alt/text gambar

Sabtu, 04 Oktober 2025

Topik Pilihan: , ,

SEJARAH DAN PROSPEK DEFISIT TRANSAKSI BERJALAN

Drs. Kwik Kian Gie


Oleh: Kwik Kian Gie


Sejak diumumkannya defisit transaksi berjalan dari 3,4 milyar dolar AS di tahun 1994 menjadi 7,9 milyar dolar di tahun 1995, pembicaraan mengenai ini tidak pernah berhenti. Angka 7,9 milyar dolar AS untuk tahun 1995 direvisi menjadi 6,9 milyar. Tetapi perkiraan angka untuk tahun berikutnya yang 6,9 milyar dolar AS direvisi menjadi 7,9 milyar dolar AS. 

Ketika lonjakan ini diumumkan, suasananya cemas. Sempat terjadi rush kecil-kecilan. Pemerintah secara bertubi-tubi mengumumkan tindakan-tindakan yang akan dilakukan. Dalam tulisan 25 Maret 1996, saya menginventarisasi 14 kebijakan dan tindakan yang akan dilakukan untuk menekan defisit transaksi berjalan di tahun-tahun mendatang. 

Belum lama ini, Bank Dunia meluncurkan laporannya mengenai Indonesia yang berjudul "Indonesia, Dimension of Growth”. Ada beberapa saran yang perlu diperhatikan oleh Indonesia, seperti deregulasi dan hal-hal lain yang sering kita dengar. Tetapi gambaran umum ekonomi Indonesia versi Bank Dunia bagus dan prospeknya cerah. 

Waktunya hampir bersamaan dengan Indonesia Summit 1996. Para pembicara asing sangat memuji Indonesia. Philip Tose dari Peregrine Investments Holding Ltd. mengatakan, tahun 2020 Indonesia akan menjadi satu dari lima raksasa ekonomi dunia (Kompas, 17 Mei 1996). 

Dengan latar belakang perekonomian yang kokoh inilah, mari kita teropong satu faktor penting yang merupakan titik lemah, agar kita secara dini mengenalinya dengan baik, dan tidak terlena. Yang saya artikan adalah defisit transaksi berjalan. Kali ini saya ingin melihatnya dalam perspektif sejarahnya dan proyeksinya ke depan. 

***

Saya mengumpulkan angka-angka transaksi berjalan sejak 1969 sampai 1995. Angka-angka ini saya sambung dengan angka-angka transaksi berjalan yang diproyeksikan oleh Bank Dunia untuk tahun 1996 sampai 1999. Saya tuangkan ke dalam grafik terlampir. 

Tabel yang memuat proyeksi angka-angka transaksi berjalan dari 1995 sampai 1999 saya lampirkan. Ini saya ambil dari Kompas tanggal 23 Mei 1996. Dalam tabel itu juga ada perkiraan angka-angka lain, seperti ekspor, impor, cadangan devisa. Maka artikel ini hanya dapat dimengerti kalau kita memperhatikan grafik dan tabel terlampir. 

Kita lihat grafiknya dahulu. Di tahun 1973 transaksi berjalan surplus. Angkanya 1,159 milyar dolar AS. Setelah itu, defisit terus, yang membesar. Di tahun 1978, ketika defisit mencapai 1,55 milyar dolar AS, rupiah didevaluasi. Tahun 1978 dan 1980 surplus, karena adanya oil boom. Setelah itu defisit lagi. Tahun 1982 defisit 7,039 milyar dolar AS, dan tahun berikutnya defisit 4,151 milyar dolar. 

Walaupun defisitnya menurun, dua tahun tersebut merupakan defisit yang terbesar sampai dengan tahun itu. Maka di tahun 1983 rupiah didevaluasi lagi. Dua tahun berikutnya, yaitu tahun 1984 dan 1985 defisitnya menurun. Tetapi di tahun 1986 meningkat lagi menjadi 4,051 milyar dolar AS. Tahun itu rupiah didevaluasi lagi. Kita perhatikan bahwa tiga tahun berikutnya menurun. Di tahun 1990 dan 1991 defisit mencapai puncaknya lagi, yaitu 3,741 milyar dolar AS dan 4,354 milyar dolar AS.

Tidak ada devaluasi ketika itu, tetapi Gebrakan Sumarlin. Setelah itu defisit menurun, tetapi segera merambat naik lagi sampai tahun 1994 menjadi 3,454 milyar dolar AS. Ke tahun 1995 meningkat drastis, yaitu menjadi 6,9 milyar dolar AS. Ramalan Bank Dunia untuk tahun-tahun berikutnya bakal meningkat terus seperti yang dapat kita lihat dari grafik dan tabel. 

