Oleh: Masri Sareb Putra
Dalam membaca, dikenal juga mitos. Apakah mitos? Mitos adalah keyakinan yang belum tentu benar, tetapi kerap dianggap sebagai kebenaran itu sendiri sehingga mempengaruhi tingkah laku dan mind-set suatu masyarakat.
Berikut enam mitos seputar membaca.
Mitos 1. Harus Membaca Setiap Kata.
Tidak setiap kata dalam suatu kalimat harus kita eja dan baca untuk megerti keseluruhan makna dalam kalimat. Mengapa? Tidak setiap kata mengandung makna. Misalnya kalimat, “Polisi berhasil menghentikan aksi si tangan panjang yang memindahtangankan tas hitam seorang gadis di tengah-tengah kemacetan arus lalu lintas di bilangan Grogol, Jakarta Barat.”
Perhatikan kalimat tersebut. Bukankah intinya demikian, “Polisi berhasil menangkap penjambret ketika jalanan sedang macet di Grogol, Jakarta Barat.” Jadi dalam membaca, yang penting ditangkap ialah inti atau makna suatu kalimat.
Mitos 2. Membaca Cukup Hanya Sekali.
Untuk bacaan tertentu, terutama bacaan serius yang memerlukan pemahaman, membaca tidak cukup hanya sekali. Menangkap ide dasar sebuah kalimat yang sulit dan rumit, tidaklah mudah. Membaca berkali-kali sampai mengerti penting untuk menjembatani sebuah teks dengan pengetahuan Anda.
Keterampilan membaca secara kritis menjadi modal dasar untuk menganalisis, mengevaluasi, dan menyintesekan bahan bacaan. Dengan membaca, pemikiran terbuka untuk melihat antarhubungan ide dan menggunakannya sebagai salah satu tujuan dari membaca. Kesenangan membaca harus ditanamkan pada anak sejak dini.
Mitos 3. Merasa Bersalah Kalau Melompat Membaca.
Banyak orang, terutama siswa, merasa bersalah apabila di dalam proses membaca, membaca suatu teks secara melompat-lompat dari satu bagian ke bagian lain. Kita begitu kagum pada Bung Karno karena dalam sekejap dapat menangkap benang merah sebuah bacaan. Adakah Bung Karno membaca dan mengeja setiap kata? Tidak! Ia kadang membaca bagian tertentu saja. Namun, ia mengerti inti buku, termasuk hafal siapa pengarang, penerbit, tahun, dan kota penerbitan. Ini yang mengesankan, seolah-olah sudah “mengunyah-unyah” buku itu habis-habisan.
Mitos 4. Mesin Penting untuk Meningkatkan Kecepatan Membaca. Di pasaran, tesedia alat bantu membaca dan membaca cepat. Namun, apakah alat itu membantu?
Nonsense! Alat hanyalah sebatas tools. Pepatah mengatakan, “A bad workman blames his tools—seseorang yang tidak cakap, selalu menyalahkan alatnya.” Jadi, kalau orangnya sendiri cakap dan mampu, alat hanya membantu. Demikian pula alat bantu membaca. Yang penting orangnya mau belajar.
Kiat terbaik dan paling efektif dalam meningkatkan kemampuan membaca Anda dengan terus-menerus mengasah kemampuan baca. Mesin memang penting sebagai alat dan motivator, tapi hanya sanggup menunjukkan sejauh mana kecepatan membaca Anda.
Mitos 5. Jika Meloncat-loncat atau Jarang Membaca akan Mengurangi Pemahaman.
Banyak orang menolak apabila dirinya adalah pembaca yang tidak tekun karena tidak membaca kata demi kata suatu bacaan. Mereka merasa bersalah karena tidak mengeja kata demi kata. Mereka pun takut dianggap tidak menangkap inti bacaan dengan baik. Padahal, bukti menunjukkan (Martha Maxwell, 1995) sedikit hubungan antara membaca tuntas dengan pemahaman.
Apabila Anda membaca dengan tujuan mencari ide pokok dan masuk secara detail, pada saatnya Anda akan memahami bacaan itu. Anda tinggal selangkah lagi masuk pada tahap pemahaman. Yang penting bukan seberapa cepat Anda menyelesaikan membaca sebuah bacaan, melainkan seberapa cepat Anda mencari dan menemukan ide pokok dan mencerapnya.
Mitos 6. Ada Persoalan dengan Mata Saya.
Suatu hal yang musykil pula beranggapan bahwa jika mata Anda awas otomatis Anda menjadi pembaca andal. Bahkan, menggunakan kacamata pun, jika dasarnya Anda tidak suka membaca, tidak akan banyak faedahnya. Apabila tidak konsisten mengambil jarak pandang antara mata dan bahan bacaan (idealnya 40 cm), Anda tidak pernah akan merasakan kenikmatan ketika membaca.
Biasakan otak, bukan mata, untuk bekerja ketika membaca. Mata Anda memang pada awalnya mulai bekerja ketika mengamati dan mengeja huruf-huruf. Namun, selanjutnya otaklah yang memproses dan menghubungkan kata demi kata sampai kata itu mempunyai makna. Jika melafalkan kata-kata ketika membaca, Anda akan membaca lambat. Anda akan menemukan kesulitan meningkatkan kecepatan membaca, sebab pada galibnya otak lebih cepat daripada melafal.
Bagaimana mengatasi mitos membaca dan menyaring ide dasar?
1. Bacalah judul bab atau bagian bacaan dengan teliti. Catat dan camkan bagian itu membahas masalah apa? Perhatikan kata-kata kunci.
2. Perhatikan dengan saksama headings dan petunjuk lainnya yang merupakan pengorganisasian ide. Kerap itulah petunjuk yang diberikan penulis dan ide pokok yang ditekankan. Anda disarankan untuk mengikuti tekanan-tekanan yang tampak dalam kata yang dicetak dengan huruf tebal atau cetak miring. Jika berkonsentrasi dan mengetahui ide pokok penulis, Anda akan tidak mengalami kesulitan mencerap informasi dan isi bahan bacaan.
3. Dalam buku-buku serius, terutama buku teks, penulis menginginkan pembaca mengenal dan mengikuti alur pemikirannya. Biasanya mereka menggunakan:
• Headings atau subheadings untuk menunjuk poin penting
• Mencetak miring kata-kata atau frasa yang menunjuk pada terminologi atau definisi.
• Mencatat poin-poin pokok yang dinyatakan dalam angka atau paragraf yang kerap mulai dengan kalimat, “Tiga faktor penting, yakni....”, dan sebagainya.
• Menegaskan kembali atau mengulang. Dengan menyatakan atau menyatakan kembali fakta atau ide, penulis memastikan bahwa pembaca dibawa pada cara yang berbeda pada konsep yang dianggap penting.
Masri Sareb Putra, penulis bibliofili dan koordinator Matakuliah Pengembangan Kepribadian (MPK), Universitas Multimedia Nusantara, Jakarta
Sumber: MATABACA, Vol. 6, No. 5, Januari 2008
0 komentar:
Posting Komentar