan karakter manusia. "Tahu" dan "pengasih" adalah sifat manusia. Dalam bahasa akademik, tuhan seperti ini disebut "antropomorfis," tuhan yang menyerupai manusia.

Gambaran tuhan yang antropomorfis itu diadopsi oleh Teologi atau dalam Islam disebut Ilmu Kalam. Konsep tuhan yang dipahami sebagian besar manusia umumnya datang dari teologi. Para teolog Kristen dan Islam punya andil besar meracuni umat manusia dengan konsep tuhan yang mirip manusia itu. Dalam Kristen, tuhan bahkan dianalogikan seperti keluarga, ada bapak dan anak. Dalam Islam, sifat-sifatnya dihitung sedemikian rupa, yang sebagian besarnya diambil dari sifat-sifat manusia. 

Ada dua jenis tuhan lagi yang tak banyak diketahui manusia. Keduanya dipelajari dalam disiplin Filsafat dan Sufisme. Para filsuf dan sufi punya konsepsi dan pemahaman sendiri tentang tuhan, yang berbeda dari pemahaman awam dan para teolog. Konsep tuhan yang mereka pahami tidak berangkat dari sifat dan karakter manusia. Karena itu, pemahaman filsuf dan sufi tentang tuhan sering disalahpahami, dihujat, dan dianggap sesat.

Ada banyak nuansa dalam penjelasan Filsafat dan Sufisme tentang tuhan. Tapi, untuk menyederhanakan, saya ingin menggunakan dua istilah yang diambil dari bahasa Inggris, yakni "with-out" dan "with-in". Yang pertama adalah tuhannya para filsuf dan yang kedua, tuhannya para sufi. Tuhan para filsuf berada jauh di luar dunia manusia. Begitu jauhnya, dia seolah-olah tak ada (without). Sebaliknya, tuhan para sufi berada sangat dekat dengan dunia manusia. Begitu dekatnya, dia bersemayam dalam diri manusia (within). Tak ada tuhan di luar manusia.

Al-Farabi, Ibn Sina, dan Ibn Rushd adalah para filsuf Muslim yang percaya pada tuhan yang jauh itu, tuhan yang tak bersentuhan dengan dunia manusia. Saking jauhnya, Ibn Rushd mengklaim tuhan tak mengetahui perkara-perkara kecil yang ada di Bumi (juz'iyyat). Alam raya begitu luasnya. Ada miliaran sistem bintang dan triliunan planet. Bumi adalah sebutir debu yang tak dipedulikan tuhan. Lebih tepatnya, tak diketahuinya. Tuhan hanya tahu/peduli perkara-perkara besar (kulliyyat).

Sementara para sufi agung seperti Ibn Arabi, Rumi, dan Suhrawardi, menganggap tuhan dan manusia sebagai satu-kesatuan dalam keber-ada-an (wihdat al-wujud). Yang membedakan tuhan dan manusia bukanlah sifatnya, tapi kualitas wujudnya. Tuhan tak berada di luar dunia, tapi bersemayam di dalamnya. Dia ada pada dan dalam setiap wujud. 

Para teolog yang lingkar otaknya terbatas tak mampu memahami penjelasan para filsuf dan sufi. Buat mereka, tuhan adalah sosok raksasa yang berada di luar dan sekaligus di dalam dunia manusia. Problemnya, tuhan yang seperti ini tidak logis, rapuh, dan penuh dengan kontradiksi. Para filsuf tak sanggup menerima kontradiksi. Sementara para sufi tak sudi menerima kerapuhan.

Selama berabad-abad, para filsuf dan sufi dimusuhi kaum teolog. Mereka dianggap menyimpang, sesat, dan kafir. Tapi, apa yang dijelaskan dan diyakini para filsuf dan sufi itu justru disambut dengan sukacita oleh para ilmuwan awal modern. Hampir seluruh ilmuwan era itu percaya pada konsep tuhan yang digambarkan para filsuf dan sufi. 

Deisme, konsep tuhan yang diyakini Galileo, Newton, dan Einstein, adalah perluasan dari apa yang dijelaskan Ibn Rushd tentang tuhan yang terpisah dari dunia manusia. Sementara Darwinisme, yang melahirkan ateisme modern, adalah perluasan dari konsep wihdat al-wujud, kebersatuan semua organisme dan ketiadaan wujud/tuhan di luar alam semesta.

Sumber: Facebook: Luthfi Assyaukaniee

0 komentar:

Posting Komentar