Sejak tahun 1969 kita mengalami tiga kali devaluasi dan satu kali pengetatan likuiditas drastis, yang kita kenal dengan "Gebrakan Sumarlin”. Kita amati juga, bahwa sejak 1979 sampai 1991, kalau defisit transaksi berjalan sudah mencapai sekitar empat milyar dolar AS, pemerintah panik. Terapinya, tiga kali devaluasi dan yang terakhir Gebrakan Sumarlin. 

Di tahun 1995, defisit transaksi berjalan bukan sekitar empat milyar dolar AS, tetapi 6,9 milyar dolar AS. Terapinya kali ini berbeda. Pemerintah segera mengatakan yang diulang-ulang sampai sekarang, bahwa tidak akan ada devaluasi dan tidak akan ada gebrakan-gebrakan. Yang ada adalah serangkaian kebijakan dan tindakan yang saya inventarisir di kolom ini tanggal 25 Maret 1996. 

Yang menjadi pertanyaan, mengapa Bank Dunia memperkirakan bahwa untuk 1996 sampai 1999 defisit transaksi berjalan akan meningkat terus? Saya sendiri tidak tahu. Mungkin Bank Dunia tidak percaya bahwa semua kebijakan yang telah diumumkan itu akan dijalankan, ataukah dianggap tidak akan efektif? 

Yang jelas, Bank Dunia tidak risau tentang defisit transaksi berjalan yang akan meningkat terus. Mengapa? Karena walaupun defisitnya meningkat terus, cadangan devisa menurut Bank Dunia juga akan meningkat terus (lihat tabel), yaitu 16 milyar dolar AS di tahun 1995, 18,5 milyar dolar AS di tahun 1996, 21,4 milyar dolar AS di tahun 1997, 24,6 milyar dolar AS di tahun 1998, dan 28,1 milyar dolar AS di tahun 1999. 

Defisit transaksi berjalan per definisi mengurangi cadangan devisa. Bahwa defisit transaksi berjalan berkembang seiring dengan meningkatnya cadangan devisa, karena diperkirakan juga arus modal masuk dari luar negeri juga akan semakin besar setiap tahunnya. 

***

Bagaimana kita harus bersikap? Hendaknya kita mengantisipasi bahwa memang ada kekuatan yang mendorong transaksi berjalan defisitnya meningkat. Tetapi jangan menggantungkan pemecahannya dari masuknya modal asing semata. Menggantungkan diri semata-mata masuknya modal asing terlampau riskan. 

Modal asing masuk dalam empat kategori. Pertama untuk investasi riil (foreign direct investment) yang berjangka panjang. Kedua untuk main di bursa efek. Ini bisa dilikuidasi setiap saat untuk dilarikan lagi ke negara lain. Ketiga, kredit kepada dunia usaha di Indonesia, jangka waktunya tertera di dalam perjanjian kredit, yang biasanya berjangka pendek. Keempat, ditempatkan dalam deposito berjangka untuk menikmati suku bunga tinggi. Ini juga berjangka pendek, dan gampang lari. 

Apakah benar bahwa modal asing paling tidak sampai dengan tahun 1999 akan masuk dalam jumlah yang jauh lebih besar dari angka defisit transaksi berjalan? Rasanya tidak bisa dipastikan dengan mutlak. Apa landasan Bank Dunia dalam menghasilkan angka-angka seperti dalam tabel? Di samping suara yang memuji Indonesia, juga ada yang menunjukkan keraguan investasi di sini, karena urusan mobil Timor, kolusi dan korupsi, serta apa yang mereka rasakan dan anggap sebagai ketidakpastian stabilitas politik berkenaan dengan pemilu di tahun 1997 dan suksesi di tahun 1998. 

Di bolak balik seperti apa pun, rawan kalau pemupukan cadangan devisa semata-mata didasarkan atas sikap dan perilaku orang asing. Yang normal adalah atas dasar kekuatan daya saing sendiri, agar ekspor lebih besar dari impor. Bagaimana caranya? Sudah terlampau banyak dan terlampu sering kita baca. Masalahnya bukan tahu tidaknya bagaimana caranya, tetapi mau atau tidak menjalankan. Penghambatnya juga kita ketahui semua, yaitu vested interest

Dikatakan bahwa para pemimpin bangsa kita mampu apa saja kalau sudah kepepet. Rasanya dengan grafik terlampir, kita sudah kepepet. Kita semua menunggu kebijakan konkret di sektor riil yang lengkap dan menyeluruh. 

Kwik kian Gie, ekonom senior

Kompas, 3 Juni 1996

Tabel


Sumber

Kwik Kian Gie, Gonjang-Ganjing Ekonomi Indonesia: Badai Belum Akan Segera Berlalu, Jakarta: Gramedia Pustaka Utama dan Sekolah Tinggi Ilmu Ekonomi IBII, 1998, h. 381-386.


0 komentar:

Posting Komentar