alt/text gambar

Kamis, 19 Oktober 2023

Topik Pilihan: ,

Sembah Hyang

Oleh: Luthfi Assyaukaniee


"Tuhan" adalah kosakata baru dalam bahasa Indonesia. Menurut beberapa sarjana, kata ini diperkenalkan pada abad ke-17, oleh para penginjil ke dalam bahasa Melayu. Kata ini adalah terjemahan harfiah dari "lord" dalam bahasa Inggris, yang artinya "tuan." Untuk memberikan makna yang lebih sublim, kata "tuan" ditambah H, menjadi "tuhan."

Sebelum itu, kata yang biasa digunakan di tanah Melayu adalah "dewa", dari bahasa Sanskerta "deywa/deva." Ini kata yang umum digunakan di banyak negara yang berbahasa Indo-Eropa. Dalam bahasa Latin: Deus. Yunani: Zeus. Spanyol: Dios. Prancis: Dieu

"Ya Dewa... Aku baru tahu." Ini terjemahan: "Ya Tuhan... sebodoh ini ya aku."

Bahasa-bahasa lokal, khususnya Jawa dan Sunda, punya istilah lain untuk merujuk tuhan, yakni "gusti," "pangeran," dan "hyang." Ketika Islam diperkenalkan di kawasan ini, orang-orang pribumi nusantara menggabungkan kata itu dengan Allah. Jadilah "gusti Allah" atau "gusti Alah". 

Ketika saya kecil, sebelum Wahabisme menguat seperti sekarang, istilah-istilah lokal masih banyak digunakan. Misalnya, kalau mau shalat, kita pake istilah "sembahyang." Gak ada yang salah dengan kata ini. Sembahyang berasal dari kata "sembah" dan "Hyang," menyembah Hyang, menyembah Tuhan. Wali Songo dan para kiai menggunakan istilah itu sampai akhir 80-an. Tak ada masalah.

Sekarang, sejak Islam Indonesia semakin meng-Arab, kata "sembahyang" sudah jarang digunakan. Alasannya, istilah itu berbau Hindu. Musyrik. Mereka nggak tahu bahwa kata "Allah" juga digunakan oleh orang-orang Jahiliyah di Mekah. Dan kata itu disadur dari bahasa Semit pra-Islam yang digunakan secara luas di Mesopotamia.

Sumber: Facebook Luthfi Assyaukaniee


0 komentar:

Posting Komentar